Unspoken: Eleven ― 11

211 35 8
                                    

Meski rasa kesalnya dengan Im Sojung masih belum hilang, Seokjin tetap menunjukkan sikap baiknya pada Sojung. Laki-laki itu masih tersenyum saat mereka bertatap muka, dia juga masih berbicara dan berperilaku seperti biasanya. Seokjin tidak betul-betul menganggap bahwa di antara mereka tidak terjadi apa-apa, Seokjin hanya berusaha bersikap tenang dan tidak menitikfokuskan hal yang memberatkan hatinya sejak kemarin, di pikirannya.

Usai mereka melihat tempat kejadian―yang apinya belum padam secara sempurna, berbicara pada peliput dan menyampaikan bahwa mereka di sini sebagai perwakilan istana, Im Sojung dan Kim Seokjin langsung bergegas pergi lagi menuju rumah sakit―tempat di mana kebanyakan korban berada.

Sambil melangkah, peliput dari istana menyampaikan pada mereka bahwa sampai saat ini setidaknya ada dua puluh orang yang meninggal dan lebih dari lima puluh orang menderita luka bakar. Ada rasa terkejut bagi Sojung sendiri, ternyata kebakaran yang terjadi kemarin banyak memakan korban. Hatinya makin merasa tidak tega saat langkahnya melewati UGD, ada lima anak kecil yang menangis lantaran menahan sakit dari luka bakar yang mereka dapatkan. Salah satu dari lima anak itu tampak seusia dengan Seolhee, jadi tanpa sadar ... gadis itu mendekat pada anak yang sedang menangis sendirian di sana.

Sojung menyapa anak itu, lalu bertanya siapa namanya. Anak itu menjawab, "Yoon Rahee."

Sojung menoleh pada peliput dari istana. Dia membutuhkan sedikit informasi. "Apa semua korban sudah mendapat perawatan? Kenapa masih ada yang kesakitan?"

Dokter yang sempat turut berjalan bersama rombongan dari istana tadi akhirnya menyahut, "Rahee sudah sempat diberi penanganan. Namun, belum lebih lanjut. Ayahnya tak mengizinkan Rahee menerima prosedur perawatan."

"Wae?" Sojung bertanya pada Dokter yang bertanggungjawab tersebut.

Namun, pertanyaan Im Sojung tak sempat terjawab karena Ayah Rahee sendiri tiba-tiba datang menemui mereka. "Kenapa berkumpul mengerumuni anakku? Pergi saja sana! Aku akan merawat anakku sendiri!"

"Apa yang membuatmu berpikir begitu? Kau tidak bisa merawatnya sendiri tanpa bantuan dokter. Rahee masih terus menangis kesakitan karena lukanya, dia harus benar-benar diobati," kata Sojung ketika Ayahnya tiba di tempat dan menatap matanya dengan tajam.

"Kau ini siapa? Dokter dan rumah sakit bahkan memerlukan izinku agar bisa melakukan prosedur perawatan, kenapa kau justru memerintahku?"

"Tidak penting aku ini siapa, tapi aku bisa memerintahkan dokter untuk melewatkan prosedur perizinan wali karena ini kondisi darurat," jawab Sojung dengan berani. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Im Sojung memerintahkan dokter dan beberapa penjaga dari istana membawa brankar Yoon Rahee pergi dari UGD dan membiarkan Yoon Rahee mendapat perawatan lebih lanjut.

"Yak, siapa namamu? Berani sekali kau seperti itu padaku!"

"Im Sojung!" Sojung menjawabnya dengan berani. Maunya Sojung, dia mengabaikan pertanyaan pria jahat yang ada di depannya. Namun, dia perlu tahu siapa nama pria itu juga, jadi dia putuskan untuk menjawab. "Siapa namamu?"

"Lee Haeri," jawab pria itu―Ayah Rahee―dengan angkuh.

"Lee?" Sojung sempat bertanya, sebelum menyimpulkan. "Permasalahan tak akan berlangsung panjang bagiku. Kau bukan ayah kandungnya."

"MWO?" Api kemarahan Ayah Rahee membuncah. Dia mengumpati Sojung dengan kalimat-kalimat kasarnya. "Perempuan jalang, sialan! Berani-beraninya kau seperti ini padaku!" Ayah Rahee bahkan sampai melempar botol minuman ke arah Sojung saking marahnya.

Namun, Kim Seokjin berhasil melindungi tubuh Sojung dengan tubuhnya dan juga jasnya yang dia angkat. Setelah itu, keributan benar-benar terjadi. Ayah Rahee mengamuk, meraih dan melempar apapun ke arah Sojung walau tubuh gadis itu sudah dilindungi Seokjin.

"Tolong urus pria itu, beberapa orang bantu aku pergi membawa Wakil Im," titah Seokjin pada penjaga yang masih tetap di tempatnya sejak tadi. Sekretaris Kang dan Sekretaris Jang ikut pergi bersama Seokjin dan dua penjaga mereka. Sementara sisanya, mereka mengurus keributan yang dibuat oleh Ayah Rahee.

Beberapa langkah setelah bebas dari lingkar keributan, langkah kaki Sojung dan Seokjin spontan berhenti. Mereka berdua melihat wajah dan perawakan seseorang yang mereka kenal saat ini.

"Cho Seowoo."

Sementara yang namanya disebut hanya membalas dengan senyuman satu sudutnya. Dia juga justru mengucapkan kalimat lain, kalimat yang ingin laki-laki itu ucapkan sendiri. "Sepertinya ... ada keributan yang terjadi. Bukan begitu, Noona,"--mata Seowoo beralih pada Seokjin--"Hyeong?"

Unspoken

Namra berjalan ke ruang kerja Ayah mertuanya, namun ternyata ada orang lain yang ingin melakukan hal serupa. Im Sohee―adik ipar Namra, adik perempuan Im Sohyeong.

"Kupikir aku tidak akan bertemu denganmu, meski kita tinggal di tempat yang sama, karena kau begitu sibuk," ujar Sohee memulai pembicaraan mereka.

"Huh, aku bahkan berharap itu mungkin terjadi," balas Namra dengan jelas. "Kenapa kau perlu kembali ke sini, padahal sudah jelas bahwa Sohyeong yang lebih berkuasa di sini? Bukankah ayah sudah menendangmu keluar sejak kau menikah?"

"Oppa akan maju sebagai calon presiden di periode berikutnya, dia akan keluar dari KBC," balas Sohee tak mau kalah. "Sama sepertiku yang pernah Ayah tendang, Im Sojung juga akan merasakannya. Cho Seowoo adalah orang yang akan menggantikan suamimu."

Tanpa merasa khawatir, Namra hanya tertawa sambil membantah kalimat Sohee. "Ani. Putriku jauh lebih bisa diandalkan dibanding Seowoo, dia yang lebih pantas menggantikan posisi Ayahnya." Namra tak lagi memedulikan apa yang dibicarakan Sohee setelah itu. Dia mengetuk pintu ruangan Presiden Im kemudian masuk, diikuti dengan Sohee di belakangnya.

"Putrimu membuat keributan di rumah sakit, ini benar-benar memalukan!" kata Presiden Im pada Ayah Sojung―Sohyeong, itu juga didengar oleh Namra dan Sohee yang baru saja masuk. "Ini adalah bukti bahwa perempuan itu menyusahkan. Mereka terlalu perasa, punya rasa belas kasih yang berlebihan. Im Sojung tak seharusnya bersikukuh meminta anak itu mendapat perawatan lebih lanjut. Dia hanya perlu bertanya sampai dimana perawatan yang telah anak itu dapatkan, lalu pergi dan melakukan hal lain. Ini benar-benar di luar kendaliku!"

"Abbeonim ...," lirih Namra, berusaha meredam emosi Ayah mertuanya dan membela putrinya. "Sojung begitu karena dia perhatian. Pasti ada alasan juga kenapa Sojung bertindak seperti itu dan tidak melewatkan anak itu."

"Benar, Ayah," sanggah Sohyeong. "Sojung tidak salah di sini. Dari kejadian ini, kita bahkan bisa memetik keuntungannya. Kita bisa menayangkan video dan berita kejadian itu di KBC setelah meninjau ulang. Aku yakin, Im Sojung akan menjadi sorotan dan mendapat banyak dukungan. Itu mungkin juga akan menguntungkanku sebagai Ayahnya―yang akan maju pada pemilu."

"Yeobo ...," tegur Namra. Kali ini, Namra tidak berada di jalan yang sama dengan Sohyeong. Dia menolak kalau putri tunggalnya lagi-lagi harus menjadi tangga untuk suaminya maju ke tempat yang lebih tinggi. Lagipula ... dukungan yang dibilang Sohyeong akan didapatkan, belum tentu benar, karena sebagian besar warga negara mereka ... adalah orang-orang patriarki, orang-orang yang sama seperti Presiden Im. Namra tidak yakin kalau Im Sojung akan baik-baik saja dan tak menerima banyak kecaman atas tindakannya yang akan tersorot kali ini.

Unspoken

A/N:
Halo! Minggu ini aku kayaknya full update 2 hari sekali ya, hehe. Selain menghemat stok part, mari kita perlambat juga tamatnya buku ini, hehe. Kalau sehari update dan jumlah part buku ini cuma 30, buku ini bakal nemenin kalian selama sebulan doang😭😭 Kan sayang ya, nggak mau aku cepet-cepet pisah sama buku ini, huhuhu. Belum siap buat buku baru juga😃

Ngomong-ngomong, ini atmosphere politiknya makin kerasa, ya😍👐🏻 Semoga istiqomah begini ya, tidak ada menye-menye dan tidak buat bosan kalian, hehehe. Semoga romance tipis-tipisnya di part ini kerasa😆

Sampai ketemu di part depan!👋🏻

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang