Unspoken: Thirty Two ― 32

278 41 23
                                    

Usai mengantar Soojin ke bandara untuk kembali ke Jepang, Sojung menemani Seokjin menghibur dirinya dengan pergi ke Sungai Han, menikmati waktu mereka berdua. Hanya ada Kim Seokjin dengan pakaian berlapisnya, begitu juga Im Sojung.

Sojung menghembuskan napas hingga timbul sedikit kumpulan asap di depan wajahnya, kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Seokjin. "Kau masih merasa sedih?"

Sebelum menjawab, Seokjin menyempatkan diri untuk menoleh. "Hanya sedikit."

"Soojin eonnie begitu berharga bagimu, rupanya." Sojung tak lagi menatap suaminya, dia melempar tatapannya ke arah hamparan air yang luas. Meski dia tahu kalau Soojin adalah saudara perempuan Kim Seokjin, sebagai wanita yang baru saja membuka pintu hatinya, Im Sojung seperti haus akan rasa cinta dan kasih suaminya. Wanita itu ... sedang merasa cemburu saat ini.

"Apa ini? Kau cemburu?" tanya Seokjin, sambil sedikit tersenyum, menggoda istrinya.

"Aniya," sangkal Sojung.

"Ei, kau benar sedang cemburu!"

"Anigodeun!" Sojung masih mempertahankan jawabannya. Dia tetap berpegang teguh pada jawaban tidak cemburu atas pertanyaan yang diajukan Kim Seokjin sebelumnya.

"Jinjja?"

"Aish!" Sojung memberikan tatapan jengkelnya untuk Seokjin. "Aku juga tahu kalau Soojin itu kakakmu, tapi apa aku salah kalau merasa cemburu saat suamiku memikirkan wanita lain?"

Lucunya, Im Sojung seperti tak memberikan Seokjin kesempatan berbicara. Begitu pria itu hendak membuka mulutnya untuk memberikan jawaban, Sojung dengan cepat menyelanya. "Kalau kau memberikan jawaban tidak, maka silakan saja ... kau boleh memikirkan wanita lain bahkan selain eonnie. Aku bukan tipikal wanita yang akan melarang pasanganku untuk tidak melakukan ini dan itu. Aku hanya wanita yang suka berterus-terang. Tidak ada ma―"

Sojung menutup mulutnya saat pria yang sedang bersamanya, tanpa izin mencuri kecupannya. Dia bahkan menutup matanya untuk meredam emosi karena dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya yang belum selesai. "Kau harus tahu satu hal juga, Kim Seokjin. Istrimu cukup sensitif dengan interupsi."

"Omo, jinjja?" Seokjin bertanya. "Geurae, mianhae."

Bahkan setelah meminta maaf pun, Seokjin masih berani mengecup pipi istrinya. Pria itu seolah tidak peduli dengan situasi istrinya yang benar-benar sedang menahan rasa kesalnya.

"Kenapa kau masih berani mencium pipiku?"

"*Gwiyeowoseo," jawab Seokjin dengan cepat. "*Yeppeoseo," sambung Seokjin lagi untuk menambah jawabannya.

Sekeras apapun Sojung bertahan, gerakkan bibirnya yang perlahan mengangkat ke atas, membantunya menunjukkan bahwa rasa kesalnya sudah mereda. Dia tidak bisa menyembunyikan dirinya lagi, setelah menaruh percaya pada Seokjin bahwa pria itu adalah sosok yang akan terus mendukungnya―sama seperti Seolhee, juga Bibi Ji. "Kau pandai merayu juga rupanya."

"Tentu saja," sahut Seokjin dengan percaya diri. "Bukan bermaksud membuatmu tambah marah, tapi aku juga sama seperti laki-laki lain saat belum menikah dulu. Aku baaanyak menaklukan perempuan di sekitarku."

"Membanggakan sekali." Sojung malah ikut-ikutan memuji kelakuan nakal suaminya, alih-alih mengutarakan kekesalannya. "Pasti mantan pacarmu juga banyak, kalau begitu."

"Aniya, eopseo." Seokjin memberi jeda, sebelum menambahkan kalimatnya yang belum selesai. "Aku tak pernah berkencan selama ini. Aku hanya bersenang-senang dengan mereka–ah, aku juga tidak pernah tidur bersama mereka." Meski sudah bilang sebelumnya, kali ini Seokjin kembali menegaskan kalimatnya sambil menatap mata lawan bicaranya. "Aku tidak pernah tidur dengan wanita manapun! Kecuali setelah aku menikah."

UnspokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang