Bab 14 Awas ada preman

108 41 4
                                    

💙

Ang kemudian mengeluarkan ular mainan dari dalam saku celananya. Ang melemparkan ular itu ke depan Najelina.

Prak

Sontak Najelina kaget. Ia kemudian berjalan mundur.

"Astaghfirullah. Ada uler. Nggak mau ah lewat jalan sini. Bahaya, ada ularnya. Takut!" ucap Najelina lirih seraya membalikkan badan lalu berlari menjauhi ular tersebut.

Ang pun tersenyum. Wanita yang dicintainya tidak melewati jalan yang nengarah ke sekumpulan preman itu.

Ang kembali mengikuti Najelina. Ang kemudian menulis sesuatu di selembar kertas biru dan dibentuk pesawat. Lalu pesawat kertas itu diterbangkan ke arah Najelina. Dan kemudian jatuh tepat di depan Najelina.

"Pesawat kertas? Jaka?" Najelina menengok kanan kiri.

Kemudian Najelina mengambil dan membaca surat biru itu.

"Dear, Najelina. Maafkan aku. Mungkin kamu berfikir aku tidak ingin bertemu dengan kamu kemarin di tempat kerjaku. Kamu salah. Satu yang tidak aku inginkan dari kamu yaitu, jauh dari pandangan mataku. Aku terima ajakan kamu. Besok kita bertemu di Cafe jam 10."

Najelina begitu sangat senang setelah membaca isi surat tersebut.

"Yes!" ucap Najelina lirih seraya tangannya mengepal dan dijulurkan ke atas.

"JAKA! AKU TAU KAMU ADA DI SEKITAR SINI! BESOK KITA KETEMU JAM 8! NGGAK JADI JAM 10! AKU PENGEN CEPET-CEPET KETEMU KAMU!" teriak Najelina seraya memperhatikan kanan kiri.

Ang yang bersembunyi di balik pohon, menahan tawanya saat mengintip Najelina.

Najelina kemudian kembali membaca tulisan Ang yang berada di barisan paling bawah di kertas biru tersebut.

"Selalu jaga diri. Di sekitar taman ada preman. Semoga kamu tetap dalam perlindungan Tuhan. Salam dari J."

Najelina kemudian kembali memperhatikan sekitar. Ia melipat kertas biru tersebut lalu kembali berjalan.

***

Saat berada di jalan lainnya, Najelina melihat ada Ang yang duduk di atas motornya yang diparkir di sisi kiri jalan.

"Yaelah, tadi jalannya serem karena ada uler. Sekarang disini jalannya malah makin mistis karena ada Angker," gerutu Najelina.

"Oh, iya, iya. Gue ngerti sekarang. Pasti preman yang dimaksud Jaka itu si Ang. Gue harus hati-hati!"

Najelina berdo'a terlebih dahulu sebelum mulai berjalan.

Najelina kemudian berjalan cepat di sisi kanan jalan. Wajahnya ia tutup dengan buku agar Ang tidak melihatnya.

"Segitunya kalau ketemu gue. Kebelet BAB ya?" canda Ang saat melihat Najelina berjalan cepat di sampingnya.

Najelina tidak memperdulikan ucapan Ang. Ia terus berjalan cepat ke depan. Dan Najelina tidak menyadari bahwa kertas biru yang dibawanya jatuh tepat di samping Ang.

Ang kemudian turun dari atas motornya lalu mengambil kertas tersebut.

"Kalau buang sampah, jangan sembarangan. Mencemari lingkungan tau nggak sih."

Ang berpura-pura akan membuang kertas itu ke tempat sampah.

Sadar bahwa kertas yang dibawanya tidak ada di tangan, Najelina kemudian cepat-cepat mengarahkan pandangannya ke belakang.

Najelina kemudian berjalan cepat mendekati Ang.

"Ini bukan sampah! Ini barang berharga gue!" ucap Najelina seraya mengambil paksa kertas tersebut dari tangan Ang.

"Cuma kertas aja barang berharga."

"Lo nggak akan pernah tau! Kertas ini sangat berarti di hidup gue! Kertas ini ada sejarahnya! Lo nggak akan pernah tau!"

"Ada sejarahnya? Em, kalau matematika, ada nggak?" goda Ang.

Najelina menghentakkan kakinya kesal lalu cepat-cepat membalikkan badan dan kembali berjalan menjauhi Ang.

Ang menahan tawanya.

"Yes! Gue berarti di hidup Najelina!"

Ang sangat senang. Ia tersenyum kegirangan.
Ang kemudian membalikkan badannya dan berjalan menjauhi tempat tersebut. Ang kemudian menepuk jidat. Ia baru sadar bahwa motornya lupa dibawa pulang.

***

Sore harinya, Ang berada di depan rumahnya. Ia bersama sang nenek sedang memasukkan botol-botol bekas ke dalam karung. Ang kemudian mengangkat dua karung yang berisi botol bekas itu ke atas boncengan sepeda ontel. Lalu diikat dengan tali agar tidak jatuh.

"Jaka ke pabrik dulu ya, Nek," pamit Ang seraya beranjak naik sepeda ontel.

"Iya, Nak. Hati-hati," pesan sang nenek.

Ang kemudian mengayuh sepedanya menuju ke pabrik pengolahan barang bekas.

***

Di dalam pabrik, Ang mengantri bersama puluhan orang yang akan menyetorkan barang bekasnya. Ang berdiri di samping karungnya nenunggu giliran karungnya ditimbang.

Di samping Ang, ada Fariz kakak Najelina yang berdiri menyaksikan proses penimbangan barang bekas tersebut. Fariz berdiri dengan tangan sendekap, mengenakan jas dan memakai kacamata hitam. Dan ternyata, pabrik pengolahan barang bekas itu adalah pabrik milik keluarga Najelina. Dan Fariz kakak Najelina adalah pemimpinnya.

Ang tidak pernah tahu bahwa Fariz pemilik pabrik itu adalah kakak Najelina. Dan Fariz juga tidak pernah tahu bahwa lelaki yang mengirimi surat kepada adiknya adalah Jaka, cucu seorang pemulung yang setiap hari menyetorkan barang bekas ke pabriknya.

***

Selanjutnya akan ada pertemuan Jaka dan Najelina di Cafe Amanda.

Ssstt, ayo di intip gaes!
👇

NAJELINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang