Bab 40 Adu mulut

59 23 1
                                    

💙

Plak!

Tirta menampar anak gadisnya yang baru saja pulang kuliah itu.
Najelina kaget dan kebingungan kenapa papanya tega menamparnya.

"Mas, kasihan Najelina, Mas. Tolong maafkan kesalahan dia, Mas," ucap Safira seraya memeluk Najelina.

Najelina berkaca-kaca. "Apa maksud Papa? Kenapa Papa menampar Najelina?"

"Ini hukuman buat kamu yang nggak mau nurut sama orang tua!" bentak Tirta.

"Maksud Papa apa? Nggak nurut apa? Ma, kenapa Papa, Ma?" Najelina menangis.

"Mas, maafin Najelina, Mas," mohon sang istri.

"Diam kamu Safira! Ini urusan aku sama anak yang berani ngelawan perintah orang tua ini! Sudah berapa kali Papa bilang, JAUHI ANGGARA!"

"Tapi Pa---"

"Tapi apa! Hah! Cinta? Kamu udah dipengaruhi sama cinta anak nggak tau diri itu, Najelina! Buka mata kamu. Kamu pinter dikit dong Najelina, kamu itu udah dimanfaatin sama anak kurang ajar itu!"

"Dimanfaatin apa, Pa? Anggara nggak pernah manfaatin Najelina. Dia baik Pa sama Najelina."

"Berhenti kamu bilang dia baik! Kalau dia baik, dia nggak mungkin nyuruh kamu bayar semua biaya kuliah dia! Kamu jangan bodoh Najelina, dia cuma manfaatin uang kamu saja!"

Najelina semakin terkejut. "Bayar kuliah? Papa kata siapa?"

"Pak Bambang! Pak Bambang bilang sendiri ke Papa, kalau kamu ngeluarin uang 10 juta untuk biaya kuliah Anggara! Ingat Najelina, itu uang siapa? Hah! Itu uang Papa! Mentang-mentang uang itu sudah hak kamu, kamu bisa gunain uang itu seenaknya saja! Nggak bisa! Papa nggak sudi uang Papa digunakan untuk lelaki nggak tau diri itu! Papa nggak sudi!"

"Tapi Pa, itu keinginan Najelina sendiri untuk bantuin Anggara. Anggara nggak pernah nyuruh Najelina untuk ngeluarin uang sepeser pun buat dia, Pa. Anggara nggak pernah manfaatin Najelina. Itu murni keinginan Najelina sendiri. Najelina ingin bantuin Anggara, Pa. Tolong jangan salahin Anggara, Pa," ucapnya menangis.

"Berhenti kamu belain lelaki nggak punya masa depan itu! Dia cuma bisa nyusahin orang lain, nggak bisa usaha sendiri buat hidupnya! Sadar kamu Najelina, dia itu manfaatin kamu. Lelaki seperti dia, nggak punya tanggung jawabnya. Belum menikah saja, kamu yang keluar duit apalagi sudah menikah. Bisa-bisa kamu yang banting tulang cari uang buat keluarga dia."

"Nggak Pa. Anggara nggak seperti itu. Anggara itu pekerja keras Pa, dia sangat tanggung jawab sama keluarganya. Papa harus percaya, Anggara itu calon orang yang sukses, Pa. Dia pintar dan pekerja keras. Cuma dia ada kendala sedikit di biaya kuliahnya karena dia juga butuh biaya untuk keluarganya, Pa. Dan Najelina cuma pengen bantu sedikit aja Pa untuk biayanya. Papa harus melihat sukses tidaknya Anggara itu dari kemampuan yang dia punya, untuk mencapai nilai kuliah yang bagus, Pa. Dan lihat dari kerja kerasnya untuk melangkah. Papa jangan melihat sukses tidaknya Anggara dari latar belakangnya yang dari keluarga miskin. Semua orang bisa sukses Pa walapun dari keluarga yang tidak punya. Yang penting itu usahanya. Papa tunggu saja sampai Anggara lulus kuliah. Papa nanti bisa lihat kemampuan yang dimiliki Anggara itu bagaimana. Najelina yakin, pasti Papa mengagumi kemampuan Anggara, Pa."

"Tidak! Papa tidak pernah yakin dengan kesuksesan Anggara. Dia nggak akan bisa mencapai itu semua karena dia sudah dikeluarkan dari kampus. Meskipun dia sekarang masih kuliah pun, Papa nggak yakin dia bisa sukses."

"Apa? Anggara dikeluarkan dari kampus? Kenapa? Salah dia apa?"

"Salahnya itu, dia sudah memanfaatkan kamu untuk membiayai kuliahnya. Dia nggak mampu bayar kuliahnya sendiri. Papa yang minta, agar Anggara dikeluarkan dari kampus itu."

"Papa jahat! Papa jangan seenaknya ngeluarin Anggara gitu dong. Dengan alasan yang tidak masuk akal itu, Papa tega memberhentikan perjuangan Anggara untuk mencapai impiannya. Anggara sudah berjuang hampir 4 tahun Pa untuk kuliah, sekarang Papa hentikan cuma karena Najelina sudah ngasih uang 10 juta buat bantuin biaya kuliah Anggara?" Najelina geleng-geleng kepala tidak habis fikir dengan kelakuan papanya.

"Iya! Dan 10 juta itu uang Papa, Najelina! Papa nggak sudi uang Papa jatuh ke tangan anak miskin itu!"

Najelina geleng-geleng kepala. "Papa tega! Cuma karena uang 10 juta yang mudah Papa dapatkan, Papa jadi sejahat ini. Lagipula, uang 10 juta itu kecil bagi Papa. Dengan penghasilan ratusan juta setiap hari, kenapa Papa masih masalahin uang 10 juta yang dipake untuk bantuin orang lain? Papa nggak akan rugi! Papa masih punya banyak uang. Papa tinggal masuk ke kantor aja, Papa udah disamperin uang. Papa punya banyak uang, Pa. Kalau Papa masih masalahin uang 10 juta yang digunain untuk bantuin orang yang lagi kesusahan, itu namanya Papa gila harta! Yang dipikirin cuma uang, uang dan uang aja! Nggak punya rasa belas kasihan!"

Plak!

Tirta menampar Najelina untuk yang ke dua kalinya.

"Ah!" Najelina kesakitan. Air matanya menggenang lalu mengalir membasahi pipinya.

"Mas, jangan sakiti anak kita, Mas. Kasihan dia," tangis Safira.

"Berani kamu bilang Papa gila harta! Hah! Siapa yang ngajarin kamu! Semakin kamu berhubungan dengan anak itu, kamu semakin berani ngelawan Papa!"

Tirta mendekati Najelina dan jarinya menunjuk-nunjuk ke wajah anak gadisnya itu. "Kamu bilang, Papa nggak punya belas kasihan? Memang iya! Papa nggak punya belas kasihan. Papa nggak punya belas kasihan cuma sama anak itu! Anak yang sudah berani manfaatin uang kamu! Ingat ya Najelina, Papa nggak pernah rela uang Papa buat dia. Sekarang kamu PERGI! Cari uang buat balikin uang Papa yang sudah kamu keluarkan untuk anak itu! PERGI kamu sekarang!" Tirta naik pitam dan jarinya menujuk ke pintu keluar.

"Mas, Mas jangan gitu. Ikhlaskan saja uang itu Mas. Jangan suruh Najelina untuk cari uang buat balikin uang itu. Kasihan Mas, Najelina. Dia belum bisa cari uang sendiri."

"Biarin! Aku nggak peduli! Biar dia tau rasanya cari uang, biar nggak seenaknya saja buang-buang uang sembarangan!"

Najelina sangat kecewa. Ia pun berlari keluar seraya terus mengusap air matanya yang mengalir tanpa henti itu.

"NAJELINA! JANGAN PERGI, NAK!" Safira mengikuti Najielina.

Bruak!

Tirta menutup pintu dengan keras untuk menghalangi Safira mengejar anak perempuannya itu.

***

Hufft, gimana nih, kalian ikut terbawa emosi nggak?

Hembuskan nafas dalam-dalam dulu ya biar agak lega.

Kalau udah lega ayo Gas ke bawah. Ikuti kemana Najelina akan pergi!

👇

NAJELINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang