Bab 27 Tamparan

70 24 0
                                    

💙

"Oh, jadi dia yang namanya Anggara? Pacar kamu? Pantesan aja pacaran modal kertas. Kertas hasil pungutan sampah!" cela Fariz seraya terus memegang erat tangan Najelina agar tidak mengikuti Anggara.

"Lepasin!" Najelina mencoba melepaskan pegangan tangan kakaknya.

Tirta papa Najelina kemudian mendekati Najelina. "Bener-bener ya kamu, Najelina. Bikin malu keluarga. Pacaran sama anak pemulung. Mau ditaruh di mana muka Papa di depan rekan bisnis Papa kalau tau Papa punya calon mantu anak pemulung. Mulai sekarang tinggalin lelaki yang namanya Anggara itu!" pinta sang papa.

"Nggak Pa! Najelina nggak akan ninggalin Anggara! Najelina cinta sama Anggara, Pa!" ucapnya dengan tangis sesenggukan.

"Kamu cuma cinta sesaat, Naj! Kamu fikirin masa depan kamu! Kamu akan menderita hidup sama dia! Dia nggak akan bisa bahagiain kamu!" sentak Fariz.

"Aku bahagia sama Anggara, Kak! Dia bisa bahagiain aku! Aku nggak peduli dia miskin atau kaya! Dia baik, Kak! Aku cinta sama dia! Dia juga cinta sama aku!"

"Cinta? Hari gini kamu cuma memandang seseorang dari cinta? Cari pasangan itu, lihat dari segi materinya, Najelina! Dia miskin! Nggak akan bisa bahagiain kamu! Cari pasangan itu kayak Afan! Dia dari keluarga kaya! Lebih bisa bahagian kamu!" Fariz semakin kesal dengan adiknya.

"Oh, seperti itu? Kakak menilai seseorang dari hartanya? Cari pasangan harus melihat dari segi kekayaannya? Berarti, DIA MONICA, calon istri Kakak, cuma melihat Kakak dari segi harta Kakak saja. Dia cuma menginginkan harta Kakak saja! Tanpa rasa CINTA!"

PLAK!

Fariz menampar keras pipi adiknya sendiri. Emosinya semakin memuncak. Fariz menatap tajam Najelina.

"JAGA MULUT KAMU YA! Sekali lagi kamu menghina Kakak ipar kamu! Kakak nggak segan-segan menampar pipi kamu lebih keras lagi!" ancam Fariz seraya menunjuk-nunjuk muka Najelina.

Najelina terus menangis seraya memegang pipinya. Safira pun memeluk Najelina. "Fariz, jangan kasar sama adik kamu sendiri. Kita bicarakan masalah ini baik-baik saja," terang sang mama seraya mengelus rambut Najelina.

"Mulutnya nggak bisa dijaga, Ma! Sudah pasti semua itu ajaran anak nggak tau diri itu!"

Monica yang saat itu berdiri menyaksikan pertengkaran Fariz, ia hanya diam saja. Mungkin ia merasa dengan apa yang dikatakan Najelina bahwa ia hanya cinta dengan harta Fariz saja.

Najelina kemudian melepas pelukan sang mama. Ia ingin pergi meninggalkan pertengkaran itu. Ia berlari menjauh seraya mengusap air matanya.

"Selangkah lagi kamu maju ke depan untuk menemui Anggara, kamu akan Papa kunci di dalam kamar seterusnya!" ancam Tirta.

Namun, Najelina tidak memperdulikan ancaman papanya. Ia kembali melangkah ke depan.

"PAK ARDI! Cepat bawa masuk Najelina ke dalam mobil! Bawa dia pulang dan kunci dia di dalam kamar!" pinta Tirta kepada Ardi, supir pribadinya.

"Baik, Pak!" Ardi kemudian memegang erat tangan Najelina dan mengajaknya masuk ke dalam mobil.

"Nggak mau! Lepasin!" Najelina mencoba berontak.

"Dan kamu Najelina! Jauhi anak nggak punya masa depan itu! Dan persiapkan diri kamu, minggu depan kamu harus menikah dengan Afan!" teriak Tirta kepada Najelina yang hendak masuk ke dalammobil.

"Nggak mau! Najelina nggak mau nikah sama Afan! Najelina cuma mau nikah sama Anggara!"

"Pak Ardi! Cepat bawa dia pulang! Bikin malu keluarga aja!" ucap Tirta kesal.

"Paa, jangan gitu. Kasihan Najelina," pinta Safira mendekati suaminya.

"Biarin. Itu pelajaran buat dia. Berani ngebantah orang tua," jawabnya.

Di dalam satu keluarga itu, hanya Safira lah yang berpihak pada Najelina. Tapi dia tidak bisa apa-apa karena suami dan anak lelakinya berwatak keras.

Supir pripadi Tirta berhasil membawa Najelina pulang.

***

Sesampainya di rumah, Pak Ardi terus memegang erat pergelangan tangan Najelina seraya berjalan cepat menuju kamar Najelina.

"Lepasin! Pak Ardi lepasin! Pak Ardi nggak kasihan sama Najelina?" ucap Najelina kesal seraya terus mencoba berontak.

"Maaf Non Najelina, ini perintah dari Pak Tirta. Pak Ardi tidak bisa membantah," sambil menaiki anak tangga.

"Lepasin, Pak! Najelina mau pergi aja dari rumah! Najelina nggak mau pulang! Semua orang di sini nggak bisa ngertiin perasaan Najelina, Pak!"

"Sabar aja ya Non."

Najelina kemudian masuk ke dalam kamarnya dan Pak Ardi memguncinya dari luar.

Brak brak

Najelina memukul-mukul pintu mencoba untuk keluar dari kamarnya.

"Pak! Buka pintunya Pak!" sambil menangis sesenggukan.

Pak Ardi tidak memperdulikan teriakan Najelina. Ia kembali ke Cafe Sabrina untuk menemui Tirta.

***

Najelina kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan handphonenya mencoba menghubungi Anggara.

Tut... tut...
Nomor yang Anda tuju, sedang tidak aktif.

Najelina berkali-kali menghubungi Ang namun tidak ada jawaban.

"Kamu kemana Ang. Ayo angkat telponnya. Aku mau ngomong sama kamu. Aku tau kamu pasti sakit hati. Jangan tinggalin aku, Ang. Aku harap kamu tetep cinta sama aku. Aku nggak mau pisah sama kamu. Aku cinta sama kamu, Ang."

Najelina gelisah seraya terus mengubungi Ang.

***

Beberapa jam kemudian, kelurga Najelina pulang. Mereka langsung membuka pintu kamar Najelina.

"Pa, restuin hubungan aku dengan Anggara, Pa. Aku cinta sama dia, Pa. Aku bahagia sama dia. Aku nggak mau nikah sama Afan Pa," Najelina menggengam erat tangan papanya.

***

Aduh! Bakal ada adu mulut apaan lagi nih.

Kita intip yuk pertengkaran mereka lagi dari balik kaca jendela. 😂

👇

NAJELINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang