Bab 36 Semangat

54 22 0
                                    

💙

Malam hari ini, Ang, Anrez dan Rian nongkrong di depan cafe. Mereka ngopi bersama seraya menikmati kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.

Suit suit!

Rian bersiul menggoda dua wanita cantik yang berjalan di tepi jalan. Kedua temannya juga memperhatikan dua wanita itu.

"Samperin kali, jangan cuma disiulin aja. Lo pikir dia burung kakak tua? Haha," ledek Anrez dan Ang pun tertawa.

"Lo tau nggak sih kalau bersiul di depan burung kan biasanya burung bakal nyamperin. Siapa tau nanti tuh cewek juga bakal nyamperin gue, hahaha."

"Iya, sendalnya yang nyamperin lo bukan orangnya!" sahut Ang.

"Maksud lo, gue bakal dilempar sendal gitu? Ya nggak lah. Yang ada mereka bakal ngelempar senyuman buat gue. Terpesona gitu sama kegantengan gue, ahai," Rian mengelus rambutnya menunjukkan pesona inner beauty dari dalam dirinya.

"Ngaku ganteng kok seminggu sekali putus sama cewek. Cewek lo nggak betah kali, sama kegantengan lo. Terlalu eneg! Hahaha," ledek Anrez.

"Hahaha iya. Alasan cewek-cewek mutusin lo itu karena mereka baru tau kalau muka lo putih itu karena pake bedak, haha," canda Ang.

"Njir. Enak aja! Muka gue putih ini, asli coy!" sambil mengelus pipinya sendiri.

"Iya, iya, muka lo putih. Bahkan di saat mati lampu pun, muka lo tetep putih, hahaha!" ledek Anrez.

"Enak aja, lo pikir gue setan apa? Muka tetep putih pas mati lampu."

"Hahaha, makanya, jangan ngaku putih kalau pas mati lampu muka lo masih gelap, hahaha!"

Anrez dan Ang tertawa terbahak-bahak.

"GILA LO!"

***

Kringg

Handphone Anrez berbunyi dan Anrez pun mengangkatnya.

"Iya, Pak. Iya besok saya datang ke kantor. Terima kasih, Pak!" ucap Anrez kepada lawan bicaranya di telepon. Ia kemudian menutupnya.

"Siapa, Rez?" tanya Ang.

"HRD. Gue besok interview."

"Lo mau kerja di mana?" sahut Rian.

"Lo mau kerja kantoran, Rez? Di perusahaan mana? Gue ikut dong." Ang serius menatap Anrez.

"Iya gue kerja di dalam kantor, Ang. Lo mau ikut nggak apa-apa kok."

"Serius lo? Jadi apa lo di kantor?"

"Jadi pengantar kopi. Hahaha. Gue ngelamar kerja jadi OB, Ang. Dan besok gue interview!"

Ang menghela nafas. Kirain jadi bos ternyata jadi bis. Bis pengantar kopi.

"Kirain kerja pake jas ternyata pake celemek. Tapi nggak apa-apa sih, gue seneng lo bakal diterima kerja. Meskipun jadi OB yang penting duitnya halal Men," terang Ang.

"Do'ain ya semoga gue diterima."

"AMIN!" tegas Rian.

"Oh ya, Ang. Lo kemarin katanya nyoba magang jadi manajer, gimana?" tanya Rian.

"Ya pengennya sih bisa magang jadi manajer biar keluarga Najelina percaya kalau gue punya masa depan bagus. Tapi gimana lagi, guenya belum lulus kuliah. Setelah lulus pun belum tentu gue jadi manager. Impian gue ketinggian."

"Lo jangan gitu, setiap usaha pasti ada hasilnya. Lo sabar aja tunggu sampai lo lulus. Siapa tau impian lo bakal tercapai kalau lo kerja keras. Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini kalau lo terus berusaha," Anrez semangat.

"Tapi menurut lo, gue mungkin nggak? Bisa meluluhkan hati keluarga Najelina?"

"Menurut gue sih, bisa. Soalnya Najelina cinta banget sama lo. Masa sih keluarganya nggak bisa luluh sama cinta anaknya," kata Rian.

"Tapi lo jangan mikirin mungkin nggak mungkinnya, Ang. Yang lo pikirin itu usaha lo. Lo tetep harus usaha semaksimal mungkin," sahut Anrez.

"Gue bingung mau usaha apa lagi. Gue berlutut pun mereka masih nggak mau nerima gue. Salah satu cara biar gue bisa diterima di keluarga Najelina kalau gue punya uang banyak terus bisa beli mobil. Boro-boro beli mobil. Uang semester satu juta aja belum bisa gue bayar. Ditagih terus sama Pak Bambang."

"Katanya lo udah punya uang buat bayar semester?"

"Kepake Rez tadi pagi buat bayar kontrakan. Dan Pak Bambang ngasih gue tenggang waktu cuma sampai lusa. Gimana gue dapet uang sejuta dalam waktu secepat itu?"

"Cuma sampai lusa? Berarti lo harus cari kerja yang gajinya harian, Ang;" pinta Anrez.

"Meskipun ada kerjaan yang gajinya harian, nggak mungkin bisa ngumpulin uang satu juta dalam waktu dua hari. Gimana nih. Gue harus bisa bayar uang semester itu. Gue nggak mau berhenti kuliah. Kalau gue berhenti kuliah, keluarga Najelina pasti bakal memandang gue lebih rendah lagi. Gue harus buktikan ke mereka kalau gue bisa sukses. Tapi gimana dapet uang secepatnya buat bayar semester? Pusing gue!" keluhnya seraya menunduk menopang kepalanya.

"Gue punya ide bagus biar lo bisa dapet uang banyak secepatnya!" celetuk Rian.

"Gimana caranya?" tanya Ang dan Anrez serempak.

"Jadi pengedar," cetus Rian.

"Parah lo! Gila! Ternyata pikiran lo ciut banget. Wah, wah ternyata teman kita ada yang kriminal. Wah, bener-bener," Anrez geleng-geleng kepala.

"Parah lo, Yan. Gue nggak seputus asa gitu juga kali," sahut Ang.

Rian hanya bisa menganga mendengarkan kedua temannya yang saling menyalahkan dirinya itu. Rian merasa dalam hatinya. Apa apaan ini!

"Lo nyuruh Ang buat jadi pengedar narkoba, jangan-jangan lo sendiri bandarnya ya?" tanya Anrez seraya mendekatkan mukanya ke arah Rian.

"Ngaku aja lo, Yan. Lo punya stoknya, kan?" Ang juga mendekatkan mukanya ke Rian.

Prak!

Rian menggebrak meja. "Apa apaan sih lo berdua! Pemikiran lo berdua tuh yang parah. Gue belum selesai ngomong, anjir. Main nuduh aja. Siapa juga yang nyuruh Ang jadi pengedar narkoba!"

"Lah terus?" Ang dan Anrez serempak penasaran.

"Dengerin baik-baik ya inces-incesku sayang. Gue nyaranin lo, Ang, buat jadi pengedar brosur pencucian mobil lo. Lo kasih tuh brosur ke  pemilik mobil mewah. Menurut informasi yang ada, kalau lo nyuciin mobil mewah milik sultan, lo dapet uang Tip langsung, Men."

"Ide lo bagus juga, Men," puji Anrez.

Ang kemudian tersenyum mengangguk-angguk penuh rencana.

***

Wah ide Rian bagus juga yaaa.

Ang bakal bisa berhasil dapat uang Tip dari sultan nggak yaa...

Yuk intip usaha Ang..
Gas poll, Men!
👇

NAJELINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang