Bab 30 Sabar

67 25 0
                                    

💙

Saat ini, Ang duduk manis di ruang tamu menunggu Fariz turun dari lantai atas. Keadaan rumah tampak sepi karena orang tua Najelina sibuk mengurus perusahaannya.

"Tunggu sebentar ya Ang. Nanti Kak Fariz turun. Udah dipanggil Bi Ratmi tadi. Yang sabar ya," pinta Najelina tersenyum seraya duduk di samping Ang. Lalu Ang meremas pelan telapak tangan Najelina mengisyaratkan agar Najelina terus mendukungnya.

Beberapa menit kemudian terdengar hentakan sepatu yang berjalan menuruni anak tangga. Fariz turun dari lantai atas sambil berbicara dengan seseorang lewat telepon.

"Okay. all can be arranged. just leave it all to my employees."

"OK, thanks, see you at the office."

Fariz menutup panggilan teleponnya saat berada di anak tangga paling bawah.

Fariz kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Ang. "Kamu? Sejak kapan kamu berada di sini?"

Ang kemudian berdiri dan mendekati Fariz. Ang mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan Fariz. Namun diacuhkan oleh Fariz dan pelan-pelan Ang menurunkan tangannya. Ang harus lebih sabar lagi. Ang berfikir positif, saat ini memang Fariz tidak ingin menyentuh tangannya tapi suatu saat Ang yakin pasti Fariz akan menyentuh tangan Ang dan disatukan dengan tangan Najelina.

"Najelina, sejak kapan juga kamu bisa bersama cowok ini? Jangan-jangan kamu kabur dari kamar dan menemui cowok ini?"

Najelina kemudian mendekati Fariz. "Iya Kak. Najelina ingin menemui Anggara dan mengajaknya ke sini."

Fariz mendecak kesal.

"Pak Fariz, kedatangan saya kesini un---"

"Saya peringatkan ya kepada kamu. Minggu depan Najelina akan menikah dengan Afan, teman saya sendiri. Perlengkapan pernikahan, catering, WO, dan gedung sudah saya persiapkan," tegas Fariz.

Fariz menoleh ke arah Najelina.

"Dan kamu Najelina, kamu tinggal fitting baju bersama Afan di butik Anjelia sekitar tiga hari lagi."

"Tapi Kak. Najelina nggak mau nikah sama Afan. Najelina nggak cinta sama Afan, Kak."

"Najelina cintanya sama saya, Pak!" sahut Ang.

"PD sekali kamu!" sentak Fariz kepada Ang.

"Kakak nggak bisa mengambil keputusan itu sendiri. Najelina Kak di sini yang menjalani. Harusnya semua keputusan ada di tangan Najelina."

"Ini sudah keputusan bersama. Papa, Mama dan keluarga Afan sudah menyetujuinya. Kamu nggak bisa menolak, Naj. Kakak jamin kamu akan bahagia hidup bersama Afan. Apa yang kamu inginkan bisa kamu raih!"

Najelina menggelengkan kepala.

"Pak! Tolong jangan paksa Najelina untuk menikah dengan Afan. Saya sangat mencintai Najelina, Pak. Saya ingin menikahinya dan saya berjanji akan membahagiakan Najelina, Pak."

"Siapa nama kamu? Anggara ya? Denger ya Anggara, lebih baik kamu jauhin Najelina. Kamu nggak akan mampu menghidupi Najelina. Dia hidupnya mewah, barang-barangnya branded dan import dari luar negeri. Saya sudah berbaik hati ya sama kamu, lebih baik kamu jauhi Najelina agar dia tidak menyusahkan hidup kamu."

"Nggak kak. Najelina nggak seperti itu. Najelina akan menerima Anggara apa adanya Kak. Hidup seperti apapun akan Najelina jalani asal bersama Anggara, Kak," sahut Najelina.

Fariz tersenyum mengejek. "Kamu bisa berbicara seperti itu karena kamu belum merasakan, Najelina. Setelah kamu merasakan, ucapan kamu akan berbeda lagi."

"Nggak Kak. Najelina akan bahagia hidup bersama Anggara. Kakak percaya sama Najelina," kekeh Najelina seraya terus memegang tangan Fariz.

Ang berlutut di hadapan Fariz. "Pak, beri saya kesempatan untuk membuktikan bahwa saya mampu membahagiakan Najelina, Pak. Restui hubungan kami dan tolong Pak, jangan paksa Najelina untuk menikah dengan Afan," mohon Anggara.

"Sudah. Saya nggak mau membahas masalah ini lama-lama. Nggak penting buat saya. Mending kamu pulang. Jangan banyak-banyak berharap di sini. Lebih baik kamu banyak-banyak ngumpulin barang bekas untuk pabrik saya."

Fariz melihat jam tangannya. "Sekarang waktunya saya ke kantor. Masih banyak urusan saya yang lebih penting dari ini."

Fariz kemudian berbalik badan dan hendak menaiki anak tangga.

Ang kemudian berdiri. "Tapi, Pak. Saya---"

"BI RATMI!" teriak Fariz memanggil pembantu rumah tangganya.

"Iya, Den," sahut Ratmi dari ruang tengah dan berjalan cepat menghampiri Fariz.

"Saya ingin mengambil tas ke lantai atas. Dan pastikan saat saya turun, cowok ini sudah tidak ada di sini," tunjuk jari Fariz ke arah Ang.

"Baik, Den."

Fariz kemudian melanjutkan langkahnya ke atas.

"Ayo Mas, sampeyan pulang saja. Daripada sampeyan tidak dianggap di sini," pinta Ratmi dengan logat jawanya.

"Tapi Bi, Anggara ini calon suami Najelina. Biarkan dia istirahat sebentar di sini. Ajak Anggara ke ruang tengah aja, Bi," pinta Najelina.

"Nggak usah, Jel. Terima kasih, aku pulang aja. Kamu baik-baik ya," pesan Anggara sambil melangkah ke pintu keluar.

Najelina mengikuti Anggara. Ia meraih telapak tangan Ang lalu menatap wajah Ang penuh harap. "Tapi kamu tetep mau berjuang kan buat aku? Kamu masih cinta kan sama aku?"

Lalu kedua tangan Ang memegang erat telapak tangan Najelina. "Aku akan selalu berjuang untuk kamu. Sampai ragaku ini tidak lagi ada di dunia. Aku mencintaimu sampai mati, Jel."

Najelina tersenyum dan matanya berkaca-kaca.

Lalu terdengar langkah kaki dari lantai atas.

"Ayo Mas kita keluar sebelum Den Fariz lihat Mas masih ada disini. Nanti Bibi dimarahin," ajak Bi Ratmi.

"Iya Bi. Jel aku pulang dulu ya. Kamu nggak usah khawatir, ragaku pulang tapi hatiku masih menetap di sini di dekat kamu," Ang tersenyum meninggalkan kata gombal sedikit sebelum keluar.

Najelina tersipu malu. "Kamu bisa aja."

Kemudian Fariz melangkah ke anak tangga dan Anggara langsung melarikan diri.

"Bi Ratmi. Saya berangkat ke kantor. Tolong jaga Najelina. Jangan biarkan dia keluar rumah kecuali kuliah," perintah Fariz.

Najelina mendecak sebal lalu berjalan cepat ke lantai atas.

***

Ikuti terus ya kisah cinta Ang & Jeli.
Dijamin seru dan menyentuh hati.

Gas teros Readers!
Lanjot ke bawah 👇

NAJELINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang