Bab 20 Keceplosan

87 31 0
                                    

💙

Beberapa menit kemudian, semua mahasiswa semester 7 berkumpul di tengah lapangan. Mereka semua berbaris rapi dan Najelina tampak berdiri di barisan depan bersama kedua sahabatnya. Sedangkan Ang juga berdiri di barisan depan namun lumayan jauh dari Najelina. Terlihat Pak Bambang salah satu dosen Universitas Dharmawangsa itu, tampak memberikan informasi penting. Di saat Pak Bambang berpidato di depan mahasiswanya, Ang dan Najelina tampak saling memperhatikan dengan senyuman.

"Ingat ya, besok di jam 10 lebih 15 menit ada acara Seminar Proposal yang wajib kalian ikuti. Kalian siap?" seru Pak Bambang kepada semua mahasiswanya dengan mata menyorot ke semua barisan.

"Siap, Pak!" jawab mahasiswa serempak.

Namun, Ang dan Najelina masih terus pandang memandang sedari tadi. Kedua makhluk hidup cengar-cengir itu tidak menjawab seruan dari Pak Bambang. Hal itu diketahui Pak Bambang saat matanya mengarah ke Najelina.

"Najelina!" panggil Pak Bambang.

Najelina kemudian mengarahkan pandangannya ke depan dengan cepat. "Iya, Pak?"

"Bapak mau tanya sama kamu! Ada acara apa di jam 10 lebih 15 menit?" tanya sang dosen berkumis tebal itu.

"DI JAM 10 LEBIH 15 MENIT, SAYA NEMBAK ANGGARA, PAK!" teriak Najelina lalu membungkam mulutnya sendiri. Ia melirik kanan kiri sadar bahwa ucapan yang keluar dari mulutnya itu didengar semua mahasiswa.

"Hahaha," semua mahasiswa tertawa mendengar ucapan Najelina.

Alvi dan Sandra menahan tawa.

"Najelina di jam 10 lebih 15 menit nembak Anggara. Kalau gue, di jam 10 lebih 15 menit lagi sibuk goreng rempeyek!" ucap Sandra lirih kepada Alvi yang tak berhenti menahan tawa itu.

"Kalau gue, di jam 10 lebih 15 menit lagi sibuk nyari kutu rambut Mama gue, hahaha," Alvi tertawa kecil.

"ANG! PAJAK JADIAN, ANG!" teriak salah satu mahasiswa di belakang menyeru Anggara.

"Iya, Ang. Traktiran! Traktiran!" teriak teman yang lainnya.

"Traktiran, Ang!"

Semua mahasiswa di barisan depan sampai belakang menyeru Anggara seraya bersiul untuk menggoda hubungan mereka.

Ang tampak kebingungan menanggapi teman-temannya yang mendesak traktiran itu. Ang hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Pak Bambang terlihat kebingungan memberhentakan kegaduhan mahasiswanya itu.

"Stop! Stop! Diam! Minta traktirannya nanti saja!" teriak Pak Bambang.

"Najelina, apa benar kamu yang nembak Anggara duluan?" tanya Pak Bambang yang ternyata juga kepo dengan hubungan mereka berdua.

Najelina hanya bisa nyengir di depan dosennya itu.

"Nggak, Pak! Saya yang nembak Najelina duluan. Dia cuma bercanda," sahut Ang.

***

Sore harinya, Fariz kakak Najelina sedang berada di dalam ruangan direktur yang letaknya di lantai dua. Kantor tersebut berada tepat di samping pabrik kerajinan barang bekas miliknya.

Fariz saat itu terlihat sedang menggenggam ponsel di telinganya. Ia sedang berbicara dengan seseorang di dalam telepon.

"Okay Mr. Mario, I thank you for the investment that you will give to my company. I'm so glad you helped advance my business. And now I will meet you in your office."

"Thank you Fariz. I'm waiting for your arrival."

"OK!"

Fariz kemudian menutup teleponnya. Ia sangat senang, Mr. Mario pengusaha kaya asal Canada yang mempunyai perusahaan tekstil di Jakarta, memberikan modal untuk perusahaan Fariz. Itu adalah peluang Fariz untuk memajukan usahanya. Dimana Mr. Mario sangat handal dalam urusan bisnis.

"Akhirnya, seorang Mario Robert pengusaha ternama di Jakarta akan menanamkan modal untuk pabrik gue. Ini peluang agar pabrik gue semakin maju dan bisa ekspor sampai ke luar negeri. Oke gue sekarang ke sana," ucap Fariz sambil memutarkan kursinya pelan lalu memakai kacamata hitam.

Fariz kemudian berdiri, merapikan jasnya sebentar lalu mengambil kunci mobil di mejanya.

Fariz menuruni tangga seraya bermain handphone. Banyak karyawan yang menyapanya namun tak ada balasan sama sekali.

Sesampainya di luar kantor, Fariz masuk ke dalam mobilnya. Saat melaju pelan mendekati aspal jalan raya, Ang melintas di depan mobil Fariz. Mengayuh pelan sepeda ontelnya sambil membawa dua karung barang bekas. Ang menyapa Fariz yang duduk di dalam mobil.

"Pak," sapa Ang tersenyum lebar di samping mobil Fariz.

Fariz tersenyum singkat dengan tatapan lurus ke depan tanpa menoleh siapa seseorang yang menyapanya saat itu. Fariz memang dikenal sebagai bos yang cuek dan dingin.

Walaupun diacuhkan, Ang tetap tak melepaskan senyumannya. Ia terus saja melebarkan senyum seraya mengayuh sepeda menuju gudang penimbangan barang bekas. Ia tersenyum mungkin karena hidupnya sekarang lebih berwarna karena ada Najelina di hatinya.

***

Beberapa menit kemudian, Fariz membelokkan mobilnya ke arah gerbang rumahnya. Namun, ia bertanya-tanya saat melihat adik semata wayangnya senyum-senyum kegirangan setelah membaca surat biru yang diselipkan di pagar besi. Sudah pasti itu surat dari Anggara.

Fariz yang berhenti di depan gerbang, terus memperhatikan tingkah adiknya. Fariz merasa aneh melihatnya. Ia berfikir, hanya selembar kertas berwarna biru saja bisa membuat adiknya senang. Itu tampak aneh.

Najelina kemudian masuk ke dalam mobilnya dan melaju ke jalanan.

"Ke mana tuh anak? Semakin lama semakin aneh tuh anak. Cuma baca surat aja kayak orang jatuh cinta. Lagipula siapa coba yang ngirim surat di gerbang tiap hari itu. Paling juga tukang ojek online langganan Bi Ratmi yang ngefans sama adik gue. Tapi, kalau Najelina jatuh cinta sama pengirim surat itu gimana? Jangan-jangan dia udah termakan rayuan gombal pengirim surat itu? Ini nggak bisa dibiarin! Gue harus bisa buat Najelina berhenti merespon surat itu. Gue pikirin nanti!"

Fariz kemudian memundurkan mobilnya lalu kembali melaju ke jalanan menuju kantor perusahaan Mario Robert.

***

"Hallo, Ang. Lo lagi di mana? Gue mau main ke rumah lo. Pengen ketemu Nenek," ucap Najelina di dalam mobil sambil menelpon Ang.

"Lo mau ke rumah gue? Sekarang?"

"Iya, gue udah di jalan nih."

"Ya udah kalau gitu. Gue jemput lo di jalan masuk kampung."

"Oke Sayangkuu."

"Hahaha."

"Kok ketawa? Semenjak kita pacaran, lo nggak pernah panggil gue sayang. Masak Jal, Jel, mulu!"

"Hahaha, apa sih pentingnya sebuah panggilan sayang? Yang romantis cuma di bibir saja. Yang penting kan tindakan. Tindakan akan otomatis mengucapkan aku sayang kamu, walaupun nggak bisa didengar tapi bisa dirasakan."

"Haha. Bisa aja lo keong racun. Tapi, gue pengen denger panggilan sayang dari lo, Aangg."

"Iya, iya Sayangkuuuu. Ketemu gue pites hidung elo."

Najelina menahan tawa.

***

Bakal dipites beneran nggak ya nih bocah!

Ikuti Jeli dari belakang yuk, ges, gesrek! 😂
👇

NAJELINA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang