42. Ar'Gatha

559 20 0
                                    

TYPO BERTEBARAN!!

~ ArGatha ~

HAPPY READING








Hari demi hari berlalu. Agatha kembali sekolah setelah satu minggu lamanya libur. Kali ini ia membawa mobil sebab Arga tidak memberikan kabar selama seminggu ini. Ia pikir pria itu sedang sibuk belajar untuk menghadapi ujian.

"Bunda, Ayah. Aku pamit, ya," ucapnya sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Gak sarapan dulu?" tanya Brama sambil melahap nasi gorengnya.

Agatha langsung menyabar sehelai roti lalu meminum susu yang sudah disiapkan oleh Bundanya. "Udah, ini aja."

Ia langsung berlari terburu-buru setelah menyalimi tangan kedua orang tuanya kecuali Al.

"Lo gak pamit sama gue!" teriak Alvaro tak terima diabaikan.

"Gak! Males," jawabnya.

Agatha membawa mobilnya keluar dari pekarangan kompleks tidak sabar ingin menemui Arga. ia sangat merindukan cowok itu. Disepanjang perjalanan ia terus mengusap-usap kalung pemberian Arga.

Mengingat kejadian pada malam itu, sebuah senyuman terlukis di wajahnya.

"Gak sabar banget deh," gumamnya girang.

...

Sesampainya di sekolah, ia melihat sekelilingnya dan beralih ke tempat di mana Arga sering memarkir motornya nampaknya pria itu belum datang.

"Lima menit lagi jam tujuh. Kok, dia belum dateng. Apa gak sekolah, ya?" gumamnya sambil melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya.

Agatha segera pergi menuju kelasnya. Sebentar lagi upacara bendera akan dimulai.

"Tumben gak diantar ayang," ledek Kia saat Agatha sudah duduk di samping Zeta

"Ayangnya gak ada kabar," jawabnya sambil mengambil topi di dalam tas.

"Tumben," celetuk Manda.

Agatha mengedikkan bahunya tak tahu.

"Eh, gue denger-denger kita mau kemping," cetus Kia.

"Dapet kabar dari mana lo?" tanya Lenda mengangkat sebelah alisnya.

"Apa, sih, yang gak Kia tau. Telinga gue, kan, pinter nguping," ucapnya sambil menunjukkan telingannya.

Lenda menganggukkan kepalanya. "Iya, deh, iya. Si ratu kepo."

"Khusus kelas dua belas kali, kan, mereka baru aja selesai ujian," tutur Zeta.

"Semuannya, nanti ada bus khusus kelas sepuluh, sebelas sama dua belas." Bukan Kia yang menjawab melainkan Andra yang datang lalu duduk di atas meja Kia.

"Minggir gak lo, ganggu banget," usir Kia mendorong-dorong bahu Andra.

"Numpang duduk doang."

"Gak sudi meja gue diduduki sama lo."

"Iya, deh, sory." Andra tidak ingin mencari masalah karena takut jika Kia kembali marah seperti waktu itu.

"Ke lapangan, yuk. Udah bel," ajak Zeta dan mereka pergi bersama Andra.

Saat sudah berada di lapangan, mereka membuat barisan dengan Agatha yang berdiri dipaling depan. Sebenarnya dia tidak ingin namun, karena paksaan dari Kia sebab postur tubuhnya yang mungil dan bisa dibilang pendek membuatnya harus maju paling depan.

"Tha," panggil Manda yang berada di belakang Agatha. "itu bukannya Kak Arga, ya." Tunjuknya.

"Mana?" tanyanya celingak-celinguk menacari keberadaan Arga.

"Itu, tuh, yang dibarisan gak pakai topi sama dasi." tunjuknya ke arah Arga.

"Gue pikir dia gak sekolah," gumam Agatha.

Perhatian Agatha beralih ke Nara yang mengaitkan lengannya ke lengan Arga. Arga juga sepertinya tidak merasa risih.

"Itu, Kak Nara, kan. Ngapain dia nempel-nempel sama Kak Arga. Bukannya dia udah ditolak? Semua orang juga udah tau kali. Gatel banget jadi cewek." Manda juga ikutan kesal.

Agatha diam. Tidak ingin menjawab.

Tatapan Arga dan Agatha bertemu namun Arga melihatnya biasa saja. Membuat Agatha merasa ada yang aneh tidak biasanya Arga bersikap seperti ini apa lagi tatapannya berbeda saat terakhir kali mereka bertemu.

"Emang lo sama Kak Arga belum jadian, Tha?" tanya Manda lagi.

Agatha menggelengkan kepalanya menjawab. "Nembak aja belum."

"Hah? Gue pikir setelah dia ngajak lo jalan, dia bakal nembak lo."

"Gue gak tau, gue aja bingung."

...

Agatha berjalan seorang diri menuju toilet. Teman-temannya sudah lebih dulu ke kantin. Ia masih memikirkan kajadian tadi pagi saat Nara menggandeng lengan Arga. Jujur saja, Agatha yang melihat itu merasa cemburu.

Bruk

Karena sibuk melamun, ia tidak sengaja menabrak seseorang. Ini semua karena terlalu memikirkan Arga dan Nara.

"Jalan pake mata! Jangan pake kaki!" ucap seseorang itu sambil membantu Agatha berdiri.

"Jalan emang pake kaki," jawab Agatha tanpa menatapnya.

"Emang, ya, cewek selalu benar," desinya menatap Agatha kesal.

"Sory—" ucapan Agatha terhenti kala melihat cowok itu.

"Elo?!"

"Iya gue. Kenapa!?"

"Jangan dekat-dekat sama gue!" perintah Agatha lalu mundur beberapa langkah.

"Dih, siapa juga yang mau dekat-dekat sama lo? Enggak banget, deh."

"Lo yang waktu itu kunciin gue di gudang, kan?!"

"Itu bukan karena gue mau, ya!"

"Terus? Ngapain lo ngunci gudang waktu itu?"

"G-gue disuruh," ungkap Reygan terbata-bata tanpa menatap Agatha.

Deg. Jadi semua peristiwa waktu itu ada yang merencanakannya. 

"Yang jelas kalau ngomong, disuruh siapa?!" tanya Agatha mengintimidasi.

"Lo gak perlu tau."

"DI SURUH SIAPA?!"

"Buset, dah, nih cewek galak bener. Kok, Arga mau, ya, sama lo."

Agatha menatapnya tajam membuat nyali Reygan seketika menciut.

"I-iya, gue jujur. Gue disuruh sama Nara. Lo pasti tau dia, kan?"

Agatha mengernyitkan keningnya heran "Nara?"

"Gue saranin lo jauh-jauh dari dia."

Reygan berkata jujur bukan karena ada niat jahat melainkan karena ia ingin Agatha berjaga jarak terhadap Nara. Bisa saja nanti Nara akan melukainya lagi.

"Tapi, dia baik sama gue."

"Dia baik karena punya niat buruk sama lo."

Agatha menganga, bagaimana bisa orang sebaik Nara mempunyai niat buruk padanya. Apa karena Nara masih menyukai Arga?

Reygan langsung pergi tidak ingin Agatha menanyakan beberapa hal lagi padanya. Dia takut salah bicara.

"Masa, iya, sih. Gak mungkin banget," gumamnya. "tapi kalau diliat-liat kayaknya dia emang punya dendam sama gue. Apa jangan-jangan yang serempet gue waktu itu, dia lagi?"

...


Ar'Gatha (selesai✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang