Prolog [Mas Iyo]

106K 5.4K 96
                                    

Cinta bertepuk sebelah tangan, ujian berentetan, dan berita kesehatan tidak mengenakkan dari Magelang. Berujung dengan bencana besar yang tak pernah kubayangkan sekalipun di mimpi tidur tengah siang bolong.

Apa salahku?
Mengapa anak pertama selalu memikul tanggung jawab terbesar?

"Ibu sakit, Mbak. Bisa nggak kamu pulang hari Sabtu? Minggu malem Bapak pesankan tiket pulang."

Tentu saja, aku langsung mengiyakan telepon dari Bapak. Sat-set, sat-set, menemukan teman koas lain untuk bertukar jaga. Titip follow-up pasien, mengantisipasi Senin terlambat gara-gara pesawat delayPacking baju dan membawanya langsung ke rumah sakit. Terakhir, izin residen di hari-H keberangkatan, kalau tidak ada lagi tugas, minta diperbolehkan pulang lebih cepat. Aku tidak mau perjalananku ke Soetta terlambat.

"Kamu nikah ya, Mbak? Calonmu ini udah kami jodohkan dari kalian masih kecil. Ibu nggak tahu, umur Ibu sampai kapan."

Mampus! Nggak ada kejutan yang lebih wah lagi apa? Mau bertanya "Ibu serius?" dari tatapan matanya saja, amat jelas kalau Ibu tidak sedang bercanda. Aku juga tidak tega menolak. Kuremas sepasang tangan Ibu menggunakan kedua tanganku. Aku takut memikirkan prediksi umur seseorang. Apalagi Ibu sendiri. Serangan jantungnya tidak main-main. Untung langsung ketahuan dan dokter di sini memasang 2 cincin di jantung Ibu. Ingin menawar permintaan Ibu, tapi Bapak menggeleng di seberang. Tepat saat melihatku akan membantah.

"Kamu ingat nggak Mas Iyo? Dia bentar lagi lulus spesialis Obgynnya. Mbak udah ketemu, kan, di rumah sakit?" tambah Ibu bersemangat bercerita.

Bumi gonjang-ganjing! Musnahlah peradaban kaum manusia di dunia. Si Hat-het hat-het Warty Heart ... itu? Apa tidak ada calon yang lebih baik darinya?

Pertama, aku tidak suka lelaki yang mengambil spesialisasi Obgyn. Mau dia bilang akan melakukan tugas sesuai Sumpah Dokter pun, tubuhku turut merasa dipindai dari ujung atas hingga bawah saat melihat pasien konsul Obgynku diperiksa mereka.

Bukannya aku melarang laki-laki berstatus Sp.OG ya? Siapapun boleh saja menentukan pilihannya. Mau jadi dokter Obgyn, pasien langganan, atau profesornya sekalipun. Aku tidak peduli. Masalahnya, kenapa sekarang Bapak-Ibu memberiku suami si calon dokter Obgyn? Mana tahan aku melihatnya berinteraksi dengan pasien yang pasti perempuan itu? Jangan-jangan otaknya juga seperti apa yang kubayangkan selama ini.

Kedua, aku memang sudah pernah melihat dr. Heart ini saat berpapasan. Namun, untuk berkenalan secara langsung dan menyapa, rasanya belum perlu. Untuk apa? Bilang, "Hai aku Vein, anak Bapak Jaelani yang satu departemen sama Bapakmu. Aku koas baru di Samanhudi. Bisa dibantu area touring sekalian supportnya selama menjadi koas?"

Ha .. ha .. ha. Mustahil aku melakukannya. Temanku dari S1 ada banyak. Aku punya 2 sahabat paling care sedunia. Dia pasti juga super sibuk sebagai residen. Lagipula, aku belum melalui stase Kebidanan dan Kandungan. Pikirku, nanti sajalah aku akan berkenalan kalau sudah sampai di stase yang kumaksud. Ya, kalau dia terpilih sebagai residen pembimbingku. Kalau tidak, ya untuk apa dilanjutkan?

Ketiga, aku mendengar kabar dinding tidak sedap. Jangan salah. Dinding kamar koas kami bisa berbicara. Gosip dari ujung ruang poliklinik, bangsal, sampai paling belakang kamar mayat, tidak ada yang terlewat. 3 koas perempuan pernah kutemui sedang sesenggukan di kasur terujung sambil dikerumuni 2-3 teman lainnya.

Kuping-menguping, Dokter Heart memang ganas. Si koas pertama dimarahi lantaran melewatkan baby delivery karena mulas sendiri di detik pembukaan 10. Memang disayangkan sih. Perjuangannya menunggu pembukaan si Ibu hamil berjam-jam, akhirnya diambil koas lain. Koas kedua menangis karena terlambat mengumpulkan tugas padanya. Dokter Heart menjatuhinya hukuman 2 laporan kasus sekaligus. Koas ketiga paling parah. Kakak kelasku itu ditolak cintanya oleh si dokter parlente super kejam.

Aku menangis sekencang mungkin di ruang rawat Ibu. Peduli setan orang-orang menganggapku sakit jiwa. Semoga tidak ada yang serangan jantung berulang oleh teriakanku.

"Jangan sama dia. Vein nggak mau kalau sama diaaaa!!!" teriakku. Usaha terakhir yang kuharap bisa meluluhkan hati Ibu.

-----------

Segini dulu. Pemanasan.
Yang belum follow akun Instagram saya, ditunggu ya Cantik.

@shining_haha

Terus, yang belum follow akun Wattpad Mak juga ditunggu. Cuss klik:

ShiningHaha

Jangan lupa bantu share ya teman2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa bantu share ya teman2

Jangan lupa bantu share ya teman2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Diam-diam Dia Suamiku ( Heart & Vein ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang