Enak dipandang, tidak enak dipegang, dirasa, apalagi untuk dibawa pulang. Siapakah dia?
Kamu pasti tahu jawabannya.
Sumpah, aku merasa aneh begitu menginjakkan kaki di satu rumah dalam cluster yang sepertinya hanya berisi 20-an bangunan.
Bentuk semua rumah di sini sama. Catnya pun seragam berwarna kombinasi putih, coklat dan krem. Kelihatan masih baru. Beberapanya masih terlihat kosong meskipun telah terpasang papan sold ditancap di tamannya.
"Rumah baru ya?" tanyaku, menebak berdasarkan perabot di dalam yang terlihat masih fresh. Aku yakin, sofa besar coklat susu ruang tamunya itu jarang dia dudukin.
"Lumayan. Setahun. Dulu saya sewa apartemen. Terus ada temen, daripada tiap tahun keluar puluhan juta, ya mending beli rumah aja. Sekalian investasi." Mas Iyo terus berjalan dengan ringannya sampai ke sebuah kamar di samping tangga, selagi mataku masih mengedar. Memindai seisi rumah. Ini tema-temanya tidak jauh dari Scandinavian. Aku menyusul saat Mas Iyo memanggil. Ketika tiba, dia sedang meletakkan koper kecilku di karpet depan ranjang. "Ini kamar kamu."
Aku mengangguk bahagia. Tentu saja. Seenaknya masuk, ketika Mas Iyo kembali lagi ke carport. Masih ada 2 plastik bawaan, juga sekotak porsi gudeg pisah nasi, yang akan kami santap nanti malam. Satu rahasia terungkap. Arsenio Heart suka gudeg.
Kakiku sedikit terpincang-pincang menjelajah sekeliling kamar, selayaknya pertama kali memasuki kost baru. Bedanya, ini lebih besar, furniture-nya juga lebih lengkap. Aku bahkan diberi springbed ukuran king size. Warna ruangannya netral dominan coklat tua, putih, coksu, dan hitam. Dipercantik lampu LED strip warm white terpasang mewah di atas ornamen plafon bertingkat. Linen putih bersih tercium amat wangi. Tanganku tergoda untuk mengusapnya, dan wow ... lembut sekali.
Memang, ya, koas sama residen itu beda kasta. Kalau begini, aku jadi malas pulang ke kost, kan.
Kurebahkan badan sebentar, menikmati empuknya tempat tidur. Baru terlonjak bangkit saat Mas Iyo masuk lagi. Aku lupa menutup pintunya. Dia juga tidak ada aba-aba permisi dulu, kek. Rautnya kaget, tapi setelah itu tersenyum geli. Aku berusaha sebisa mungkin bergaya biasa saja walaupun aslinya malu setengah mati.
"Bajunya mau langsung dimasukin ke lemari, atau di sini dulu?" tanyanya.
"Taruh aja, Mas. Ntar saya yang masukin."
"Saya mau ke dapur dulu naruh lauk," izinnya. Mas Iyo berjalan ke sliding door sisi kanan pintu kamar. "Walk in closet-nya di sini. Jangan berantakan!" pesannya sebelum berlalu, menutup pintu kamar.
Aku bahkan punya walk in closettttt, wahai hadirin terhormat!
Kuhirup nafas dalam-dalam. Kutengadahkan kepala. Kurentangkan tangan menikmati kemewahan duniawi ini. Serasa baru keluar bertapa di gua bertahun-tahun.
Mas Iyo memasang aromaterapi rempah yang begitu melenakan. Biasanya aku menyarankan aroma bunga pada Alana ketika dia meminta saran aroma apa yang harus dibeli. Aku tidak tahu, ternyata rempah-rempahan juga sangat menenangkan.
Fix, aku betah di sini.
Sedang enak-enaknya menikmati pengharum ruangan beraroma rempah, alam memanggilku. Aku berjalan pelan ke kamar mandi. Ketika membuka pintu, pekikan kegiranganku makin menjadi-jadi. Kututup mulut demi menyembunyikan kekatrokan-ku. Di dalam ada bathtube, saudara-saudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam-diam Dia Suamiku ( Heart & Vein ) END
RomanceMimpi apa aku semalam? Dokter Heart datang ke rumah bersama kedua orang tua, berniat melamar. Parahnya, Ibu dan Bapak menerima pinangan. Aku yakin mereka sedang berinvestasi bodong. Manusia sepertiku, harusnya sulit mendapat jodoh. Seorang budak ber...