24. Fractura Hepatica

29.6K 3.8K 107
                                    

[Hati yang Patah]

Aku berlari. Secepat kilat dalam tatapan koas-koas poliklinik yang seolah akan menelanku bulat-bulat. Beberapa yang mengenal, menghalangi jalan, sambil bertanya demi memuaskan rasa penasaran mereka.

"Vein? Yang tadi nyium lo itu ... Dokter Heart, kan?"

"Lo ... pacar-wait, WH kan baru aja merit. Lo ... istri WH, Vein?"

"Whoaa! Gue masih nggak percaya!"

Pertanyaan bin pernyataan mereka terdengar ragu-ragu, menelaah informasi barusan. Mau bagaimanapun, tak bisa dipungkiri. Mata mereka saksinya.

Pernahkah kamu menjadi salah satu peserta dari patah hati massal atau nasional, yang bukan lantaran pacar atau gebetan kita duluan menikah sama orang lain? I mean, ini seperti waktu Ilham memberi undangan dan di sana ada nama Naina. Aku tidak menaruh hati sama Ilham, tapi secara tersirat dia sudah dicap sebagai lelaki idaman para wanita secara berjamaah. Siapapun yang dipersuntingnya, adalah orang beruntung. Tidak ada yang salah sih, walaupun jujur, hatiku ikut potek selama sehari. Atau, ketika di masa akhir SMA-ku, Mas Hamish Daud menikah sama Raisa. Sama kagetnya juga saat aku tahu kalau Jesse oppa yang jadi suami Maudy Ayunda. Bukan aku cemburu sama Mas Hamish, Raisa, Koko atau Maudynya. Enggak! Aku nggak kenal mereka. Tapi hatiku turut kretek-kretek. Retak lantaran kenapa sih, pernikahan mereka bisa semanis, sebahagia, dan sesuai impianku karena mereka menikahi orang-orang yang mereka pilih? Senyum mereka tampak tulus di pelaminan, air mata yang tumpah adalah wujud sukacita, bunga-bunga bertebaran indah turut memeriahkan hidup baru, tamu-tamu mengucap selamat, pernikahan tercatat oleh hukum, disaksikan banyak pasang mata yang mendoakan, dan yang jelas, mereka saling cinta. Sedangkan, aku-Ah, sudahlah. Mau sampai berbusa aku membandingkan, tetap takkan sama.

Aku bukan tengah menempatkan diri sebagai peserta potek hati massal atau pihak yang menimbulkan patah hati. Toh dalamnya perasaan orang, aku tidak tahu.

Aku hanya sedang ketakutan setengah mampus, kalau sahabat seperjuangan menata hati setiap melihat pernikahan teman lain ini, turut akan retak juga hatinya ... karena keputusanku yang sekonyong-konyong.

--------

"Gue mau nikah ah, waktu koas." Sasi seenaknya menyeletuk di bangkunya sambil menyeruput kuah segar sup buntut hidangan pesta. Kami sedang duduk melingkari meja bundar dalam jamuan pernikahan Ilham dan Naina di sebuah gedung bilangan Jakarta Timur.

"Emang udah ada calonnya?"

"Belum. Hehe ..." Sasi meringis kuda yang membuatku gemas untuk mencubit dua pipinya.

"Jangan mimpi berarti. Feeling gue Alana dulu deh. Ya, nggak, Na?" godaku, menyenggolkan lengan kanan pada lengannya.

"Aamiin. Tapi calon gue juga belum ada nih. Cari dimana ya?" Alana menertawakan dirinya sendiri sambil menutup mulutnya anggun.

"Di semak-semak kali ya, Sis, sapa tahu ada cowok ganteng CEO gabut, lagi korek-korek tanah nyari cacing?" Aku dan Alana terpingkal-pingkal parah mendengar ide Sasi. Pasalnya, Sasi orangnya terlalu random dan suka mendadak punya angan tak masuk akal tentang kehidupan percintaan yang diadaptasinya dari drakor. Menyampaikan pendapat barusanpun, muka dia seserius itu.

Sasi mendengus keras. "Ah, ngambek gue!" Dia memutar duduk, membelakangi kami.

"Iya, iya. Ntar lo nikah sama CEO, kita datang ya, Sas? Mendampingi Sasi waktu akad melepas masa lajang!" Baru dia tersenyum dan berbalik lagi.

Diam-diam Dia Suamiku ( Heart & Vein ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang