32. Biduk Rumah Tangga

25.6K 3.3K 175
                                    

Sejatinya, apa sih tujuan menikah? Menyempurnakan separuh agama, menjaga kemaluan dan menundukkan pandangan, ingin dijadikan hatinya tentram, dicukupkan rezeki, memperbanyak keturunan, atau sekadar melanjutkan kisah uwu-uwu impian masa remaja yang belum kesampaian?

Pernikahan bukan hanya tentang memberi obat pada hati yang baper. Kalau aku hanya baper, mungkin sekarang raga ini tidak sedang berada di sini, dalam dekapannya, memilih diam seribu bahasa daripada harus mengomel yang membuatku makin menumpuk dosa.

Aku yang baper, sejak kemarin-kemarin bisa saja langsung mengucap kata mengerikan itu setelah tahu dikhianati oleh Heart. Meminta cerai di malam segala kebusukannya terkuak. Menyelesaikan ikatan yang faktanya tidak seindah dunia FTV, drakor atau kisah novel kesukaan Alana. 

Apakah aku akan tentram jika memilih bercerai? Kurasa, tidak. Pasti akan sangat menyesal begitu tahu jika kenyataan yang tersaji tidak sesuai dengan negative thinking yang terbayang di benak.

Untungnya, keinginan mempertahankan rumah tangga ini, kilasan memori kala sebulan lalu kami berikrar akan bersama sampai tua, sedikit menarikku ke jalan nalar.

Aku berusaha mendengar semua keterangan Heart meski dalam tangis yang tercabik-cabik, kesal, menyesal, sedih-sedih gemas kenapa baru jujur sekarang, dan perasaan ingin menyentuhnya, dalam artian memberi hukuman setimpal padanya sampai dia bersimpuh memohon-mohon maaf, berjanji akan membuang kisah masa lalunya jauh-jauh ke Pluto. Sampai tidak ada lagi yang akan mengganggu kami hingga nanti.

Tapi, bukannya setiap jasad yang hidup akan selalu diuji dalam usahanya menyempurnakan agama?

“Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji?” (QS. Al-‘Ankabut : 2)

Aku mulai membuka ayat-ayat Al Qur'an di handphone demi menguatkan. Meyakinkan kalau sesendiri-sendirinya aku, masih ada Allah yang bahkan lebih dekat dari urat nadi.

Naina:
Sabar ya, Vein. Mungkin, Allah sedang menghapus dosa2 kalian berdua di masa lalu. Siapa tahu ke depan, semua jadi indah krn udah terungkap di awal nikah, bukan jadi bom atom saat usia pernikahan kalian udah lumayan. Atau, ini teguran supaya kamu sama Dokter Heart bisa saling jujur ke depan. 

Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim, bahkan sekedar duri yang menusuknya sekalipun, melainkan Allah akan menghapus kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5640 dan Muslim 2572)

Juga membuka kembali chat Naina ketika mengadu padanya, mengapa rumah tanggaku sesulit ini. Jawaban terakhir setelah curhat panjang tentang rumah tangga baru, yang kukirim padanya semalam sambil menunggu aku mengantuk lagi usai terbangun. Membunuh suasana awkward antara aku dan Heart yang sebenarnya sibuk dengan laptop sendiri. Sekencang suara televisi pun tidak berhasil mencairkan hawa canggung.

Naina adalah tempatku berkeluh kesah selain Alana. Kalau Alana menanggapinya dari sisi psikologis, Naina memuntahkan banyak ayat dan hadits yang seketika membuatku tenang bahwa apa yang terjadi pada seorang manusia memang begini seharusnya. 

Kuharap semuanya benar. Allah sedang menggugurkan dosa-dosa kami lantaran nggak hanya aku—tapi seluruh orang yang terlibat— memulai pernikahan ini sembari menyimpan kebohongan besarnya masing-masing.

Aku memberikan apa yang Heart minta. Dia tertidur pulas sampai pukul 5 pagi sambil memelukku dari belakang. Kubiarkan, agar mata bulatnya yang mulai sayu kemarin, tampak segar hari ini. Aku sekarang bisa membedakan mana yang dia hanya pura-pura tertidur atau beneran pulas. Tanda Heart sedang terjatuh dalam alam mimpi adalah dengkuran halusnya ini. 

Diam-diam Dia Suamiku ( Heart & Vein ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang