(Bab terakhir di Wattpad. Ekstraparts di pf berbayar temans).
-----
Harusnya aku dipenjara. Harusnya aku menerima ganjaran atas kedukaan keluarga Respati. Bukannya malah Mas Iyo dan Bapak yang tetap memberikan segala milik mereka untuk keluarga Jaelani.
Terkadang, otakku tak sampai untuk menelaah, bagaimana jalan pikiran mereka.
"Aku jahat banget ya, Mas? Aku nggak bawa sial, kan?" tanyaku untuk kedua kali.
Mbak Adisty, Mas Abilio, janinku ... aku juga menjadikan Galvin sebatang kara.
Untuk kedua kali juga, Mas Iyo menggeleng. Tangan kokohnya merapatkan bahuku agar tanpa jarak lagi merasakan detak jantungnya, yang selalu menenangkan gejolak hati ini.
"Nggak ada kesialan di dunia ini. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Kita cuma disuruh bersabar, Vein, sama Allah. Memetik pelajaran, kebaikan apa yang terjadi habis musibah ini."
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS. Az Zumar:10). Kata dia yang terus meyakinkan sampai rumah.
Mas Abilio pergi, memberi kesempatan padaku agar bertemu Mas Iyo. Kami menikah. Merajut kasih dalam rumah tangga. Membaur dua sifat yang amat berbeda. Aku belajar dari Mbak Adisty agar selalu menggantungkan hidup bukan pada manusia, tapi pada sang Pengatur Segalanya. Aku keguguran, mungkin karena belum siap mengasuh bayi. Galvin datang agar aku belajar menjadi Ibu yang baik dulu untuknya.
Ada begitu banyak hal yang Mas Iyo ungkapkan agar hatiku menjadi tenang. Benar. Kenapa apa-apa yang dia katakan selalu benar, padahal bikin aku sedih tak ada ujung.
Tatapanku kosong selama perjalanan. Menyapu hamparan ladang di kaki-kaki bukit yang begitu hijau. Awan menggantung rendah menutup puncak bukit. Membayangkan rumitnya kehidupan yang baru kutemui ini. Memanggil-manggil puzzle ingatan yang hilang, namun tak kunjung hadir.
Pantas saja, aku selalu tenggelam di kolam 1,5 meter. Pantas saja, apa yang kupelajari dalam kursus renang berakhir sebagai gaya batu. Pantas saja, aku hanya bisa mengambang di kolam anak-anak, atau berendam lama-lama di bathtube. Tempat yang amat kuyakini paling aman untuk bermain air.
Ibu menyambutku di sofa ruang tamu. Mau Ibu Dina adalah mertua, kurasa aku membutuhkan pelukan seorang Ibu hari ini. Beliau juga ibuku.
"Vein kenapa, Yo?" tanya beliau bernada khawatir. Mungkin melihat wajahku telah sembab.
Kulangkahkan kaki tanpa menjawab apapun. Keburu nafasku habis karena cekatan di tenggorokan. Kuhamburkan peluk ke hangatnya dekap Ibu. "Vein nggak sengaja dorong Mas Lio, Bu ... Maafin Vein ..."
Lantas, kudengar Ibu menghela nafas panjang. Setelahnya, tepukan di punggung terasa. Ibu juga mengusap kerudungku. "Bukan salah Nak Vein. Ibu udah ikhlas. Lio pasti juga mau bilang makasih sama Nak Vein. Udah berusaha menyelamatkan Lio waktu itu."
Sesenggukanku akhirnya pecah di bahu Ibu.
Tak ada penyesalan sedikitpun, ketika aku memilih mempertahankan pernikahan yang amat bertubi sandungannya ini. Naik turun begitu curam, mengoyak perasaan. Aku dijodohkan pada keluarga yang begitu baiknya menerima Vein Jaelani yang begini.
Kuanggukkan kepala. Kehangatan kian menyelimuti, selagi tangan Mas Iyo kemudian merangkum pelukan kami.
----------------
"Itut Pupin ... ituuut!!"
Galvin seperti koala menempel di kakiku. Padahal aku masih duduk cantik di bangku meja rias, sambil memoles makeup tipis-tipis agar tidak terlihat pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam-diam Dia Suamiku ( Heart & Vein ) END
RomanceMimpi apa aku semalam? Dokter Heart datang ke rumah bersama kedua orang tua, berniat melamar. Parahnya, Ibu dan Bapak menerima pinangan. Aku yakin mereka sedang berinvestasi bodong. Manusia sepertiku, harusnya sulit mendapat jodoh. Seorang budak ber...