Septi masih enggan untuk mengajak Angkasa berbicara. Bukan hanya sekedar enggan berbicara saja, namun Septi juga males meladeni segala ucapan Angkasa. Siapa yang tidak kesal, tiba- tiba dikasih kecupan seperti itu. Di bibir malah.
Septi memang bukan orang suci, bersama mantannya ia juga pernah berciuman. Namun ini dengan Angkasa, atasannya, sekaligus orang yang paling Septi ingin hindari akhir- akhir ini.
Semakin hari perilaku Angkasa semakin menjadi- jadi, ada saja yang ia lakukan dan membuat Septi benar- benar kesal dibuatnya. Apalagi semenjak dia mengatakan menjadi pacar sesungguhnya, selama di kantor ini, Angkasa seakan selalu menunjukan kalau dia adalah pacar sungguhan. Padahal Septi selalu menolak wacana Angkasa yang tidak masuk akal ini.
Menurutnya hanya untuk meyakinkan kedua orang tua Angkasa, tidak perlu sampai pacaran sungguhan. Apalagi tidak ada dasar cinta diantara keduanya.
***
Septi mendapati buket bunga yang tergeletak diatas meja kerjanya. Buket bunga yang terdiri dari bunga lily itu terlihat sangat indah. Tapi sebelumnya ia harus mencari tahu siapa pengirimnya.
Sebelum menyentuh buket bunga tersebut, Septi melirikan mata kesekelilingnya. Matanya berhenti di Sari. Sari yang cengengesan menatap kearahnya, Septi pun menatap curiga ke arah Sari.
Bertanya melalui matanya, Sari hanya semakin terkekeh, menunjuk kearah bunga sambil berbicara tanpa suara. "Dilihat Mbak, dari orang spesial kayaknya."
Septi mengernyit. Mencari kartu ucapan untuk melihat siapa pengirimnya. Dan— ya ... Angkasa yang memberikannya buket bunga lily.
Karena saking gemasnya, Sari mendatangi meja Septi. Sari juga memberitahu kalau Angkasa tadi yang memintanya untuk memesankan bunga. Sari juga mengatakan kalau Angkasa yang meminta sendiri pesanan bunga lilynya. Dia hanya membantu menyambungkan ke tempat floristnya.
"Mbak di kartu ucapannya ada kata maaf, Pak Angkasa ada salah apa memang Mbak?"
"Kepo banget kamu." Septi mengangkat buket bunga lily, diciumnya bunga tersebut. "Pak Angkasa? Kemana?" Septi melirik ruangan Angkasa yang gelap.
Setelah selesai meeting diluar tadi, sesampainya di kantor baik Angkasa maupun Septi tidak jalan bersama ke ruangan mereka. Mereka memisahkan diri. Septi lebih memilih untuk menuju ke ruangan Nadia. Ia tidak peduli kemana langkah kaki Angkasa berjalan.
Setibanya di ruangan ia malah mendapatkan buket bunga lily yang tergeletak di mejanya dan ruangan Angkasa yang gelap.
***
Septi masih menunggu kedatangan Angkasa kembali ke kantor. Setelah mencari tahu kemana Angkasa pergi, akhirnya ia memutuskan untuk menunggu kedatangan Angkasa kembali kekantor.
Sari tadi sempat menghubungi Angkasa dan menanyakan apakah ia akan kembali ke kantor. Karena ada beberapa dokumen yang memerlukan tanda tangan Angkasa. Angkasa pun menyanggupi untuk kembali ke kantor dan meminta Sari untuk menunggunya yang agak telat sampai kantor.
"Aku aja yang tungguin kalau memang kamu harus balik." Septi menawarkan dirinya untuk menggantikan Sari menunggu Angkasa.
"Nggak apa- pa Mbak, ngerepotin Mbak. Kalau Pak Angkasa nggak jadi datangkan, kasihan Mbak."
"Apartemen aku dekat banget dari kantor, rumah kamu yang kasihan kejauahan, dari Jakarta Selatan ke Bekasi. Nanti kalau ketinggalan bus kasihan kamunya."
"Serius aku aja yang nungguin Pak Angkasa, setengah atau satu jam nungguin dia aku nggak masalah kok."
"Hmm." Sari tampak berfikir. "Beneran nggak apa- pa Mbak?" Septi mengangguk. "Okedeh kalau Mbak maksa, sekalian bisa berduaan ya Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting You
RomanceAngkasa Razel seorang CEO yang berhasil membuat permintaan kepada Septi Muara Sari di hari pertamanya kerja. *** Siapa yang sangka jika Septi Muara Sari harus bekerja menjadi seorang seketaris dengan atasan yang selalu mengambil keputasannya secar...