"Kelakuan kamu hari ini, udah aku maafin. Tapi besok- besok jangan harap." Angkasa menghampiri Septi yang sedang mengambil air minum di pantry, ia baru saja selesai mandi.
Setelah menjelaskan alasannya tadi, Septi benar- benar mandi. Alasan mandi bukan hanya sekedar alasan. Tubuhnya memang terasa gerah dan lengket. Udara hari ini cukup panas walau sudah berada di dalam ruangan ber-ac.
"Iya, nggak lagi- lagi."
"Jangan iya- iya doang Septi!"
"Iya kalau aku ngulangin lagi, terserah kamu mau apain aku. Aku nurut aja."
"Telfon kamu bunyi terus, nggak ada niatan mau diangkat? Siapa tahu penting." Septi melirikan matanya menatap layar ponsel Angkasa. "Diana?" Gumamnya pelan, menatap Angkasa. "Ada perlu apa?"
Angkasa mengangkat kedua bahunya. Ia juga tidak tahu tujuan Diana menelfonnya kembali. Memang sebelumnya Diana sempat menghubungi Angkasa. Angkasa terpaksa mengangkatnya, lantaran ia pikir ada keperluan penting dengan keluarganya.
Namun ternyata tidak. Diana menghubunginya dengan alasan rindu. Di saat itu juga, Angkasa langsung menolaknya, dan memberitahu jika hubungan mereka sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Angkasa sudah mencintai Septi dan akan ia jaga hatinya. Ia juga akan belajar untuk lebih menghormati status Kakaknya.
Dulu memang ia tidak mempedulikan hal itu. Dulu ia masih berniat untuk merebut kembali Diana. Sampai- sampai ia harus mengkhianati Kakaknya. Melakukan hubungan terlarang di belakang keluarganya. Namun sekarang ia sudah berbeda. Ia sudah tidak seperti dulu lagi, setelah kehadiran Septi dalam hidupnya.
Kemarin ia juga sudah menjelaskan pada Diana, untuk tidak menganggunya kembali. Apapun permasalahannya saat ini, jika memang Diana memiliki masalah, ia harus kembali kepada suaminya. Bukan kepada dirinya lagi.
"Nggak mau kamu angkat aja?" Panggilan masuk Angkasa tidak berhenti- henti sedari tadi. Angkasa juga seakan tidak ingin menjawab panggilan telfonnya. "Perlu aku yang jawab aja, kalau kamu merasa tidak enak?"
"Angkasa ... ini nggak berhenti- henti lho—siapa tahu penting."
"Sayang—"
"Aku angkat."
"Loudspeaker ya ..." Septi menyengir menatap Angkasa. Ia memang menyuruh Angkasa mengangkat, namun tidak bohong hatinya seperti ada yang menganjal.
Suara wanita itu, terdengar begitu panik dibelakang sana. Beberapa kali mengatakan tolong kepada Angkasa.
Angkasa yang semula juga terlihat ikut panik, langsung meredahkan perasaannya, ketika Septi mengenggam telapak tangannya. Mengelus punggung tangan Angkasa dengan ibu jarinya. Seolah memberi tahu Angkasa untuk tidak ikut panik.
Wanita itu mengalami kecelakaan. Ia menyerempet pengendara sepeda motor, dan harus berurusan dengan polisi. Wanita itu memiliki seorang suami bukan? Kenapa ia harus menghubungi kekasihnya. Apa ia tidak memiliki perasaan sedikit pun?
"Dimana Langit?" Suara itu keluar begitu saja dari bibir Septi, ketika melihat Angkasa sudah berdiri dari duduknya.
"Diana belum menghubungi Langit kayaknya." Angkasa melangkah kakinya begitu saja melewati Septi, langkahnya tearah menuju kamar.
Septi membuntuti Angkasa yang masuk kedalam kamarnya. Angkasa mengambil kunci mobil, dan mengambil jaket. Lalu kembali melewati dirinya begitu saja.
Melihat Angkasa yang seakan tidak mempedulikan kehadirannya. Septi mencekal lengan Angkasa, menahannya sebelum ia membuka pintu depan. "Kamu mau ninggalin aku begitu aja?"
"Aku harus bantu Diana, dia paling takut berhadapan dengan polisi." Ujarnya tanpa sadar.
"Kalau aku nggak izinin kamu, kamu tetap jalan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting You
RomanceAngkasa Razel seorang CEO yang berhasil membuat permintaan kepada Septi Muara Sari di hari pertamanya kerja. *** Siapa yang sangka jika Septi Muara Sari harus bekerja menjadi seorang seketaris dengan atasan yang selalu mengambil keputasannya secar...