27. Ingin Menghindar

1.6K 90 0
                                    

Upadate sebelum tidur,
Jangan lupa vote-nya ya.
Terimakasih,
Love u all
💕

***

"Lho ... Nadia mana? Kan janjiannya bertiga? Kenapa cuma lo sendiri yang datang." Septi menanyai keberadaan Nadia, ketika melihat Angkasa hanya datang seorang diri.

Hari ini, Septi, Nadia, dan Irwan janjian untuk kumpul bersama. Semacam reuni, namun hanya bertiga saja. Sebenarnya bukan reuni namanya. Toh mereka bertiga selalu bertemu. Namun celetukan untuk meet up keluar begitu saja dari bibir Septi.

Septi ingin menjauh dari Angkasa, sehari ... saja.

Angkasa sama sekali tidak mengetahui tentang acara kumpul- kumpul ini. Sampai siang ini Septi belum juga membalas atau menghubungi Angkasa. Di layar ponselnya, pesan dan panggilan tak terjawabnya sudah hampir menyentuh angka tiga puluhan. Isinya semua dari Angkasa.

"Sebentar lagi sampai. Dia tadi izin ke toko buku dulu. Mau dianterin dianya nolak. Yasudah gue sampai sini duluan."

"Ck." Decak Septi. "Gue kira lo usir Nadia, weekend gini biasanya nginep di apartemen lo, tapi lo malah dateng sendiri."

"Kapan mau cerita ke Nadia? Dia udah mulai curiga, setiap hari gue di teror pertanyaan tentang hubungan kalian." Irwan meringis mengingat seberondol pertanyaan Nadia, mengenai hubungan Septi dan Angkasa. "Kalau bukan karena Angkasa, mungkin ini mulut udah ngegosip sama Nadia."

Septi menatap tajam ke arah Irwan. "Nanti deh, gue belum pas aja nemu waktu bicaranya. Lo juga kan gara- garanya. Suka nggak izinin Nadia pulang."

"Haha." Irwan tertawa mendengar ucapan Septi. "Giliran Nadia pulang, lo yang nggak ada di apartemen. Mana tega gue izinin dia sendirian."

"Yee, salah siapa? Temen lo tuh, kalau udah ngambek harus diturutin. Tapi kan gue lebih sering di apartemen. Lo nya aja sengaja, izinin Nadia pulang pas gue nggak di apartemen, biar sengaja jadi alasan, kan?"

"Haha. Kebaca banget ya."

"Akal- akalan kalian tuh udah kebaca banget. Awas aja sampai lo nyakitin Nadia lagi! Gue kurung Nadia."

Irwan menggelengkan kepalanya. "Nggak deh nggak lagi- lagi. Nyesel banget. Ngejar Nadia tuh susah banget, dari dulu sampai sekarang. Gue harus nunggu sampai dilepas orang dulu, baru jadi milik gue."

"Nah ... sekarang lo jaga baik- baik Nadia. Gue titipin Nadia sama lo."

"Pasti."

"Btw Angkasa nggak lo ajak?" Irwan menunjukan layar ponselnya. "Nggak sadar, dia ngirim pesan sama nelfonin terus."

Septi menyengir menatap Irwan.

"Waah ... kacau. Bisa habis gue, kalau dia tau lo sama gue."

"Kan sama Nadia juga?"

"Tetap aja. Apalagi gue nggak kasih kabar. Asal lo tahu ya, gue harus kasih informasi ke dia, kalau seandainya lo lagi sama kita, dan nggak ada dia disini. Lo bayangin seprotektif itu dia. Lebih- lebih dari gue."

"Sampai segitunya?"

"Lo tahu Angkasa pernah kehilangan mantannya kan?" Septi mengangguk. "Karena itu dia nggak mau lepas lo dari pandangannya sedikit pun."

"Iya iya, nanti gue kabarin."

"Tapi, please ... jangan sekarang."

"Kalian lagi nggak berantem kan?" Tanya Angkasa.

"Nggak kok. Memang gue lagi mau sendiri aja dulu. Nanti sore gue juga ke apartemennya kok."

"Terus ini gimana? Bisa ngamuk dia."

"Ya cari- cari alasan apa kek, bilang nggak tahu gue dimana."

"Biasanya kan kalian yang ngerepotin gue, sekarang gantian ya." Septi memberikan tatapan mengibanya.

"Oke- oke."

***

"Sori- sori." Nadia menghampiri Septi, berpelukan menunjukan betapa besar kerinduan dua sahabat ini. "Gue kelamaan asik cari- cari buku."

"Kebiasaan memang."

Nadia baru tiba setelah satu jam terlewati. Dengan membawa dua tentengan, yang Septi yakini isinya adalah buku- buku novel yang ada di daftar listnya.

"Tadi Pak Angkasa hubungin gue, nyariin lo. Katanya lo susah di hubungin, gue suruh dia dateng aja kesini. Dia lagi on the way kataya."

Dengan kompak, Septi dan Irwan terbatuk bersama. Irwan juga memukul dahinya sendiri. Bisa habis riwayat Irwan.

"Kalian kenapa?"

"Ada yang kabur dari boss nya, kamu malah kasih tahu."

Belum juga sepuluh menit Septi mendapatkan kabar Angkasa akan menyusul, kini mobil Angkasa sudah terlihat memasuki halaman kafe.  Sebegitunya kah keposesifan Angkasa?

"Drama sebentar lagi dimulai ..." gumam Irwan namun masih bisa di dengar oleh Septi dan Nadia. Nadia masih terlihat bingung dengan keadaan.

Benar saja, Angkasa datang dengan wajah yang sudah mengeras. Wajahnya menahan kesal. Namun masih bisa menutupi untuk tidak marah- marah di depan banyak orang. Beberapa kali ia menyahut pertanyaan Irwan yang di jawabnya dengan malas- malasan maupun dengan jawaban sinis.

Sampai akhirnya Angkasa lah yang menyudahi pertemuannya bersama dengan Nadia dan Irwan, dengan alasan yang selalu Angkasa gunakan, yaitu sebuah pekerjaan.

"Kenapa telfon aku nggak kamu jawab?" Suara Angkasa terdengar begitu kesal di telinga Septi. "Aku juga kirim kamu pesan, tapi nggak kamu bales, malah nggak kamu baca sama sekali. Maksud kamu apa?"

"Nggak kedengeran aja."

Angkasa menatapnya sinis. Saat ini Septi dan Angkasa sudah berada di apartemen Angkasa. Selama di perjalanan pulang tadi, Angkasa hanya terdiam. Ia sama sekali tidak berniat mengajak ngobrol Septi selama di perjalanan, ia berusaha untuk meredam amarahnya.

"Serius Septi, kamu gunain alasan itu? Berapa kali alasan itu kamu pakai terus."

"Ya memang nggak kedengeran aja, ponsel aku dari tadi di tas, terus asik ngobrol. Wajar kan?"

"Septi- Septi." Angkasa menggelengkan kepala. Menunjukan layar ponselnya dengan isi pesan dari Irwan. "Kalau kayak gini, siapa yang harus aku percaya?"

"Hmm. Kayaknya aku harus ke kamar mandi deh, udah lengket banget. Disana kamu ngerasa gerah nggak sih? Pendingin ruangannya nggak berfungsi dengan baik ya kayaknya."

Bukan Angkasa namanya jika tidak bisa menahan Septi sampai ia mendapatkan jawaban.

Langkah Septi tertahan, lantaran lengannya sudah di tahan oleh Angkasa. "Bisa untuk nggak kabur- kaburan dulu? Kamu bisa jelasin, kenapa kamu sengaja nggak angkat telfon aku, dan nyuruh Irwan berbohong?"

Oke kalau sudah begini, Septi sudah harus duduk manis menjelaskan alasannya panjang dan lebar. Sebisa mungkin penjelasannya harus bisa diterima dengan baik oleh Angkasa. Jika jawaban itu tidak masuk akal, Angkasa akan menuntutnya terus menerus, sampai ia puas dengan jawabannya.

***

Starting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang