Sudah tiga hari dari hari terakhir Septi bertemu dengan Angkasa, mereka belum lagi bertemu. Dan dalam waktu tiga hari itu pun tidak ada komunikasi diantara keduanya. Jika pun ada, hanya Septi lah yang menghubungi Angkasa lebih dulu. Bukan untuk urusan pribadi, namun hanya untuk kebutuhan kantor.
Septi hanya memberi tahu hal- hal apa saja yang harus Angkasa kerjakan. Apalagi selama tiga hari ini, Angkasa tidak pernah terlihat berada di kantor. Atau mungkin Angkasa ada di kantor, namun dimalam harinya. Karena keesokan harinya, segala pekerjaan yang ditinggalkan Septi di meja kerjanya, selalu sudah terselesaikan ketika di pagi hari.
Sejujurnya, Septi enggan menghubungi Angkasa, jika bukan karena pekerjaannya sebagai sekretaris Angkasa, mungkin ia tidak akan menghubungi Angkasa lebih dulu. Ditambah lagi Angkasa yang tidak pernah membalas pesannya, sebagai atasannya. Setidaknya untuk menjadi atasannya saja pun, Angkasa tidak menghargai dirinya.
Dan, untuk hari ini. Septi terpaksa harus lembur, demi mengerjakan pekerjaan- pekerjaannya yang harus tertunda sebelumnya. Kali ini, ia benar- benar terpaksa melakukannya. Karena ada kemungkinan ia bisa saja bertemu dengan Angkasa malam ini. Hal yang sangat tidak diinginkan oleh Septi saat ini.
Sayangnya, hal yang ia pikirkan sedari tadi terjadi. Dan, dugaannya selama ini benar. Angkasa baru datang ke kantor tepat di malam hari. Angkasa menghampiri meja Septi terlebih dahulu, sebelum memasuki ruangannya.
Septi yang saat ini berada di ruang rapat, sangat bisa melihat hal apa saja yang Angkasa lakukan di meja kerjanya. Ruang rapat yang menghadap ke arah ruangannya dan ruangan Angkasa, membuatnya dengan mudah melihat apa yang dilakukan orang- orang di luar sana.
Hal yang Septi syukuri saat ini adalah Septi tidak menyalakan semua lampu di dalam ruangan rapat, dan ruangan rapat ini tidak akan tembus pandang dari luar walaupun hanya terlapiskan sebuah kaca. Hanya satu lampu yang ia nyalakan, lampu yang benar- benar berada di atasnya sebagai penerangnya.
Setelah menyelesaikan beberapa urusannya di meja kerja Septi, Angkasa langsung menuju ke ruangan kerjanya. Entah apa yang Angkasa lakukan di dalam sana. Karena Septi tidak dapat melihat isi ruangan Angkasa yang tertutup.
Hari saat ini sudah hampir menunjukan waktu paginya. Septi melirikan matanya ke arah pergelangan tangannya, kedua matanya tertuju pada jam tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul dua pagi.
Septi yang sudah siap membuka pintu ruangan rapat, langsung memberhentikan gerakan tangannya pada kenop pintu, ketika kaca ruangan rapat yang tembus pandang dari dalam ini, memperlihatkan seorang wanita yang berdiri di depan ruangan Angkasa sambil menangis.
Wanita yang tidak asing di matanya. Wanita yang Angkasa perkenalkan sebagai Kakak Iparnya. Wanita yang pernah Angksa ceritakan sebagai satu- satunya wanita yang ia cintai, sebelum kehadirannya. Atau. Wanita yang masih Angkasa cintai sampai saat ini. Septi tidak pernah tahu, apa yang ada dalam perasaan Angkasa yang sebenarnya.
Namun, apa yang kedua matanya lihat saat ini, dapat meyakinkan dirinya. Bahwa masih ada perasaan yang tersimpan, untuk wanita yang sedang di peluk oleh Angkasa di luar sana.
Jujur saja, selama tiga hari ini, Septi benar- benar tidak tahu dimana keberadaan Angkasa. Septi juga enggan mencari kabar Angkasa atau menanyakan di mana keberadaan Angkasa tiga hari ini. Bukan karena ia tidak peduli dengan Angkasa. Namun, Angkasa sendiri yang tidak menginginkan kehadirannya.
Di saat Irwan memberitahu jika Angkasa tidak kembali lagi ke kantor, setelah menghadiri rapat. Septi langsung menghubungi Angkasa, namun panggilan teleponnya di abaikan oleh Angkasa, selama dua panggilan telepon darinya. Untuk ketiga kalinya, Septi coba kembali menghubungi Angkasa, sayangnya panggilan tersebut masuk ke dalam pesan suara, yang kemungkinan nomor Septi telah di blok oleh Angkasa. Hal tersebut yang membuat Septi untuk tidak mencari kabar keberadaan Angkasa pada siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting You
RomanceAngkasa Razel seorang CEO yang berhasil membuat permintaan kepada Septi Muara Sari di hari pertamanya kerja. *** Siapa yang sangka jika Septi Muara Sari harus bekerja menjadi seorang seketaris dengan atasan yang selalu mengambil keputasannya secar...