26. Perkara Mantan

1.7K 90 0
                                    

"Kamu masak apa?"

Angkasa baru saja menyelesaikan pekerjaan kantor yang ia bawa pulang ke apartemen. Ia langsung saja menghampiri Septi yang sedang meracik bumbu- bumbu untuk memasak makan malam mereka.

Kedua tangan Angkasa sudah melingkar sempurna di pinggang Septi. Untung saja Septi sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ketika tangan Angkasa melingkari pinggangnya ia sudah tidak terkejut lagi.

"Kamu biasa seperti ini, sama mantan- mantan kamu?" Septi menunjuk pada lengan yang berada di pinggangnya.

"Nggak. Sama kamu aja." Angkasa menempelkan kepalanya di samping leher Septi.

"Aku nggak yakin kayaknya. Kamu sat- set- sat- set begini, masa nggak berpengalaman?"

"Kenapa sih, kamu susah banget percaya."

"Aku udah banyak pengalaman sama pria- pria macam kalian."

"Berapa banyak pria?" Angkasa melepaskan pelukannya, membalikan tubuh Septi, keduanya saling berhadapan.

"Kamu, ihh." Septi berdecak kesal. "Kalau tumpah gimana? Bisa kesiram minyak panas aku."

"Nggak penting minyak panas." Mendengar ucapan Angkasa yang meremehkan minyak panas, Septi menepuk dahi Angkasa. "Auuw. KDRT namanya."

"Nggak penting KDRT."

Angkasa terkekeh. "Maaf sayang."

"Aku lagi masak, jangan ganggu."

"Mantan kamu ada berapa?"

Septi berdecak kesal atas pertanyaan Angkasa. Membalikan badan, Septi lebih memilih untuk meneruskan masakannya. Daripada harus mendengarkan ocehan Angkasa.

"Septi!"

"Apalagi sih?"

"Berapa?"

"Tiga. Puas?"

***

Selama makan malam berlangsung, Angkasa masih saja membahas jumlah mantan pacar Septi. Angkasa masih tidak terima, jika Septi memiliki mantan kekasih yang berjumlah tiga orang. Sedangkan dirinya hanya memiliki satu mantan kekasih.

"Mantan kamu nggak bisa dikurangi?"

Septi enggan menjawab. Sudah hampir sepuluh kali, Angkasa meminta hal yang tidak- tidak. Bagaimana caranya untuk Septi mengurangi mantan pacarnya? Tahu begini Septi tidak akan memberitahu jumlah mantan pacarnya.

"Umur kamu berapa sih? Sudah tua tapi masih kelotokan aja."

"Septi—"

"Apalagi sih? Aku nggak bisa ngurangin mantan ku, ya memang jumlahnya tiga, ya mau gimana lagi?"

"Atau ... " Septi menatap Angkasa. "Aku jadi mantan kamu aja gimana? Jadi mantan kamu bertambah satu, biar kamu nggak ngambek begini." Imbuh Septi.

Angkasa ternganga karena ucapan Septi yang sepertinya tanpa dipikir dahulu. Serius? Secara nggak langsung Septi meminta putus, begitu?

"Kamu ngomong apa sih? Kamu mau kita putus, selesai, gitu?"

"Kan kamu yang ngeributin soal mantan, mantan, dan mantan, itu aja dari tadi. Aku cuma kasih pilihan." Kekeh Septi menahan tawanya. Angkasa menanggapi serius ucapannya. Wajah ngambeknya tadi sudah berubah menahan amarah. "Lagian apa hebatnya sih, mau punya mantan satu atau dua, toh sama aja, sama- sama udah berakhir. Justru aku malu, karena aku punya mantan sampai tiga. Berarti hubungan ku, nggak pernah awet."

"Kalau pilihan kamu kayak gitu, kamu tuh kayak nggak serius sama hubungan kita."

"Aduuh, apalagi sih! Kok jadi kemana- mana sih cuma perkara mantan aja." Terkadang Septi suka heran sendiri sama Angkasa. Umur sudah hampir menginjak angka kepala tiga, namun sikapnya masih seperti anak- anak labil. Kedewasaannya hanya muncul di momen- momen yang tidak terduga saja.

Starting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang