53. Tiba

2.4K 61 0
                                    

Hari ini tiba, hari dimana Septi akan menjadi Nyonya Angkasa. Setelah menjalani pingitan- pingitan yang tidak benar- benar pingitan karena ulah Angkasa yang sempat- sempatnya mencuri waktu untuk menemuinya, hari ini akan menjadi hari kebebasa untuk Angkasa. Mulai hari ini Angkasa bebas menemui bahkan memiliki Septi seutuhnya.

Namun bukan Angkasa namanya jika tidak melakukan debat argumen. Angkasa yang sudah menanti- nanti untuk bisa melihat Septi di pagi hari ini, sebelum acara Akad di mulai, nyatanya masih belum bisa bertemu dengan Septi. Miranda adalah dalang dibalik semua ini. Miranda memisahkan tempat hias pengantin laki dan perempuan dengan jarak yang lumayan jauh. Tahu semua ini adalah ulah Mamanya sendiri, tidak segan- segan Angkasa melakukan mogok bicara kepada Miranda. Ditambah lagi, Miranda menyampaikan kalau Angkasa bisa bertemu dengan Septi setelah Angkasa 'sah' melakukan ijab kabul.

"Yaah, setelah Ijab Kabul lah kamu baru bisa ketemu Septi. Kira- kira hukuman kali ya, kamu pikir Mama nggak tahu kamu masih suka nyolong- nyolong waktu buat nemui Septi? Coba kalau nurut, nggak akan ada hal- hal kayak gini." Ujar Miranda seraya merapihkan pakaian pengantin yang akan digunakan oleh Angkasa.

"Tapi, Mama tuh tega banget. Ya ampun, jarak sekarang ke waktu akad tuh masih jauh banget, sedangkan aku udah lama banget nggak ketemu Septi, Mama masih tega sama aku?" Protes Angkasa.

"Kamu nahan berhari- hari nggak ketemu Septi aja bisa, masa cuma nunggu beberapa jam lagi sampai selesai Ijab, uring- uringannya kayak nggak akan ketemu Septi lagi, iiihh .. amit- amit deh sama kelakuan kamu ini." Miranda mengelus- elus dadanya melihat tingkah anaknya.

Angkasa memelas. "Ma  ..."

"Udah sabar, sebentar lagi juga. Ijab Kabulnya yang bener nanti, jangan sampai ada kesalahan, kalau bener kan nanti Septinya bisa langsung keluar. Udah ah, Mama mau urus- urus di depan dulu, ngurusin kamu bikin Mama kesel aja bawaanya."

Jika, Angkasa hanya bisa menggerutu lantaran masih belum bisa bertemu dengan Septi, lain halnya dengan Septi. Sedari tadi, Septi belum juga bisa menghilangkan rasa gugupnya.

Menjadi orang yang gugupan ternyata sangat tidak bagus ketika sedang menanti hari besar seperti ini. Berulang kali Septi berjalan mondar- mandir mengelilingi ruangan tempatnya berhias. Semua rasa campur aduk sedang ia rasakan saat ini.

Sesekali Septi mengingat hal- hal lama yang tidak bisa ia lupakan begitu saja. Dari awal pertemuannya dengan Angkasa yang menurutnya sangat tidak masuk akal, namun nyatanya bisa mengantarkan hubungan keduanya sampai jenjang pernikahan. Bayangkan saja, dari pacar bohongan bisa menjadi pacar sungguhan, banyak hal- hal yang sudah mereka lalu bersama.

Kini tiba waktunya Angkasa untuk mengucapkan kata sakral untuk menjadikan Septi sebagai istrinya. Tinggal hitungan menit atau detik lagi, Septi sudah akan sah menjadi istri dari Angkasa Razel.

"Sebentar lagi." Nadia membisikan kata yang membuatnya semakin gugup.

Sebentar lagi Angkasa akan memulai. Septi hanya bisa melihat dan mendengar dari saluran televisi yang ada di ruangannya saat ini. Septi masih disembunyikan dan belum dikeluarkan.

"Sah." Ucap kedua saksi yang menyaksikan Angkasa ketika melakukan Ijab Kabul, terdengar ucapan- ucapan Alhamdulillah dari semua undangan yang hadir. Tanpa sadar kedua mata Septi berkaca- kaca hingga air mata tidak dapat dibendung ketika kata 'Sah' terdengar.

"Jangan nangis, udah cantik gini sayang banget kalau make-up nya berantakan. Angkasa pasti kesel banget kalau kalau tahu Nyonya Angkasa nya menangis." Goda Nadia untuk mengurangi rasa gugup Septi. "Ayooo siap- siap." Nadia mengenggam kedua tangan Septi untuk memberikan kekuatan.

Langkah demi langkah terasa begitu jauh ketika Septi melangkah untuk menghampiri Angkasa. Selain karena rok batik yang ia gunakan memiliki belahan yang begitu kecil, ruangan yang ia tempati dengan ruangan acara juga cukup jauh, sehingga terkesan langkahnya tidak sampai- sampai.

Starting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang