37. Cemburu

1.6K 77 0
                                    

"Sori—kayaknya lagi nggak bisa di ganggu ya?"

Suara itu milik Dean. Walau sudah sangat lama tidak bertemu, Septi sangat mengenali pemilik suara berat itu. Siapa lagi jika bukan sahabatnya, Dean.

Septi tersenyum canggung menatap ke arah Dean. Setelah ia menghentikan ciuman Angkasa, dan berbalik arah untuk menemukan keberadaan Dean.

Sebelum benar- benar berbalik, Angkasa masih menahan kepalanya. Seakan tidak mengizinkan Septi melirik ke arah Dean.

Namun tunggu. Seperti ada yang mengganjil. Angkasa menciumnya secara spontan di rumah orang tuanya, dengan gila seperti ini. Ternyata ada maksud dan tujuannya. Angkasa yang lebih dulu menghadap ke arah Dean, sepertinya sengaja. Sengaja agar Dean melihat apa yang sedeang mereka dua lakukan.

Untuk apa? Apakah Angkasa tidak sepercaya itu kepadanya. Jika ia dan Dean sudah tidak memiliki hubungan apapun sedikit pun.

"Oh ... hai, nggak kok sama sekali nggak ganggu. Ini—" Septi berusaha mencari alasan yang dapat di mengerti Dean. Betapa malunya, di pertemuan pertamanya kembali, Dean harus melihat dirinya yang sedang berciuman dengan Angkasa, kesannya ... Septi seperti wanita tidak baik- baik. "Kelilipan. Iya mataku kelilipan tadi. Dan Angkasa bantu niupin. Dan, oh iya kenalin ini—"

"Angkasa. Calon suami Septi." Angkasa lebih dulu memotong ucapan Septi, dan sudah lebih dulu memberikan tangannya untuk berkenalan dan mengenalkan dirinya kepada Dean.

Dean masih menimbang- nimbang ucapan yang keluat dari bibir Angkasa. Menatap Septi dan Angkasa secara bergantian. Terakhir ia menaikan sebelah alis matanya, berhenti menatap ke arah Septi, dan mengabaikan tangan Angkasa yang masih menunggu Dean menjabat tangannya. "Karena ini, kamu serasa menghindar dari aku? Kamu sudah punya calon suami sekarang?"

Kali ini mata Dean menatap Angkasa. Masih mengabaikan tangan Angkasa yang menggantung di udara. "Tipe yang protektif lagi? Nggak kapok kamu?" Lalu, tangannya menjabat tangan Angkasa. "Dean, sahabat baik Septi. Dan Septi udah gue anggap seperti adik sendiri. Dan melihat sikap lo yang—" Dean memandang lebih Angkasa "—sangat protektif terhadap Septi, jelas. Sepertinya lo tahu kalau gue dan Septi dulu sempat mencoba menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat. Namun, sayangnya gagal. Kita berdua ditakdirkan bukan sebagai pasangan."

Dean merasakan tangannya di genggam semakin kencang. Ia tahu Angkasa mulai cemburu. Ia hanya ingin memancing kecemburuan Angkasa, untuk menilai seberapa besar pria di depannya ini mencintai sahabatnya itu.

Septi coba menengahi keduanya. Ia tahu Dean sedang memancing perasaan kekasihnya itu. Dan Septi juga tahu, Angkasa sudah terpancing dan masuk dalam jebakan Dean yang sedang menggodanya.

"Jangan memancing Dean!" Ucap Septi tegas. "Angkasa udah tahu semuanya, dan nggak perlu kamu kasih tahu lagi." Septi memaksa untuk keduanya melepaskan jabat tangan mereka.

"Seperti biasa, aku cuma mau tes doang. Aku nggak mau kalau kamu sampai salah memilih lagi. Cukup satu kali kamu di sakitin oleh laki- laki brengsek—"

Septi memotong ucapan Dean. Ia tidak ingin Dean melanjutkan ucapannya, terlebih lagi itu di depan Angkasa. Untuk yang kali ini, ia belum pernah menceritakannya kepada Angkasa. "Angkasa tidak seperti itu, aku yakin. Kamu harus dukung hubungan aku kali ini dengan Angkasa. Bukannya malah curiga."

"Maksudnya?" Angkasa seperti menyadari sesuatu. Sesuatu rahasia yang tidak ingin Septi ceritakan dan sesuatu rahasia yang hampir saja keluar dari bibir Dean.

"Nggak ada apa- apa sayang. Kita lebih baik ngobrol di depan, biar lebih santai. Kalau di sini, rasa- rasanya terlalu panas hawanya." Septi menarik tangan Angkasa begitu juga tangan Dean. Namun baru saja jalan sedikit, Angkasa menarik tangan yang sedang mengenggam tangan Dean. "Aku nggak suka." Ujarnya dengan kencang.

Starting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang