Angkasa menghempaskan Septi begitu saja ketika keduanya sudah memasuki kamar hotel. Mengusap wajahnya denga kedua tangannya. Angkasa menahan amarahnya, dengan menarik kuat rambutnya. Ada suara teriak yang tertahan dari bibir Angkasa, sehingga yang keluar hanya sebuah geraman saja.
Tidak ada rasa takut. Septi menatap tajam ke arah Angkasa. Setelahnya ia melihat kesekelilingnya, memahami setiap sudut yang ada di dalam kamar ini. Ia yakin kamar ini bukan baru di pesan oleh Angkasa. Terlihat, jika ada beberapa berkas yang berserakan di atas meja yang tersedia.
Ada kemungkinan selama tiga hari kemarin, Angkasa memilih untuk menghindari Septi dengan berada di hotel ini. Atau ... suatu pikiran terlintas, pikiran yang seharusnya tidak boleh Septi, bagaimana?
Bagaimana, jika malam itu ... Angkasa dan Diana berada di hotel ini, mereka berdua. Septi memejamkan kedua matanya, menghilangkan segala pikiran buruknya.
Angkasa membukakan pintu, ketika bel kamar berbunyi. Septi tidak dapat melihat siapa yang datang mengunjungi kamar hotel ini, lantaran terhalang oleh tubuh Angkasa.
"Ganti baju kamu." Angkasa menyerahkan satu goodie bag bertuliskan brand terkenal, yang Septi yakini berisi pakaiannya. Entah siapa yang Angkasa suruh untuk membeli pakaiannya, Septi sama sekali tidak peduli.
Septi hanya melirik, tidak mau bergerak ataupun menuruti keinginan Angkasa.
"Pilih aku yang bukain, atau kamu sendiri yang buka?" Perintahnya.
Septi menipiskan matanya. Terkekeh pelan. "Nggak kamu robek lagi? sesuai keinginan kamu tadi. Atau, seperti yang kamu lakuin kemarin?"
"Kamu tinggal nurutin kata- kata aku Septi ... nggak perlu kejadian kemarin harus terulang lagi kan?"
"Kenapa? Aku udah nggak masalah sama sekali, kalau kamu mengulangi hal kemarin!" Tantangnya.
Angkasa menghembuskan nafasnya kencang. Menarik Septi dalam pelukannya. Dagunya dibiarkan bersandar pada bahu Septi. "Kamu bisa untuk tidak melawan? Kali ini aja ... aku benar- benar lelah Septi."
Septi mendorong dada Angkasa dengan kedua tangannya. Melepaskan dirinya dari pelukan Angkasa dengan kasar. Mengambil goodie bag yang tadi di berikan Angkasa untuknya. Arah kakinya menuju kamar mandi. Mengguyur kepalanya dengan air dingin jauh lebih baik, ia bisa melepaskan kekesalannya di bawah shower.
Setelah Septi menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi, Septi keluar dengan setelan piyama. Angaksa sedang berada di single sofa memerosotkan tubuhnya, merebahkan tubuhnya, memejamkan matanya. Namun kehadiran Septi mampu membuatnya membuka mata. Menatap wanita yang dicintainya, tak ada lagi kilatan marah yang terpancar dari matanya.
Dengan menegakan tubuhnya, Angkasa meminta Septi untuk menghampirinya.
Perasaan Septi yang sudah jauh lebih rileks dari sebelumnya setelah mandi. Langsung mengiyakan permintaan Angkasa, untuk menghampirinya.
Langsung saja Angkasa menarik Septi, ketika Septi sudah berada di depannya. Membiarkan Septi jatuh tepat di atas pahanya.
Angkasa menenggelamkan wajahnya di bahu Septi. Suatu hal yang Angkasa sukai. Menyenderkan punggung Septi menyentuh dadanya. "Favorit." Angkasa paling suka bau tubuh Septi yang bercampur dengan wangin sabun apapun, bagi Angkasa itu membuatnya candu.
***
Keduanya merasa sangat lelah. Lelah sekali. Tidak ada yang mereka lakukan selain hanya diam, dan setelahnya tertidur.
Septi terbangun dan melihat sekelilingnya. Ia masih berada di kamar yang sama saat Angkasa membawanya masuk ke kamar hotel yang Angkasa tempati beberapa hari yang lalu, dan mungkin sampai saat ini.
Di sebelahnya, Angkasa masih tertidur sangat pulas dengan posisi tangan yang melingkari tubuhnya. Wajah Angkasa masih setia terbenam di lehernya. Kata 'favorit' yang Angkasa ucapkan semalam masih terngiang di telinganya. Bagaimana ia mencium lehernya tanpa henti. Dan membuktikannya hingga saat ini. Wajah Angkasa masih tertahan di lehernya.
Septi mencoba melepaskan tubuhnya yang masih dalam dekapan Angkasa. Melepaskan tangan Angkasa secara perlahan agar tidak membuat Angkasa terbangun. Gerakan Septi begitu pelan, namun tetap saja tidur Angkasa terganggu.
Angkasa menahannya semakin erat. Mendekapnya semakin dekat. Hidung Angkasa memainkan lehernya, hingga menimbulkan rasa geli pada sekujur tubuhnya.
"Mau kemana?" Ucap Angkasa dengan suara paraunya.
Septi mendengkus. "Ke kamar mandi."
Ada nafas yang tertarik, Angkasa menghembuskannya kencang tepat di leher Septi. Sebelum benar- benar melepas tubuh Septi, Angkasa memberikan kecupan singkat di bibir Septi. "Jangan lama- lama." Ucap Angkasa yang kembali tertidur.
"Lama banget?" Suara iri itu keluar dari bibir Angkasa, walau masih memejamkan mata Angkasa tahu kalau saja Septi baru keluar dari kamar mandi.
Ada hembusan nafas yang Septi keluarkan. Menatap ke arah Angkasa yang kina tangannya sudah terbuka lebar menanti Septi untuk kembali ke dalam pelukannya.
Tidak ingin kembali memancing amarah Angkasa, Septi kembali masuk dalam pelukan Angkasa. "Jadi anak penurut nggak susah kan?" Angkasa menciumi puncak kepala Septi berulang kali, seakan memberi tahu bahwa dirinya begitu menyayangi Septi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting You
RomanceAngkasa Razel seorang CEO yang berhasil membuat permintaan kepada Septi Muara Sari di hari pertamanya kerja. *** Siapa yang sangka jika Septi Muara Sari harus bekerja menjadi seorang seketaris dengan atasan yang selalu mengambil keputasannya secar...