55. Benar-benar pergi.

1.6K 197 56
                                    

Ahhhh Happy 100k dibaca!! 😭

Seneng banget huhu😭

Gak nyangka!! Ahhh

Padahal aku buat cerita ini cuman iseng.

Ohh iya buat part 54😭🙏
Astaghfirullah, maaf aku lupa banget. Karena waktu itu aku mau up cepet-cepet takutnya kalian nunggu lama, jadi gak teliti. I'm sorry.

Ohh iya, yang bener Gentala ya bukan Galen!!

/nangis dipojokan.

But , it's okay, itu pelajaran buat aku supaya lebih teliti lagi dann yang paling penting jangan sering terburu-buru.

---
"Maaf Bu. Kita boleh masuk?? "

Para ibu-ibu itu nampak menganggukan kepalanya. "Iya silahkan neng." Ibu itu mengijinkan mereka.

Nadira dan Ilham berjalan masuk ke rumah tersebut.

"Nenek..... "

Cakra mengerjapkan matanya melihat, Gentala -sahabatnya sedang menangis di dekat seorang mayat.

Ilham dan Nadira saling tatap. Ilham menurunkan Cakra dari gendongannya. Tangan pria itu memegang tangan putranya.

"Bang Gentala. "

"E-ehh Cakra.. "

Ilham melototkan matanya ketika melihat Cakra melepaskan cekalanya dan berlari kecil menuju Gentala.

Sedangkan Cakra tak peduli. Bocah itu berlari kecil menuju Gentala, tak peduli banyak tatapan heran dari banyak orang didalam sana, tapi yang terpenting adalah melihat Gentala.

"Bang Genta. " Cakra menyentuh pundak Gentala dengan tangan yang gemetar. Bocah itu menatap mayat didepannya.

Genta memberhentikan isakanya, bocah 6 tahun itu menatap Cakra, sahabatnya. "Cakra." Gumam Gentala dengan pelan.

Cakra menatap Gentala dengan bibir melengkung kebawah dan matanya berkaca-kaca. Melihat Gentala yang bermata sembab, hidung merah membuat Cakra kebawa suasana sendiri.

"Bang Genta jangan nangis." Ucap Cakra dengan pelan, mata berkaca-kacanya menatap Gentala.

Gentala menatap Cakra, " Aku udah, gak punya siapa-siapa lagi. Hiks, nenek aku udah gak ada." Ucap Gentala dengan suara bergetar.

Nadira yang melihat interaksi putra dan bocah bernama Gentala pun memegang erat tangan suaminya. Matanya berkaca-kaca, terbawa suasana,itu lah yang saat ini yang ia rasakan. Karena ia juga pernah merasakan kehilangan orang yang sangat berarti dikehidupanya.

Ilham menoleh kepada Nadira. " Ssstt, jangan nangis. " Ucap Ilham. Nadira mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Duduk dulu ya." Ucap Ilham.

Nadira dan Ilham duduk di lantai beralaskan tikar.

Ilham tersenyum tipis kepada orang yang berada didekatnya. "Assalamu'alaikum, pa. Bu. Perkenalkan saya Ilham dan ini istri saya Nadira. Kami berdua dari orang tua Cakra, temenya Gentala." Ucap Ilham dengan ramah.

Mereka nampak tersenyum. " Ohh, jadi dia Cakra tooh. Yang Gentala sering ceritain ke kita." Ucap Ibu-ibu berjilbab merah maroon.

Mata Nadira menyipitkan sedikit tanda tersenyum.

"Nenek gak boleh pergi. "

Mereka mengalihkan tatapanya pada Gentala yang sedang menangis histeris dengan Cakra yang juga sedang menangis disamping Gentala.

ILHAM DAN NADIRA •| ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang