Sharma mengikuti langkah lebar Kaisar dari belakang. Langkah lebar itu sungguh tidak sesuai dengan langkah kaki mungilnya. Terpaksalah ia berlari kecil seperti anak kecil yang mengejar ayah yang marah. Sesekali Sharma menggosok kedua telapak tangannya. Baju yang basah membuat ia sangat kedinginan. Bahkan giginya bergemeltuk saking kedinginan.
Di depan, mata Kaisar sesekali melirik kebelakang. Ia tahu Sharma kedinginan karena gemeltuk gigi selirnya itu terdengar cukup kuat. Kaisar pun berhenti tiba-tiba.
Sharma cemberut karena hampir saja menabrak Kaisar. Setelah itu ia melihat wajah Kaisar yang datar. "Cepat jalan! Hamba ingin segera mengganti pakaian." Sharma bahkan tak sadar memerintah Kaisar.
Kaisar tidak menanggapi. Malah Kaisar membuka jubahnya lalu memasangkan jubah itu kepada Sharma. Jubah yang pas ditubuhnya jadi terlalu besar untuk Sharma. Walaupun Sharma hampir tertelan oleh jubah itu, namun jubah itu cukup baik dalam menghalau angin malam yang akan membuat Sharma lebih kedinginan.
Setelah memberikan jubahnya pada Sharma, Kaisar melanjutkan langkahnya lagi.
Tumben baik.
Bukannya berterima kasih, Sharma memilih mencibir dalam hati.
* * * *
Sharma tidak tahu alasan Kaisar membawa nya ke istana kekaisaran. Istana pribadi Kaisar adalah Istana tempat Kaisar melakukan aktivitas sehari-hari. Berbeda dengan Istana utama, istana Kaisar tidak bisa diinjak oleh sembarang orang, bahkan tidak ada pejabat tinggi apapun di sana. Hanya pengawal dan pelayan kepercayaan Kaisar yang mengurus dan menjaga istana pribadi Kaisar.
Baju basah Sharma membuat tetesan-tetesan kecil di lantai. Saking beningnya lantai itu, mungkin tidak akan ada yang menyadari ada tetesan air di sana karena lantai itu terlalu bening.
"Yang Mulia, kenapa Yang Mulia membawa hamba kemari? Hamba ingin berganti pakaian," tanya Sharma.
"Bibi Anela," panggil Kaisar entah pada siapa.
Tak lama kemudian datanglah seorang pelayan yang sudah berumur. Wanita itu memberikan hormat pada Kaisar.
"Antar Selir Sharma ke kamar Bibi dan berikan dia pakaian baru. Setelah itu antar dia kembali kemari," ucap Kaisar sambil mengambil posisi duduk. Matanya tidak menatap pada siapapun.
"Baik, Yang Mulia." Anela tersenyum pada Sharma. "Mari, Selir Sharma."
Mau tidak mau Sharma harus ikut. Ia tidak mau masuk angin karena menggunakan pakaian basah. Sesampainya di kamar pelayan itu, Sharma malah melongo di depan pintu. Sungguh kamar pelayan ini tidak bisa disebut sebagai kamar pelayan, bahkan kamar calon selir saja tidak semewah ini.
"Ini kamar, Bibi?" tanya Sharma sambil mengamati kemewahan kamar yang ia datangi.
Anela tersenyum sambil mengangguk. "Betul, Selir Sharma. Saya adalah pengasuh Kaisar sejak Kaisar kecil. Ibu Ratu yang memberikan kamar ini untuk hamba."
Sharma masuk kamar itu tanpa menghentikan tatapan kagumnya. Anela yang sejak tadi memperhatikan tak kuasa menahan senyum. Seperti yang diceritakan oleh beberapa pelayan dapur, selir baru Kaisar sangat berbeda. Sejak dulu ia memang belum pernah bertemu dengan Sharma. Ia hanya pernah mendengar namanya saja.
"Pasti Bibi bisa tidur dengan nyenyak," ucap Sharma sambil mengusap tempat tidur berwarna putih bersulam emas.
Anela membuka lemari pakaian yang terbilang besar. "Tidak juga, Selir Sharma. Kemewahan bukan patokan kebahagiaan. Banyak masalah di sekitar Yang Mulia, dan hamba tidak dapat tidur dengan nyenyak." Anela sangat jujur dan berkata apa adanya.
Sharma mengangguk. Ia memahaminya. Jangankan menjadi seorang penguasa negeri yang besar, ia yang bukan apa-apa saja selalu dikejar oleh masalah.
"Ini pakaiannya. Silahkan dipakai." Anela menyerahkan gaun berwarna hijau muda.
Hijau cerah yang sangat muda ini terlihat segar di mata Sharma. Ia menyukai gaun ini. "Terima kasih, Bibi."Selesai mengganti pakaian, Sharma diantar ke ruang utama. Di sana Kaisar masih setia duduk di atas kursi berukir emas. Kaisar terlihat sedang membaca selembar kertas. Mungkin itu adalah laporan dari pejabat kerajaan.
"Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Sharma dan Anela memberikan hormat bersama-sama.
Kaisar meletakkan kertas yang tadi dibacanya di atas meja. Matanya beralih menatap Sharma. "Berdiri di sana!" Kaisar menunjuk pojok ruangan.
Sharma mengerutkan kening heran. Di sana tidak ada apa-apa. Hanya dinding yang kosong. Walaupun tidak mengerti, ia tetap menuruti perintah Kaisar. Dengan malas ia berjalan ke pojok ruangan.
Setelah Sharma menghadap ke arahnya, Kaisar memberikan perintah lagi. "Letakkan tangan kiri di belakang, dan tangan kanan di atas dada kiri!"
Lagi-lagi Sharma harus menurut. Walaupun di dalam hatinya menggerutu.
Dia mengajarkan jurus apa ini?
Sedangkan Anela menunduk menahan tawa.
"Angkat kaki kiri!" Kaisar lagi-lagi mengeluarkan perintah tegasnya.
Tanpa banyak protes Sharma mengangkat kaki kirinya.
"Katakan 'Selir Sharma akan menjadi Selir yang penurut. Tidak akan mengulangi kesalahan yang sama'."
Sharma membulatkan matanya. Ternyata Kaisar menghukumnya seperti anak kecil. Ia ingin protes. Ia ingin menurunkan kakinya, tapi Kaisar sudah menatapnya tajam. "Lakukan atau aku akan mencambukmu. Paham?"
Sharma kembali mengangkat kaki kirinya dengan benar. Bibirnya mengerucut sebal dan tentunya ia sudah mengumpati Kaisar sepuas hati. "Selir Sharma akan menjadi Selir yang penurut. Tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
"Lakukan sampai matahari terbit." Kaisar berdiri.
Sharma terkejut bukan main. Bisa-bisa kakinya berotot sebelah. Belum sampai satu jam saja Sharma sudah merasakan panas di betis. Kali ini Sharma benar-benar protes.
"Yang Mulia! Kalau Anda ingin membunuh hamba, lakukan saja. Jangan membuat hamba tersiksa."
Kaisar merapikan bajunya yang berwarna putih. Mata elangnya masih menatap Sharma. "Membunuhmu tidak ada untungnya bagiku. Jika tidak ingin dihukum, maka jangan berulah." Kemudian Kaisar berjalan meninggalkan Sharma dengan hukumannya.
"Jangan coba-coba menurunkan kaki ataupun tangan. Aku mengawasimu," ucap Kaisar sebelum hilang dari pandangan.
Sharma memelas pada Anela. Siapa tahu karena Anela adalah pengasuh Kaisar, Kaisar bisa menuruti ucapan Anela. Namun Anela malah tersenyum lebar kemudian membungkuk memberi hormat. Setelah itu Anela ikut meninggalkan Sharma.
"Dasar Serigala Kutub. Aku akan membalas mu," umpat Sharma kesal.
"Aku mendengarmu." Suara dingin Kaisar membuat Sharma terkejut. Sharma pun langsung terdiam dan menangis dalam hati.
"Selir Sharma akan menjadi Selir yang penurut. Tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." Sharma mulai mengucapkan janji.
Kalau tidak khilaf.
* * * *
Hai hai hai. Bagaimana? Masih seru atau kurang seru? Hehehehe, pokoknya mah seru-in aja ya. Oh ya, rencananya Sely mau ganti cover. Setuju gak? Soalnya cover yang ini terlalu dark. Kurang cocok sama isinya. Ini dia yang mau sely jadikan cover. Siapa yang setuju angkat tangan ya. Sumber gambar dari google.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Roman d'amour(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...