Sharma memang sudah berkali-kali diserang oleh makhluk halus. Namun ia tidak pernah merasakan sakit fisik seperti ini. Mungkin hanya demam yang ia sendiri tidak tahu mengapa ia selalu demam setelah diserang oleh makhluk halus itu.
Berbeda dengan sekarang, serangan fisik itu benar-benar mengincar nyawanya. Jika Ader tidak datang, entah apa yang akan terjadi.
Srak
Mata Ader yang selalu waspada langsung melirik ke sumber suara. Semak di kegelapan terlihat bergoyang. Dengan cepat Ader berlari ke atah semak belukar itu. Sharma sendiri hanya bisa memegangi lengannya yang semakin lama semakin perih.
Entah ke mana perginya Ader mengejar penyerang itu. Sharma jelas tidak ingin sendirian di tempat yang kurang tersapa cahaya bulan. Di sana juga tidak ada prajurit. Mungkin siang hari tempat ini sangat aman sehingga tidak perlu dijaga. Namun tidak untuk Sharma sekarang ini.
"Aku harus segera pulang."
Baru beberapa langkah berjalan, Sharma merasa kepalanya sangat pusing dan sakit. Badannya juga tiba-tiba lemas. Sharma terduduk di tanah karena ia telah kehilangan keseimbangan.
"Tolong!" Sharma berteriak minta tolong sekuat yang ia bisa. Teriakkan kali ini tidak sekuat teriakkan biasanya. Tubuhnya sudah kehilangan kekuatan, sehingga mengeluarkan suarapun sulit.
Tiba-tiba Sharma merasakan perutnya sangat sakit dan ingin memuntahkan sesuatu. Saat dimuntahkan, yang keluar adalah darah hitam. Sharma ketakutan sendiri dengan kondisi tubuhnya.
Jangan bilang aku akan mati sekarang.
"Tolongh ...." Suaranya semakin lemah. Matanya mulai berkunang-kunang. Suara disekelilingnya terasa hampa. Dan sekarang ia tidak bisa merasakan inderanya sendiri. Kemudian ia jatuh dan tak ingat apa-apa lagi.
* * * *
Ajoz dan seorang tabib istana sedang sibuk di kamar Sharma. Sejak ditemukan oleh Pangeran Giler di belakang istana pribadi Kaisar, Sharma sudah muntah darah. Sampai saat ini pun Sharma masih muntah darah walaupun tidak sebanyak tadi malam.
Hari sudah beranjak siang namun Sharma masih belum sadarkan diri. Sharma terus muntah darah walaupun dirinya tak sadarkan diri. Sudah berbagai macam cara dilakukan oleh Ajoz dan tabib istana, namun usaha mereka tidak terlalu membuahkan hasil. Mereka hanya mampu mengurangi muntahan darah Sharma. Dan mereka juga memberikan ramuan perangsang sel darah baru. Jika terus menerus seperti ini, maka nyawa Sharma tidak akan tertolong lagi.
Di luar kamar Sharma ada Wenari dan Nora, mereka sibuk mondar-mandir tanpa bisa masuk karena Ajoz melarangnya. Ajoz dan tabib Istana perlu konsentrasi tinggi. Mereka tidak boleh terganggu oleh orang-orang yang khawatir tapi tidak bisa melakukan apapun.
Sedangkan Ader dan Pangeran Giler dipanggil oleh Kaisar ke pengadilan untuk mengadili pelaku. Ya, tadi malam Ader berhasil menangkap pelaku, dan pelakunya adalah prajurit bayaran Selir ketiga, yakni Selir Rachi.
"Bagaimana ini? Serir Sharma terus muntah darah." Tabib istana hampir putus asa. Ia pikir Sharma tidak mungkin bisa diselamatkan.
"Bisakah saya meminta air hangat?" tanya Ajoz.
Tabib istana mengangguk. Ia tidak banyak tanya karena Ajoz terkenal sebagai tabib ahli di samping jabatannya sebagai kepala desa Teh.
Setelah tabib itu keluar untuk mengambil air hangat. Ajoz mengeluarkan sesuatu dari kantungnya. Ia memandangi Sharma sedangkan tangannya mengepal kuat menggenggam mutiara biru.
"Maafkan paman, Sharma. Paman harus membuka segel kekuatanmu. Jika tidak, nyawamu tidak akan terselamatkan. Paman tidak ingin kehilangan dirimu. Paman sudah menganggapmu sebagai anak paman. Kau harus tetap hidup. Walaupun ini beresiko terbongkar identitas aslimu, tapi nyawamu lebih penting dari segalanya."
Ajoz memasukan mutiara itu kedalam mulut Sharma. Setelah itu Ajoz mundur selangkah. Untuk detik pertama hingga ketiga tidak terjadi apapun. Namun di detik berikutnya, tubuh Sharma mengeluarkan cahaya biru. Ajoz hanya berdoa semoga tidak ada yang melihat cahaya itu.
Beberapa detik kemudian cahaya itu meredup, Sharma kembali tak bercahaya. Sharma masih belum sadar, namun muntah darahnya sudah berhenti. Ajoz pun menghela nafas lega.
"Tuan, ini air hangatnya." Tabib istana membawakan air hangat di dalam mangkuk.
Ajoz menerima mangkuk tersebut lalu berterima kasih.
"Apakah Selir Sharma sudah tidak muntah darah lagi?" tanya tabib itu yang melihat area mulut Sharma sudah bersih dari darah.
Ajoz mengangguk. "Iya. Mungkin ramuan yang kita berikan sebelumnya baru bekerja optimal."
Tabib itu pun mengucapkan syukur. Mereka kembali memeriksa kondisi Sharma dan sekali lagi mereka menarik nafas lega. Akhirnya Sharma telah melewati masa-masa kritisnya.
* * * *
Kaisar yang diikuti oleh Ader dan Pangeran Giler berjalan cepat memasuki kediaman calon Selir. Mereka melihat Ajoz dan tabib istana tengah menumbuk ramuan di meja ruang utama. Segera Kaisar menghampiri Ajoz.
"Bagaimana keadaan Sharma, Paman?" tanya Kaisar.
Ajoz tersenyum kemudian membungkuk hormat. "Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus. Kondisi Sharma sudah membaik. Butuh beberapa waktu sampai dia kembali sadar."
Tanpa berbicara lagi, Kaisar langsung masuk ke dalam kamar Sharma. Begitu masuk ia langsung berbalik badan. Ternyata para pelayan pribadi Sharma tengah mengganti pakaian Sharma.
Wenari dan Nora terkejut melihat Kaisar yang tiba-tiba masuk. Segera mereka menutupi tubuh Sharma yang belum selesai dipakaikan baju dengan selimut."Hormat kami Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Mereka memberikan hormat. "Jika Yang Mulia ingin melihat Selir Sharma, kami akan undur diri," ucap Nora sambil menunduk.
"Tidak perlu. Lanjutkanlah, nanti aku akan kembali." Kaisar menutup pintu kembali.
Pangeran Giler dan Ader yang tidak tahu apa-apa masih saja berjalan ke arah pintu. Mereka ingin membuka pintu, namun suara dalam Kaisar membuat mereka berhenti.
"Jika kalian membuka pintu, akan ku congkel mata kalian setelah itu. Itu pasti."
Pangeran Giler dan Ader langsung mundur. Mereka tahu apa yang dimaksud oleh Kaisar. Pantas saja Kaisar langsung kembali lagi dan menutup pintu. Pangeran Giler sedikit heran dengan sikap posesif Kaisar atas Sharma. Terakhir kali ia menggenggam tangan Sharma, Kaisar mengancam akan memotong tangannya. Padahal ia tahu dan sangat yakin Kaisar tidak mencintai Sharma. Namun entah mengapa sikap Kaisar kepada Sharma jauh berbeda dibandingkan sikap Kaisar pada Selir Lainnya.
"Aaaaaaa!"
Kaisar, Ader, dan Pangeran Giler menoleh cepat ke arah pintu kamar. Teriakan itu, teriakan yang legendaris. Mereka yakin itu adalah suara Sharma.
Segini dulu ya Guys. Hari ini cuma bisa segini dulu. Hehehe, semoga kalian semua suka ya Guys. Sampai jumpa di episode selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romance(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...