"Dasar setan kecil!"
"Hahahaha, ayo kejar aku Ibu." Walaupun kaki dan langkah kakinya kecil, akan tetapi frekuensi langkahnya sangat cepat. Bahkan ibunya yang dulu terkenal dengan lari cepatpun kalah.
Saat anaknya akan keluar pintu, dari luar muncul pria jangkung nan tampan yang mengenakkan jubah kebesaran Alrancus. "Yang Mulia tangkap setan kecil itu!"
Anak yang dikatai setan kecil langsung mengerem tepat sebelum hidung mancungnya menabrak kaki ayahnya. Sang ayah menunduk kemudian mengangkat putrinya lalu menggendongnya. "Pagi-pagi sudah bertengkar lagi dengan ibumu. Apa yang kau lakukan sampai ibumu mengamuk seperti badak?" tanya sang ayah sambil mencubit pipi gembul putrinya.
Sang ibu menghampiri kemudian tiba-tiba memukul pantat putrinya. "Anak ini benar-benar. Yang Mulia, lihat."
Seketika suaminya tertawa kemudian menatap putrinya. "Kau sedang mendadani ibumu?"
Anak kecil itu mengangguk dengan semangat. "Ya. Ibu sangat cocok dengan riasan seperti itu karena ibu seperti banteng."
"Anak ini benar-benar ...." Sebelum tangan ibunya memukul pantat sang putri, sang ayah lebih dulu mendaratkan kecupan di kening istrinya.
Wajah marah sang istri langsung damai seketika. "Ah ... damainya." Sang istri langsung tersenyum lembut. Ya, itu adalah cara meredakan amarah istrinya. Tapi terkadang tak ampuh juga. Beruntung hari ini ampuh.
"Jangan marah-marah lagi Sharma," ucap Kaisar Ariga sambil tersenyum agar istrinya itu tidak marah-marah lagi.
Permaisuri Sharma mengangguk. "Baiklah, hamba akan bersabar menghadapi Xianna."
Setelah yakin Permaisuri Sharma tak akan mengejar dan memarahi putri bungsunya, Kaisar Ariga pun menurunkan Putri Xianna. "Kau juga jangan menjahili ibumu terus."
Putri Xianna mengangguk. "Baik, Ayah." Dan sebelum ibunya marah lagi, Xianna sudah lebih dulu melarikan diri keluar. Jika sudah pergi keluar, tak perlu ditanya lagi apa yang akan dilakukan oleh putri bungsu mereka. Xianna pasti akan bermain dengan teman akrabnya.
"Mana Xiendra?" tanya Kaisar Ariga.
Permaisuri Sharma menunjuk kamar yang terletak di ujung. "Mungkin masih tidur. Sejak tadi hamba tidak mendengar suaranya. Tapi memang dia jarang bersuara sehingga hamba tidak tahu apakah dia masih tidur atau sudah bangun."
"Aku akan pergi memeriksa," ucap Kaisar Ariga kemudian berjalan menuju kamar yang masih tertutup.
Kaisar Ariga membuka pintu secara perlahan. Saat pintu dibuka, Kaisar Ariga bisa melihat sosok mungil yang seusia dengan putri bungsunya sedang duduk di jendela kamar yang terbuka lebar. Putranya itu sedang bersandar pada kusen jendela dengan kaki ditekuk. Kedua matanya yang tertutup kain hitam membuat Kaisar tak tahu tengah memandang apa putranya itu.
"Mengapa diam di sana, Ayah? Silahkan masuk," ucap putranya itu. Nada bicara putranya sama seperti dirinya, dingin dan datar.
Kaisar Ariga pun masuk kemudian berjalan menghampiri putranya. Padahal tadi putranya tak menoleh sedikitpun, ditambah lagi matanya yang tak melihat, lalu bagaimana putranya itu bisa tahu bahwa yang datang adalah dirinya.
"Sedang menikmati udara pagi, eh?" tanya Kaisar sambil menepuk bahu putra sulungnya.
Xiendra menoleh sedikit. "Hanya sedang memantau."
Kaisar penasaran lalu mengikuti arah kepala Xiendra. Dari jendela kamar Xiendra, Kaisar bisa melihat taman bermain dan kebun bunga yang menjadi tempat bermain Xianna. Dari jendela kamar ini Kaisar bisa melihat Xianna sedang bermain dengan satu teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romance(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...