Sharma Itu Menyebalkan

32K 3.3K 83
                                    

Hari mulai gelap. Akhirnya kereta kuda Sharma sampai di depan istana. Semoga saja janji makan malam dengan kaisar tidak ia lewatkan. Sebenarnya Sharma sangat malas dan sedikit takut. Sepanjang perjalanan, kakaknya bercerita bahwa ia harus mengikuti sopan-santun di Istana. Ia harus menjaga etika dan sikap. Ia semakin takut kala kakaknya bercerita bahwa Kaisar tidak suka keributan. Kaisar bisa marah besar dan berbuat semaunya.

Kret

Gerbang utama dibuka dengan lebar begitu sang kusir menunjukkan lencana kereta dari desa Teh. Kabar tentang perjodohan Kaisar dengan gadis desa dari desa Teh sudah menyebar sejak dua hari yang lalu. Bahkan Kaisar saja baru ingat kemarin malam. Itulah bukti bahwa ucapan Ibu Ratu masih diingat oleh semua orang sampai kini. Dulu Ibu Ratu pernah mengumumkan, bahwa hari ini adalah hari perjodohan Kaisar dan Sharma. Tak disangka semua orang akan mengingatnya, walaupun Ibu Ratu sudah tiada satu tahun yang lalu.

"Selamat datang, Nona Sharma," sapa kedua prajurit yang berjaga di depan gerbang. Begitu melihat Ader, mereka menyapa lagi. "Selamat datang, Tuan Ader."

Sebenarnya bukan hanya mereka yang berjaga di gerbang istana di atas gerbang dan pagar yang mengelilingi istana sudah tak terhitung jumlah prajurit yang berjaga. Namun dari semua yang ada di sana, hanya dua penjaga ini yang terlihat memiliki perilaku seperti manusia. Yang lainnya hanya seperti robot yang tak kenal lelah.

"Terima kasih." Sharma menanggapi dengan senyum lebar.

Ternyata mereka sudah mengenalku. Apakah Ibu Ratu sudah sejak lama memperkenalkan namaku sebagai calon selir? Wah, Ibu Ratu benar-benar berniat sekali.

Belum selesai dengan pikiran tentang terkenalnya dirinya, ia sudah dibuat berpikir lagi dengan luasnya dan indahnya istana utama ini. Dirinya benar-benar terpukau. Ternyata yang diceritakan Ader dulu memang benar. Istana adalah sebuah kemegahan yang luar biasa. Beruntung kakaknya yang menjadi mata-mata Kaisar. Bisa keluar masuk dan tinggal di Istana kapan saja.

"Tutup mulutmu, nanti lalat masuk." Ader mengatupkan rahang bawah Sharma.

Sharma mengerucutkan bibirnya. Mengagumi saja tidak boleh, apalagi memiliki harta banyak dari Kaisar.
Mereka turun dari kereta kuda lalu mereka digiring masuk ke istana. Ternyata bangunan yang kokoh dan indah itu bukanlah inti dari istana. Begitu masuk, kalian akan melihat lapangan yang begitu luas. Selain itu, ada bangunan besar dan indah mengelilingi lapangan tersebut.

Hmm, kira-kira bangunan apa saja ya? Aku kira istana hanya terdiri dari satu bangunan saja.

Mereka berjalan mengikuti dua orang prajurit. Sekarang mereka berjalan ke arah bangunan yang paling kanan. Di sana terlihat cukup ramai. Terlihat beberapa pelayan dan penjaga. Sharma tidak tahu bangun apa itu, yang jelas ia dan Ader hanya mengikuti prajurit yang mengantar mereka.

"Silahkan masuk." Prajurit itu mempersilahkan dengan sangat sopan.

Tanpa mengucapkan apapun, Sharma berlari kecil ke dalam ruangan yang besar dan ... Tentu saja mewah. Semuanya terbuat dari emas dan berkilau.

Kalau ku cungkil emas dari ukiran ini, lalu ku jual, waaah ... Aku akan kaya mendadak. Paman Ajoz dan aku tidak perlu menjual teh dan bisa membuat rumah yang besar.

"Hei, jangan seperti itu. Tidak sopan! Dan bersikap anggunlah!" tegas Ader. Ia tidak ingin Sharma terlihat norak sekali. Walaupun mereka orang desa, namun mereka memiliki didikan yang baik. Ader tidak mau sampai adiknya direndahkan di sini.

Sejak ia menjadi mata-mata Kaisar, ia jarang bertemu dengan adiknya. Ia tidak tahu bahwa adiknya berkelakuan seperti ini. Entah mengapa sepertinya Ader akan sering sakit kepala jika menghadapi kelakuan adiknya ini. Sekeras apapun ia memberitahu Sharma bahwa sebagai calon selir harus anggun dan lemah lembut, Sharma tidak akan mau mendengarkannya. Padahal, sangat penting untuk meniru sikap anggun para selir jika adiknya ini tinggal di istana.

"Aku punya mata, mana mungkin aku berhenti melihat keagungan ini." Sharma benar-benar keras kepala. Ia berlari menyusuri dinding sambil menyeret tangannya yang menempel pada ukiran emas yang terbentang di sekeliling dinding.

"Oh, apakah ini calon selir ke-enam Kaisar?"

Ader dan Sharma menoleh ke pintu masuk.

Sangat putih, ramping, tinggi, body goal, dan sangat cantik. Tiba-tiba saja Sharma merasa minder jika melihat wanita cantik dan anggun di depan pintu masuk. Sejak awal tinggal di Negeri Alrancus, Sharma tahu bahwa orang di sini memang putih-putih. Dulu ia tidak mempermasalahkannya. Gadis di desa Teh juga hampir seperti dirinya, tidak ada yang benar-benar cantik. Namun di istana ini, sepertinya semuanya cantik seperti bidadari.

"Hormat hamba, Selir Pertama." Ader membungkukan badan sebagai penghormatan.

Sharma yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menatap dan menelisik wajah cantik itu.

Duk

Kurang ajar. Dasar kakak tidak ada akhlak.

Sharma menahan ringisannya kemudian membungkuk juga. Rasa sakit di punggung kakinya masih jelas terasa. Awas saja, nanti pasti Sharma balas.

"Hormat hamba, Selir Pertama."

Memangnya harus disebut ya 'selirnya'? Apakah begini cara menyapa Selir?

"Benarkah ini Nona Sharma? Yang diceritakan oleh Ibu Ratu yang katanya cantik dan manis? Sepertinya Ibu Ratu kurang meneliti. Tubuh Nona Sharma pendek dan kulitnya tidak cerah." Selir Pertama ini memang terkenal tidak bisa menyaring kata-kata. Siapapun harus maklum, termasuk Ader yang sudah lama mengenal anggota kerajaan.

"Maaf Selir Ghauni. Akhir-akhir ini, adik saya sering berjemur di bawah matahari. Mungkin dia bosan memiliki kulit putih. Dan soal tinggi, mungkin saat bermain dia sering mengangkat gajah, makanya tinggi badannya tertekan ke bawah."

Ader tidak peduli dengan alasan apa pun yang digunakan, yang penting ia harus membantu adiknya bicara. Ya walaupun sebenarnya malah menambah ejekkan.  Kasihan sekali Sharma, baru masuk istana harus bertemu dengan rubah paling licik di dunia.

"Oh ya? Apakah kalian tahu kalau kaisar suka wanita berkulit putih cerah? Mungkin Nona Sharma tidak akan terpilih."

Sudah sejak tadi Sharma menahan geram. "Lagi pula tidak ada yang selera dengan kaisar tua. Saya lebih suka pangeran yang tampan dan ramah."

Ader mencubit pinggang Sharma untuk mengingatkan jangan berbicara sembarangan tentang kaisar. Salah bicara, leher akan terpisah dengan kepala.

Ader tertawa tak enak. "Maafkan adik hamba, Selir Ghauni. Akhir-akhir ini adik saya sering bergurau." Sekali lagi nyawa Sharma diselamatkan.

Selir Ghauni tidak lagi berbicara. Hanya membuang-buang waktu jika berbicara dengan dua orang sampah yang ingin naik ke kursi emas. Sangat mustahil. Selir Ghauni mengibaskan jubah putihnya lalu berjalan keluar meninggalkan Ader dan Sharma. Di belakangnya ada dua pelayan yang siap mengikuti kemanapun tuannya pergi.

Setelah yakin selir Ghauni tak terlihat lagi. Ader langsung melototi Sharma.
"Bisakah kau berbicara dengan baik. Hampir saja kepalamu hilang dari tempatnya."

Sharma hanya mencebik, kemudian meneruskan kegiatannya untuk mengelus semua benda antik yang ada di ruang istirahat.

Ups, satu lagi hal baru disadari oleh Ader. Adiknya ini menyebalkan.

Mau up dua episode nih. Makanya sore ini kita up satu. Nanti malam up satu lagi, oke?

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang