Gail kembali bersujud. "Yang Mulia, mohon berilah hamba keringanan. Tolong jangan sangkut pautkan masalah ini dengan nama bangsawan keluarga hamba."
Kaisar menarik kakinya dengan kasar saat tangan Gail menyentuh kakinya. "Tak ada ampun untuk kalian berdua. Apalagi untuk Ghauni." Kali ini Kaisar memanggil Ghauni tanpa gelar Permaisuri. "Dia telah aku beri kebebasan dari hukuman setelah memberikan obat pencahar pada Selir Sharma. Kali ini tak ada kata maaf lagi."
"Pengawal!" teriak Kaisar tegas.
Empat orang bertubuh tegap langsung datang menghadap. "Hamba, Yang Mulia."
"Usir Gail dari istana. Dan untuk Ghauni, penjarakan dia selama enam hari, beri cambukan 200 kali perhari, dan setelah itu tendang dia keluar dari istana. Biarkan dia menjadi gelandangan di jalanan. Dan umumkan pada seluruh rakyat Alrancus, jangan ada yang membantu dia setelah dia menjadi gelandangan. Setelah dua tahun, bawa tangkap Ghauni dan lempar dia ke pulau pengasingan. Cepat laksanakan!" Kaisar memberikan hukuman dua kali lipat dari apa yang Sharma alami.
"Baik, Yang Mulia." Keempat penjaga itu membangunkan Gail dan Ghauni secara paksa.
Ghauni menangis, ia menggeleng lemah karena telah kehabisan tenaga. "Tidak Yang Mulia. Tolong ampuni hamba. Hamba tak ingin menjadi gembel, Yang Mulia. Tolong maafkan hamba. Yang Mulia!" Ghauni berteriak ketika ia diseret paksa oleh pengawal.
Kaisar tak mendengarkan. Kemudian Kaisar beralih pada tiga algojo yang masih menunduk takut, kemudian menatap beberapa prajurit penjaga penjara yang kaki dan tangannya penuh luka.
"Untuk mereka." Kaisar menunjuk semua penjaga penjara. "Penjarakan mereka selama satu tahun, dan berikan cambukan 50 kali perhari. Dan untuk algojo yang tak tahu menahu ini, lepaskan mereka!" perintah Kaisar.
Semuanya mengangguk. "Baik Yang Mulia."
Sungguh malang nasib penjaga yang tugasnya hanya berjaga. Sebenarnya mereka tidak salah apa-apa, akan tetapi mereka masih cukup beruntung karena Kaisar masih memberikan sedikit keringanan.
"Dan bagi kalian semua." Kaisar menunjuk semua orang yang menyaksikan pengadilan Ghauni. "Jadikan ini sebagai pelajaran. Kalian akan menerima hal yang sama jika berani menyakiti Selir Sharma. Paham!"
Semuanya membungkuk. "Paham Yang Mulia. Kami tidak akan berani."
"Erlanh," panggil Kaisar.
Erlanh maju lagi. "Hamba Yang Mulia."
"Buang jasad algojo ini ke laut di dekat pulau pengasingan. Aku tak sudi jasadnya dikuburkan di istana Alrancus."
Erlanh membungkuk lagi. "Baik Yang Mulia."
Begitu bencinya Kaisar pada orang yang telah melukai Sharma. Kaisar berjanji, ia akan lebih tegas lagi pada siapapun yang berani menyakiti Sharma.
Kabar tentang kejadian yang terjadi di dalam ruang pengadilanpun tersebar cepat ke seluruh negeri. Seluruh penghuni Alrancus sambil bergidik ngeri mendengar berita itu. Mereka tak pernah bertemu dengan Selir kesayangan Kaisar itu, akan tetapi mereka berharap semoga mereka tak melakukan kesalahan apapun pada Selir kesayangan Kaisar yang satu itu. Baru kali mereka mendengar Kaisar begitu murka. Sebelumnya Kaisar tak pernah membela seseorang sebesar Kaisar membela Selir Sharma. Mereka menjadi sangat penasaran, seperti apa rupa dan sifat Selir kesayangan Kaisar Alrancus itu hingga begitu dicintai oleh Kaisar.
Di kamar Kaisar, Ajoz telah selesai mengobati Sharma. Sejak diobati, Sharma tak henti-hentinya merengek minta pengobatan dihentikan. Sharma tak kuat menahan perih dari obat itu. Akan tetapi Ajoz mengatakan, jika Sharma tak diobati, maka bekas luka di sekujur tubuh Sharma tak akan hilang. Jika itu terjadi, mungkin Kaisar tak akan selera lagi pada Sharma dan mencari yang lebih mulus. Mendengar ucapan Ajoz, Sharma malah semakin menangis, akan tetapi Sharma langsung meminta Ajoz mengobati lukanya sampai sembuh total.
"Sudah selesai, jangan menangis lagi," ucap Ajoz sambil mencuci tangan.
Sharma menangis sesenggukan. Sekarang bukan perih yang ia rasakan, ia takut apa yang diucapkan oleh Ajoz menjadi kenyataan. Ia tak akan pernah rela Kaisar berpaling hati darinya. Tidak akan ia biarkan sampai titik darah penghabisan.
Tok tok tok. "Selir Sharma, Kaisar akan masuk," ucap Anela.
"Baiklah," ucap Sharma.
Tak lama kemudian pintu dibuka dan masuklah Kaisar. Kaisar langsung menghampiri Sharma dan duduk di sampingnya. Kaisar mengusap kepala dan pipi Sharma. "Mengapa kau menangis? Apakah begitu sakit?"
Sharma mengangguk manja. "Perih sekali Yang Mulia."
Kaisar mengepalkan tangannya. "Seharusnya aku memberikan hukuman yang lebih berat lagi."
Sharma memeluk Kaisar. "Tak perlu Yang Mulia. Hamba dengar dari bibi Anela, Anda sudah memenggal kepala algojo itu dan memberikan hukuman yang begitu berat pada Ghauni. Anda juga sudah mencambuki Ghauni sehingga mungkin dia akan mati. Itu sudah cukup Yang Mulia."
"Hm, aku memberikan dia 200 cambukan perhari," ucap Kaisar.
Sharma meringis. Ia tak bisa membayangkan bagaimana nasib nenek lampir yang satu itu. Ia yang seorang amora saja sudah tak sanggup menerima cambukan sebanyak seratus kali, lalu bagaimana dengan 200 kali?
Kruwuk.
Kaisar menunduk untuk melihat perut Sharma. Sharma langsung menunduk malu. Ia merutuki perutnya yang membuat malu saja.
"Ayo makan," ajak Kaisar. Ia telah mendengar dari Wenari, semenjak ia pergi, Sharma tak mau makan, kemudian ditambah lagi dipenjara hanya diberikan makan 1 kali sehari, itupun makanan sisa dan harus makan menggunakan mulut.
Sharma menggeleng. "Tidak mau."
Kaisar menghela nafas, Sharma sudah mulai dengan mode keras kepalanya. "Ada apa lagi? Sekarang sudah ada aku, aku akan menyuapi mu."
Sharma menggeleng. "Bukan begitu Yang Mulia. Sebelum makan, ada sesuatu yang ingin hamba tanyakan." Sharma menangis lagi.
Kaisar kembali memeluk Sharma. "Ada apa? Mengapa menangis lagi? Apakah kau trauma?"
Sharma memeluk Kaisar erat. "Yang Mulia, paman Ajoz bilang, jika bekas luka hamba tidak hilang, maka Yang Mulia tidak akan selera lagi pada tubuh hamba, lalu Yang Mulia akan mencari yang lebih mulus. Apakah itu benar? Katakan itu tidak benar." Sharma merengek sambil menangis seperti anak kecil.
Ajoz yang memang belum keluar dari kamar Kaisar langsung menunduk. Mampus, bisa ngamuk lagi Kaisar.
Kaisar langsung menatap Ajoz. Ajoz memberikan kode bahwa Ajoz terpaksa berkata demikian. Kaisar pun mengerti. Pasti saat itu Ajoz sedang membujuk Sharma. Kini tangan Kaisar mengusap kepala Sharma dengan lembut. "Tidak. Tidak akan seperti itu. Mau bagaimana pun dirimu, aku tidak akan pernah melirik wanita lain. Namun kau memang harus cepat sembuh agar aku tak terus-menerus mengkhawatirkan dirimu."
Sharma mengangkat kepala. "Benarkah?"
Kaisar mengangguk. "Aku pun masih ingat dengan ancaman dirimu yang sangat mengerikan itu. Jika aku mencari wanita lain, maka kau akan memotong 'milikku' agar tak bisa genit lagi pada wanita lain."
Mendengar itu Ajoz hampir tertawa terbahak-bahak. Untung ia cepat menutup mulut. Benarkah keponakannya itu berbicara demikian?
Sharma langsung tersenyum lebar. "Oh iya ya. Hamba tak perlu takut lagi. Jika Yang Mulia melakukan itu, hamba akan memotong 'milik' Yang Mulia."
Kaisar mengangguk. "Ya. Jadi jangan khawatirkan soal itu. Sekarang, mari makan."
Harus dibaca sampai habis.
Hehehehe, gimana? Kalau bilang hukuman Ghauni kurang sadis, kalian salah besar dong. Hukuman yang Kaisar kasih lebih kejam dari kematian. Kalau hukuman mati, ya udah dong tamat gitu aja gak menderita si Ghauni. Ini, udah dicambuki 200 kali perhari, dipenjara enam hari, dikasih makan sisa, terus diusir jadi gelandangan, dan berakhir di pulau pengasingan. Siapa yang masih inget tentang pulau pengasingan? Yup, bagi siapa yang dikirim ke sana? Ibarat sama saja seperti dihukum mati secara perlahan. Tidak pernah ada yang bisa kembali dari pulau itu. Heheheh, sadis kan?😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romance(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...