Keesokan harinya, sore ini Ajoz akan pulang setelah memastikan Sharma aman. Tadi Ajoz juga sudah mengobrol banyak dengan Sharma. Ajoz menjelaskan bagaimana cara menyembunyikan aura kekuatannya. Ajoz juga menceritakan dan memberitahukan bahwa Kaisar adalah Phoenix putih yang kekuatannya tersegel. Untuk membuka segel itu, Kaisar harus terkena inti darah Amora.
Tak lupa Ajoz menjelaskan apa itu inti darah yang dimaksud. Sharma memang sempat terkejut, tapi kemudian Sharma berkata bahwa ia berjanji akan membantu membuka segel Kaisar agar mereka bisa memberantas kejahatan sihir hitam di muka bumi ini.
Kini Sharma mengantar Ajoz sampai di gerbang istana. Sharma melambaikan tangan dengan santai bersemangat. "Hati-hati di jalan Paman! Jangan lupa sampaikan salam rinduku pada bebep Haikal!" teriak Sharma saat Ajoz sudah menjauh.
Kaisar yang berdiri di samping Sharma langsung melayangkan tatapan tajam. Melihat tatapan seram dari Kaisar, Sharma hanya cengengesan. "Bercanda Yang Mulia," ucap Sharma kemudian mengajak Kaisar kembali ke istana.
"Bagaimana dengan hukuman yang akan Anda berikan pada Thanu? Dan bagaimana tentang pemakaman nenek Lira itu? Orang-orang pasti akan bertanya di mana jasad Selir Lira." tanya Sharma yang baru ingat tentang masalah tadi malam. Ia mengikuti langkah lebar Kaisar dari belakang.
"Untuk saat ini Thanu masih aku tahan dulu. Aku belum memutuskan hukuman apa yang pantas untuknya. Dan untuk nenek sihir itu, aku sudah membuat kebohongan. Aku bilang jasad Selir Lira telah dibawa oleh keluarganya dan akan di makamkan secara tertutup oleh keluarganya. Pada kenyataannya nenek Lira itu tidak memiliki keluarga," jawab Kaisar.
Sharma mengangguk paham. Mereka melanjutkan langkah mereka hingga tiba mereka di persimpangan antara Istana Kaisar dan istana Selir. Sharma berhenti melangkah kemudian menghadap Kaisar.
"Yang Mulia."
Kaisar menoleh dan menghadap Sharma juga. "Pulanglah ke istanamu. Kedua pelayanmu itu pasti sudah merindukanmu," ucap Kaisar.
Sharma menatap langsung ke manik hitam Kaisar. "Yang Mulia tidak merindukan hamba?"
Mata Kaisar membalas tatapan Sharma. Tatapan Kaisar lebih dalam dari pada tatapan Sharma. Hampir saja Sharma kalah dan merona. Beruntung ia masih bisa bertahan. "Untuk apa aku merindukan gadis yang merindukan bebek Haikalnya?"
Seketika tawa Sharma pecah. "Yang Mulia ini ada-ada saja. Hamba serius."
Kaisar menyudahi tatapannya sehingga yang ada tatapan seperti biasanya. Kemudian menggeleng. "Tidak."
"Mari kita buka segel kekuatan Yang Mulia," ucap Sharma tiba-tiba.
Mata Kaisar yang sempat teralihkan ke arah lain langsung terjurus kembali pada mata Sharma. Tampak jelas Kaisar sedang terkejut.
"Hamba sudah tahu Anda adalah Phoenix putih yang disegel kekuatannya. Mari kita buka," ucap Sharma sambil tersenyum lebar.
Kaisar menggeleng sambil berlalu pergi. "Tidak."
Sharma tertawa kemudian mengejar Kaisar dengan berlari kecil. "Ayo Yang Mulia. Apakah Anda tidak ingin kekuatan Anda terbuka dan apakah Anda tidak ingin membantu hamba memberantas penyihir gelap di luar sana?"
Kaisar terus berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang walaupun hanya sebentar. "Tidak. Tidak sekarang."
Sharma berlari sedikit lebih cepat kemudian menghadang langkah kaki Kaisar yang hendak masuk ke dalam istana pribadinya. "Kapan?" Sharma menaik turunkan alisnya berulang kali.
Kaisar berdecak dan hendak menyingkirkan Sharma namun Sharma bertahan. "Sudahlah Sharma, jangan bahas soal ini."
Sharma menggeleng dan malah merentangkan tangan untuk menghalangi jalannya Kaisar. "Tidak bisa nanti. Harus sekarang. Hamba harus tahu kapan Yang Mulia mau, agar nanti hamba bisa mempersiapkan diri. Mulai dari mandi kembang tujuh rupa, mandi tujuh sumur, berenang tujuh sungai, memakai parfum tujuh botol, memakai baju tujuh lapis dan ... eh tidak. Mana mungkin hamba memakai baju tujuh lapis. Jika hamba memakai baju tujuh lapis, nanti Anda akan kesulitan membukanya."
"Uhukh!"
"Mmph!"
Prajurit yang menjaga pintu utama akhirnya tak tahan menahan tawa. Sejak tadi mereka diam dan telinga mereka digunakan untuk mendengar. Awalnya mereka tidak tahu apa yang sedang dibahas antara Kaisar dengan Selir kesayangannya. Namun pada akhirnya mereka mengerti sehingga mereka terkejut sekaligus ingin tertawa.
Kaisar menghela nafas. "Inginku lelehkan isi otak kalian?" Maksud Kaisar mengancam para penjaga yang berani-beraninya menguping.
Para prajurit serentak membungkuk. "Ampun Yang Mulia."
"Dan kau juga, Sharma. Bisakah jangan membahas hal itu?" tanya Kaisar dengan nada sedikit frustrasi.
Sharma tetap menggeleng. Ia tidak peduli apakah para prajurit penjaga akan mendengar atau tidak. "Sudah hamba bilang tidak, Yang Mulia. Hamba harus tahu dan kalau bisa secepatnya. Hamba ingin memberikan yang terbaik sehingga tidak membuat Anda kecewa. Hamba ini ...."
Kaisar menghela nafas. "Ya ya ya. Terserah apa katamu," ucap Kaisar sambil mendorong tangan kanan Sharma yang direntangkan sehingga tubuh Sharma berputar seperti pintu putar. Kaisar masuk ke dalam istananya.
Sharma kembali mengikuti Kaisar lagi. Entah sejak kapan Sharma bebas keluar masuk istana Kaisar. Kaisar tidak pernah mengatakan boleh ataupun melarang. Begitu pula dengan para penjaga yang menjaga pintu. Tidak ada satupun dari mereka yang menahan Sharma.
"Yang Mulia ...."
"Sudahlah Sharma. Jawabannya aku belum siap," ucap Kaisar sambil mendudukkan diri di bangku.
Sharma mengerutkan kening. "Yang seharusnya mengatakan itu adalah hamba, Yang Mulia. Di sini hamba yang masih gadis," ucap Sharma sambil duduk di samping Kaisar. Sebenarnya tidak ada satupun yang berani duduk di bangku Kaisar itu tanpa dipersilahkan oleh Kaisar. Termasuk Permaisuri Thanu dulu.
Kaisar memejamkan mata. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia malah malu seperti ini. Seperti gadis perawan saja. Seharusnya ia lebih dominan. Memalukan sekali.
"Yang Mulia, dengarkan hamba." Oh Tuhan, sekarang Sharma seperti memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Kaisar Ariga. "Ini demi kebaikan. Apalagi hamba telah bersedia jiwa dan raga. Lagi pula apakah Yang Mulia tidak menginginkan anak? Ya ampun Yang Mulia. Memiliki anak itu sangat menyenangkan. Apalagi anaknya akan sangat tampan seperti Yang Mulia dan akan sangat cantik seperti hamba. Apakah Yang Muli-hm!"
Cup.
Beberapa detik kemudian Kaisar melepaskan Sharma. "Diamlah." Setelah itu Kaisar beranjak pergi menuju ruang membacanya. Meninggalkan Sharma dengan pipi yang merona.
Sharma memegang bibirnya. "Aaaaakh!" Sharma berguling-guling senang. Padahal ini bukan yang pertama kalinya, tapi entah mengapa yang kali ini lebih menyentuh hati. Apakah karena Kaisar menggunakan perasaannya?
Hehehehe, suka gak nih? Kaisar malu-malu harimau Guys. Malu-malu tapi nanti Sharma diterkam juga 🤣. Tenang, masih ada satu episode lagi Guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romantik(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...