Tok tok tok.
Kaisar menghela nafas panjang dan berat. Sepertinya ia telah salah menempatkan Sharma di istananya. Selir kecilnya itu sering kali mengganggu dirinya yang sedang bekerja. Dan parahnya lagi tidak ada satupun yang bisa menahan Sharma. Termasuk Erlanh yang kini sedang menahan Sharma di luar.
"Mohon Selir Sharma mengerti. Yang Mulia sedang sibuk hari ini." Erlanh berusaha menahan Sharma yang terus mengetuk pintu ruang kerja Kaisar.
Sharma langsung melotot. "Heh, Elang!"
"Nama hamba Erlanh, Selir Sharma," ucap Erlanh mengkoreksi.
"Sesuka hatiku. Kau tidak berhak menahanku di sini. Atau kau mau aku cium?"
Seketika Erlanh langsung mundur dan menggeleng takut. Ia masih ingat bagaimana minggu lalu Sharma mengancam Kaisar dengan ancaman akan mencium dirinya. Dan Sharma benar-benar melakukan itu. Beruntung Kaisar langsung membuka pintu. Jika ia dicium Sharma, ia yakin kepalanya akan langsung dipenggal di tempat. "Ti-tidak Selir Sharma."
Sharma langsung berpangku tangan. "Jadi tunggu apa lagi? Cepat buka pintunya."
Erlanh mengangguk. "Yang Mulia, Selir Sharma memaksa ingin masuk. Jika tidak hamba izinkan, Selir Sharma akan mencium hamba," ucap Erlanh di depan pintu yang masih belum dibuka.
Brak. Tiga detik kemudian pintu langsung dibuka sehingga Erlanh terkejut. Kaisar berdiri dengan manik hitam yang tajam. "Pergi." Kaisar mengusir Erlanh.
Erlanh langsung membungkuk. "Hamba permisi, Yang Mulia."
Setelah Erlanh pergi, Kaisar menghampiri Sharma. Sharma diam ditempat dan tak berbicara karena Kaisar menatapnya dalam. Kaisar juga demikian. Walaupun jarak mereka tinggal dua jengkal lagi, Kaisar tak kunjung berbicara dan malah menatap Sharma. Namun tiba-tiba Kaisar menarik tengkuk Sharma dan mengecup bibirnya.
Lima detik kemudian Kaisar melepaskan Sharma. "Jika ingin dicium, jangan mencium Erlanh. Jika itu terjadi, akan ku penggal kepalanya."
Sharma mengelap bibirnya sebentar kemudian tersenyum lebar hingga tampak deretan giginya. "Wah, kalau begitu hamba akan mencium Erlanh sungguhan."
Kaisar langsung melotot.
"Ya Yang Mulia. Agar nanti Erlanh dipenggal kemudian tidak ada lagi yang menghalangi hamba untuk bertemu dengan Yang Mulia."
Pletak. Kaisar menyelintik kening Sharma. "Singkirkan pikiran itu dari otakmu."
Sharma cemberut sambil mengusap keningnya.
"Kau ada perlu apa? Aku sedang bekerja. Seharusnya kau tidur siang di kamar," ucap Kaisar.
Sharma menggeleng. "Hamba tidak bisa tidur siang. Hamba ingin pergi jalan-jalan yang Mulia. Beberapa hari yang lalu kita tidak jadi pergi karena hamba sakit."
Kaisar menghela nafas. "Tidak sekarang. Aku sedang bekerja."
"Tapi ...."
"Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus. Ampun Yang Mulia, hamba membawa berita dari penjaga penjara bawah tanah. Mereka mengatakan bahwa sejak tadi Thanu terus mengamuk. Apa yang harus dilakukan?" Seorang penjaga pintu utama datang menghadap.
Kaisar menatap Sharma kemudian kembali pada penjaga itu. "Aku dan Selir Sharma akan pergi melihat." Kaisar meraih tangan Sharma. "Ayo."
Sharma mengangguk.
Rumor tentang 'penjara bawah tanah adalah nerakanya Alrancus' ternyata bukanlah sebuah rumor belaka. Sharma melihat sendiri dengan mata kepalanya bahwa itu benar adanya. Penjaga bawah tanah dijaga oleh para prajurit berbadan tinggi tegap dengan wajah yang tampak seram. Saat Kaisar datangpun, mereka hanya membungkuk memberi hormat tanpa mengubah ekspresi seram mereka.
Tidak hanya penjaganya saja yang seram, melainkan seisi penjaga juga seram. Di dalam sana sangat sempit, sumpek, dan gelap. Hanya obor yang menjadi penerang. Belum lagi ditambah oleh suara jeritan orang-orang kesakitan yang tak tahu asalnya dari mana. Akan tetapi Sharma tahu itu jeritan orang yang sedang mendapatkan siksaan.
Kaisar menggenggam tangan Sharma kala suara jeritan-jeritan itu terdengar sangat memilukan. "Apakah kau takut?"
Sharman mengangguk. "Ya. Tapi hamba tidak terlalu takut Yang Mulia. Hamba sedikit terbiasa karena saat masih kecil hamba pernah ke penjara bawah tanah seperti ini di negeri Chaulus."
Kaisar ingin bertanya lebih lanjut akan tetapi diurungkan karena khawatir pembicaraan mereka akan didengar oleh para penjaga yang berjaga disepanjang lorong. Kaisar memilih menggenggam tangan Sharma lebih erat. Ia tahu masa kecil Sharma tidak berjalan dengan baik.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka berhenti di jalan yang buntu. "Buka!" perintah Kaisar dengan tegas.
Dua penjaga yang berdiri di dinding buntu itu mengangguk. "Baik Yang Mulia." Kemudian mereka menarik tuas di samping kanan.
Tanah bergetar bersamaan dengan dinding yang bergeser ke samping. Ternyata dinding itu adalah pintu tebal berupa dinding yang menyembunyikan ruangan di dalamnya. Sebut saja ruangan itu adalah ruangan isolasi penjara bawah tanah.
Setelah pintu terbuka, Kaisar mengajak Sharma untuk masuk. Begitu masuk, Sharma hampir muntah. Bau ruangan itu sangat tidak enak. Bau nanah, darah, dan bangkai menjadi satu. Sharma menutup mulutnya sambil menahan mual.
Kaisar menoleh pada Sharma. "Tahan sebentar saja. Lihat di sana."
Kaisar menunjuk seorang wanita yang dirantai di tiang. Wanita itu terduduk lemah di tengah-tengah kolam yang mengepulkan uap. Kembali lagi Sharma ingin muntah. Kolam itu bukan kolam air hangat, melainkan kolam nanah beserta darah.
"Yang Mulia, kolam apa itu?" tanya Sharma yang mati-matian menahan mual.
"Kolam nanah dan darah. Inilah penjara istimewa yang aku persiapkan. Nanah dan darah itu berasal dari nanah dan darah orang-orang yang dihukum kemudian terluka. Darah dan nanah mereka ditampung kemudian dituangkan ke dalam kolam kecil ini. Dan bau bangkainya berasal dari tikus-tikus yang mati." Kaisar menatap wanita buruk rupa yang terdiam sambil meneteskan air mata. "Sudah ada dua orang yang dipenjara di sini. "Pertama tabib yang telah membunuh ayahku. Dan kedua Thanu. Dulu saat keluar dari sini tabib itu menjadi gila. Sepertinya Thanu juga sudah mulai gila."
"Tidak Yang Mulia." Suara lemah terdengar dan Thanu mengangkat kepala. Ia menangis tanpa suara. "Hamba tidak gila."
Thanu mulai menangis. "Mengapa Yang Mulia melakukan ini pada hamba? Dulu hamba disayangi oleh Yang Mulia, bahkan hamba tak dibiarkan terluka sedikitpun. Tapi sekarang, setiap pagi dan malam hamba mendapatkan 100 cambukan."
Kaisar tersenyum sinis. "Kau masih belum menyadari kesalahanmu? Apa harus aku tambah hukumannya agar kau bisa sadar?"
"Tidak Yang Mulia!" Thanu berteriak histeris. "Hamba tahu kesalahan hamba! Jangan tambah lagi! Hamba tak sanggup. Kesalahan hamba hanya tak bisa memiliki keturunan karena penyakit hamba, kan? Ayo Yang Mulia kita coba lagi. Siapa tahu kita akan segera memiliki keturunan." Kemudian Thanu tertawa. "Hahahaha, jika kita memiliki anak, pasti anaknya akan sangat cantik dan tampan. Kenapa? Karena Anda sangat tampan dan hamba sangat cantik. Lihat? Wajah hamba sangat rupawan, kan? Jelas karena hamba adalah wanita tercantik di negeri Alrancus."
Kaisar menoleh pada Sharma. "Lihat? Dia sudah gila, kan?"
Sharma mengangguk sambil meringis miris. "Sudah jelek, jahat, penyakitan, gila lagi. Sungguh miris."
Kaisar meraih bahu Sharma. "Biarkan saja. Ini balasan untuk semua kejahatannya. Mari kita pergi dari sini." Kemudian Kaisar membawa Sharma keluar.
"Yang Mulia tunggu! Mengapa Yang Mulia memeluk wanita lain?! Hanya hamba yang boleh Anda peluk! Yang Mulia! Keluarkan hamba dari sini! Yang Mulia! Hiks."
Thanu semakin berteriak histeris kala pintu kembali ditutup.
Akhirnya kita tahu juga gimana Kaisar menghukum Thanu. Ya Ampun ternyata sadis juga ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romansa(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...