Sharma balas menatap Kaisar. Ia menantikan penjelasan Kaisar tentang pembodohan dirinya sendiri.
Tangan Kaisar bergerak ke dalam saku jubahnya. Matanya tetap menatap Sharma tanpa beralih sedetikpun, kemudian Kaisar mengeluarkan tangannya sambil menunjukkan sesuatu.
Mata Sharma yang sejak tadi memandang Kaisar langsung beralih saat melihat suatu benda yang sepertinya tidak asing baginya. Kain merah bersulam emas motif naga. Kain itu ia yakini sebagai ikat pinggang. Ikat pinggang yang mungkin tidak akan cukup jika dipakai oleh tubuh Kaisar yang sekarang.
"Masih ingat?" tanya Kaisar penuh harap. Kaisar berharap Sharma lah gadis yang ia tolong dulu. Jika Sharma tidak ingat, maka ia harus mencari gadis itu sampai ketemu. "Gadis kecil yang penuh luka, menangis bersembunyi di semak belukar, wajahnya berlumuran darah."
Sharma langsung membulatkan matanya ketika mengingat sesuatu. Ia hampir melupakan kejadian yang pernah ia alami bertahun-tahun lalu. Bukan tidak ingat, ia memang sengaja ingin melupakan kejadian yang sangat mengerikan itu. "Ya-yang Mulia ... Anda kah anak pemanah itu?"
"Kau ingat?" Senyum cerah Kaisar terbit setelah mengetahui Sharma mulai mengingatnya.
Sharma mengangguk. Air matanya jatuh. Masih teringat jelas diingatan bagaimana rasa takut menggerogoti dirinya hingga tubuhnya lemas dan akhirnya jatuh di dekat semak belukar pada saat itu. Tubuhnya terasa sangat sakit.
Tak hanya tubuhnya, tapi batinnya juga. Ia masih syok melihat kedua orangtuanya dibantai di depan matanya. Sungguh orang-orang itu tidak memiliki hari nurani. Mereka membunuh kedua orangtuanya karena orangtuanya tak mau menyerahkan Sharma pada mereka. Orangtuanya menyembunyikan Sharma di dalam kendi besar kemudian menutupnya dengan jerami. Setelah yakin Sharma aman, kedua orangtuanya membukakan pintu untuk utusan Raja Viath.
"Kami datang untuk membawa Amora. Di mana dia?" tanya salah satu dari para pria berjubah hitam.
"Dia tidak ada," jawab ayahnya. Ayahnya tidak akan membiarkan Sharma dibawa lagi. Ayah dan ibunya tidak akan membiarkan Sharma yang seorang penyihir suci dijadikan seorang penjahat untuk melakukan pekerjaan kotor. Tidak, mereka tidak akan membiarkan Sharma menyakiti banyak orang.
Bugh! Satu pukulan mendarat di perut ayahnya sehingga ibunya menjerit. "Jangan berbohong! Serahkan Amora sekarang!"
Sharma bisa melihat kejadian itu dengan jelas lewat celah-celah jerami. Ia mulai menangis kala melihat ayahnya dipukul habis-habisan oleh orang-orang itu. Ayahnya sudah berlumuran darah, sedangkan ibunya ikut terpukul karena melindungi ayahnya.
"Di mana dia sekarang!" Mereka terus memukuli ayah dan ibunya. Mereka tidak akan berhenti sampai kedua orangtuanya mengaku.
"Ayah! Ibu!" Itu suara teriakan kakak laki-lakinya, Ader. Ader yang baru pulang dari bermain sangat terkejut melihat ayah dan ibunya dipukuli.
Belum sempat Ader memburu ayah dan ibunya, salah satu dari pria berjubah hitam itu menangkap Ader kemudian mengarahkan pedang ke leher Ader. "Katakan atau aku akan memenggal putramu sekarang!"
Ader menggeleng. "Jangan Ayah. Lebih baik aku mati dari pada kita harus menyerahkan Ghungzi. Dia penyelamatan semua orang. Jangan biarkan mereka memperalat Amora."
Ayah dan ibunya menangis tersedu-sedu. Mereka dalam kebimbangan. Mereka tidak ingin kehilangan putra mereka, namun tak bisa membiarkan Sharma jatuh lagi ke tangan orang-orang ini. Mereka tidak ingin nantinya banyak orang yang menjadi korban.
"Aku hitung sampai tiga. Jika kalian tidak mau memberikan Amora pada kami, maka kami akan memenggal anak ini." Kemudian orang itu langsung berhitung. "Satu ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romantiek(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...