Kaisar baru saja sampai di istana Permaisuri. Permaisuri sudah masuk lebih dulu sedangkan dirinya baru saja naik ke atas teras. Saat akan masuk ke dalam istana Permaisuri, ia melihat seorang penjaga yang bertugas di depan kamar Sharma berlari ke arah rumah pengobatan dengan wajah panik.
"Hei, ada apa?" tanya Kaisar yang penasaran.
Penjaga itu menghentikan larinya dan langsung membungkuk hormat. "Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus. Maaf Yang Mulia, hamba terburu-buru. Selir Sharma jatuh pingsan, tubuhnya sangat panas. Hamba harus memanggil tabib segera, Yang Mulia."
Kaisar menatap ke arah istana Selir, kemudian menoleh ke pintu masuk istana Permaisuri. Kaisar sedang mempertimbangkan sesuatu. Tak lama kemudian Kaisar berjalan kembali ke istana Selir.
* * * *
Kaisar berdiri di samping ranjang Sharma. Kaisar memperhatikan tabib istana yang sedang memeriksa Selirnya. Setelah tabib istana selesai memeriksa Sharma, tabib tersebut langsung membungkuk pada Kaisar.
"Hamba tidak tahu penyebab pastinya, Yang Mulia. Selir Sharma demam tinggi dan sampai sekarang jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Untuk saat ini Selir Sharma harus banyak istirahat dan jangan lupa meminum obat penurun panasnya."
Kaisar mengangguk lalu membiarkan tabib istana pergi keluar. Setelah pintu ditutup, Kaisar mendudukan dirinya di tepi ranjang. Manik hitamnya memperhatikan wajah pucat Sharma. Beberapa detik hanya memperhatikan wajah Sharma, Kaisar mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Sharma.
"Ada apa lagi dengan dirimu? Mengapa kau gemar sekali membuatku khawatir?"
Kaisar mengusap rambut Sharma tanpa berhenti sampai malam pun datang. Kaisar melarang siapapun untuk masuk termasuk Permaisurinya. Sharma harus istirahat dengan baik, dan dirinya akan menemani Selir mungilnya sampai sadarkan diri."Mengapa dia belum sadar juga?"
Suhu tubuh Sharma sudah menurun dan kembali normal, akan tetapi gadis itu belum menunjukkan tanda-tanda akan tersadar. Kaisar memutuskan untuk memanggil tabib kembali, akan tetapi sebelum itu dilakukan, sebuah tangan mungil menarik tangannya.
"Yang Mulia?" Sharma mengerjapkan matanya.
Kaisar duduk kembali lalu kembali mengusap kepala Sharma. "Akhirnya kau bangun juga."
Sharma menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil mengedarkan pandangan. Ia kembali teringat dengan kejadian sebelum ia merasakan sakit di jantungnya. Tiba-tiba ia merasa kesal lagi. Permaisuri Thanu selalu muncul di momen-momen romantisnya.
"Yang Mulia bisa pergi sekarang. Terima kasih," ucap Sharma datar dan dingin. Wajah panik Kaisar saat itu terlihat jelas saat melihat Permaisuri menangis di depan pintu. Kaisar merasa bersalah seolah-olah ketahuan selingkuh dari Permaisuri. Oh iya, dia hampir lupa. 'Selir' adalah kata ganti untuk 'istri simpanan'. Mengingat itu Sharma bertambah kesal lagi.
"Kau mengusirku?" tanya Kaisar dengan wajah tak suka.
Sharma mengangguk. "Ya. Bila perlu Yang Mulia tidak perlu menemui hamba lagi. Bukankah Yang Mulia juga tidak pernah berkunjung ke Selir yang lainnya?"
Kaisar berdiri dengan wajah yang semakin gelap. "Begitukah sikapmu padaku setelah aku menunggumu hingga tersadar?"
Sharma membuang wajah tak ingin melihat wajah Kaisar yang seperti sedang marah besar. "Bukan hamba yang meminta Yang Mulia menunggu hamba di sini. Seharusnya Yang Mulia tidak membuang waktu untuk peduli pada hamba. Yang Mulia bisa memanfaatkan waktu Anda yang berharga bersama Permaisuri Thanu yang sangat lembut itu."
"Kau menyindir Permaisuri?" Kali ini nada bicara Kaisar lebih menajam.
"Hamba tidak bermaksud begitu," jawab Sharma masih tidak ingin melihat Kaisar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romance(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...