Tadi malam Sharma tidur bersama Kaisar di kamar Kaisar. Sepanjang malam Kaisar terus memeluk Sharma. Dan setiap kali Kaisar terjaga, Kaisar akan mengelus perut rata Sharma kemudian kembali tertidur. Kaisar sangat senang hingga berulang kali terbangun.
Dan pagi ini seperti biasa, Kaisar selalu bangun lebih awal dari Sharma. Kaisar tersenyum saat memperhatikan wajah Sharma. Inilah kebiasaan Kaisar, senyum diam-diam. Kemudian tangan Kaisar terulur untuk mengusap kepala dan juga perut Sharma. Merasa terusik, Sharma melenguh sambil memperbaiki posisi tidurnya.
"Syut .... Tidurlah lagi. Hari masih terlalu pagi," bisik Kaisar pelan sambil mengusap kepala Sharma agar Sharma kembali tidur nyenyak.
Setelah Sharma kembali tidur nyenyak, Kaisar menyingkap selimutnya kemudian turun dari ranjang. Sebelum pergi Kaisar menyempatkan diri mengecup perut Sharma. Ia harus memberikan salam pagi pada calon anaknya. Setelah itu barulah Kaisar pergi ke kamar mandi.
"Bibi." Kaisar keluar kamar dan memanggil nama Anela.
Tak butuh waktu lama Anela langsung menghadap. "Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus."
Kaisar mengangguk. "Perintahkan pelayan Sharma untuk menyiapkan air hangat. Setelah matahari mulai muncul, ajak Selir Sharma berkeliling menghirup udara pagi," perintah Kaisar.
Anela mengangguk. "Baik Yang Mulia."
"Jika Sharma bangun dan bertanya aku di mana, katakan aku di ruang baca," ucap Kaisar kemudian pergilah ke arah tempat tujuan.
Sekali lagi Anela membungkuk. "Baik, Yang Mulia."
* * * *
Seperti apa yang diperintahkan oleh Kaisar, Wenari dan Nora menyiapkan air hangat untuk Sharma. Sharma juga sudah bangun dan sedang mengajak perutnya berbicara. Wenari dan Nora yakin, setelah lahir anak Kaisar itu akan langsung bisa berbicara karena baru satu bulan sudah dicereweti oleh ibunya.
Setelah selesai, Sharma langsung mandi dan berpakaian. Selesai berpakaian, Sharma pergi untuk sarapan. Di depan meja makan Sharma melihat berbagai macam hidangan.
"Waw, ini ada acara apa? Mengapa banyak sekali makanan?" ucap Sharma sambil melihat makanan satu persatu.
"Ini semua untuk Anda, Selir Sharma. Anda bisa memilih ingin menyantap yang mana," ucap Anela. "Ini disiapkan sebagai bentuk penyambutan calon pewaris takhta," lanjut Anela.
Sharma langsung membulatkan matanya. "Eh? Pewaris takhta. Memangnya sudah ditentukan?"
Anela tersenyum. "Tentu saja sudah ditentukan tanpa harus ditentukan. Satu-satunya Selir Yang Mulia Kaisar yang sedang mengandung adalah Anda, Selir Sharma. Sedangkan Kaisar tidak menyentuh Permaisuri ataupun Selir lain. Dan mungkin tidak akan pernah sehingga hanya anak yang Anda kandung yang akan menjadi pewaris takhta."
Sharma tersenyum. "Baguslah, jadi anakku tidak perlu berebut tahta dengan saudara-saudara tirinya."
Wenari dan Nora juga ikut tersenyum. Sepertinya mood nona mereka sangat bagus setelah mengandung.
"Tapi aku tidak ingin makan."
Wenari, Nora dan Anela saling berpandangan. Gawat jika Sharma tidak makan. "Jadi Anda ingin makan apa? Akan hamba buatkan," ucap Anela lembut.
Sharma menggeleng. "Aku tidak mau makan apapun. Aku mual. Jikapun ada yang aku mau, itu adalah buah Sraca."
Wenari, Nora, dan Anela mengerutkan kening. Mereka tidak tahu apa itu buah Sraca dan bahkan baru kali ini mendengar nama buah itu.
"Buah Sraca? Buah apa itu?" tanya Wenari.
Sharma tersenyum sambil menyangga kepalanya dengan tangan. Membayangkan buah Sraca membuat ia tergiur. Ia jadi ingin sekali makan buah itu. "Buah yang sangat enak."
Wenari dan Nora saling berpandangan, kemudian Wenari mengangguk. "Nanti akan hamba carikan, Nona."
Sharma menggeleng cepat. "Tidak perlu. Tidak ada di istana." Kemudian Sharma berdiri. "Aku ingin jalan-jalan."
"Anda harus makan dulu, Selir Sharma. Jika Anda tidak sarapan, nanti Yang Mulia bisa marah," ucap Anela mencoba membujuk Sharma. Tapi sepertinya Anela tidak tahu bahwa Sharma bukan orang yang mudah dibujuk. Sharma sedikit keras kepala.
Sharma menggeleng. "Tidak, Bibi. Aku tidak mau makan." Sebelum Anela memaksa lagi, Sharma sudah berlari kecil keluar dari ruang makan. Melihat nona mereka kabur, Wenari dan Nora pun langsung mengejar.
"Penjaga! Tutup pintunya!" teriak Wenari saat Sharma akan keluar.
Penjaga awalnya bingung, tapi saat melihat Sharma berlari ke arah mereka, mereka langsung tahu bahwa Selir kesayangan Kaisar itu pasti akan kabur. Maka dari itu mereka cepat-cepat menutup pintu.
Karena pintu sudah ditutup, Sharma berputar ke arah lain. Sharma tertawa terbahak-bahak karena Wenari dan Nora berputar-putar mengejar dirinya. Ia sangat senang akhirnya bisa berlarian lagi. Ia hampir lupa bahwa ia sedang mengandung.
"Nona sudah jangan berlari. Nanti Yang Mulia akan marah." Nora sudah mulai kelelahan karena dari tadi berlarian di aula utama.
Karena kedua pelayannya sudah melambat, cepat-cepat Sharma bersembunyi. Ia bersembunyi sambil menahan tawa. Sepertinya main petak umpet sangat seru. Karena Sharma bersembunyi, Wenari dan Nora harus mulai mencari.
"Bersembunyi dari pelayan, hm?"
"Syut ... Diam. Aku sedang bersembunyi." Sharma meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya tanpa menoleh ke belakang. Ia masih fokus ke depan untuk memastikan Wenari dan Nora tidak melihatnya. Ia tidak menyadari ada seseorang di belakang bahkan tidak menyadari suara yang baru saja mengajaknya bicara.
"Sepertinya seru sekali."
Sharma baru merinding saat sebuah telapak tangan besar meraba perutnya dari belakang. Kemudian ia mendengar sebuah bisikan tepat di telinganya. "Sudah aku bilang jangan membuat keributan di istana pribadi Kaisar, bukan?"
Pelan-pelan Sharma menoleh kebelakang dan ... Jengjengjeg! Wajah Kaisar berjarak lima sentimeter dari wajahnya. Mata Kaisar menatap dan nafas Kaisar menyapa wajah Sharma. Mengetahui Kaisar ada di belakangnya, Sharma malah cengengesan. "Hehehehe."
Satu, dua ... Dalam hitungan ke tiga Sharma akan berlari, namun kerah gaunnya ditahan dan dijinjing oleh Kaisar. Sharma tak bisa lari ke mana-mana. "A-ampun Yang Mulia."
Dengan sekali hentakan Kaisar membuat Sharma berbalik dan langsung masuk ke dalam pelukannya. Kaisar menahan pinggang Sharma agar tetap menempel padanya. "Aku mendapat laporan bahwa kau tidak mau makan dan malah kabur." Kaisar menatap Sharma lebih dalam lagi. "Pilih makan atau dimakan?"
Sharma malah mengerutkan keningnya. "Memangnya siapa yang mau memakan hamba, Yang Mulia?"
Kaisar mendengus geram. Selirnya ini begitu tidak peka. "Aku. Jadi pilih, mau makan atau aku makan dirimu sekarang juga?"
Sharma malah tertawa sambil mengangguk dengan mata berbinar. "Mau dimakan oleh Yang Mulia. Ayo masuk kamar."
Kaisar tak kuasa menahan senyumannya lagi. Ia tersenyum di depan Sharma hingga membuat Sharma terpesona. Dengan tangan Kaisar yang terbebas, Kaisar mencubit hidung Sharma dengan gemas. "Nanti saja. Sekarang kau harus makan agar anak kita sehat di dalam."
"Tapi hamba tidak-"
Kaisar langsung menggendong Sharma. "Tidak ada penolakan."
Ulala ....🤭. Segitu dulu ya Guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romance(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...