Sharma mengusap lehernya yang terasa dingin. Ia tidak menyukai cerita mistis, apalagi di ruangan yang kekurangan cahaya seperti kamar Permaisuri Thanu.
"Aku bertemu dengan Kaisar di tempat tinggalku, di desa yang terpencil di dekat hutan saat usiaku masih 7 tahun. Kaisar bilang, aku pernah diselamatkan oleh nya saat aku berusia 5 tahun. Akan tetapi, sebenarnya aku tidak ingat sama sekali. Mungkin karena waktu itu masih kecil."
Permaisuri membakar kelopak mawar tersebut. "Kaisar sangat menyayangiku, mungkin karena dia merasa kasihan padaku yang seorang yatim-piatu. Akhirnya kami menikah saat Kaisar berusia 18 tahun. Aku dan Kaisar pernah dikaruniai seorang anak laki-laki. Saat anak kami berusia 1 tahun, anak kami meninggal dunia. Setelah itu, tiga tahun kemudian aku mengandung lagi, namun karena aku sudah terserang penyakit, kandunganku gugur di usia 5 bulan. Setelah itu tabib melarangku untuk mengandung lagi."
Sharma sudah tahu cerita ini dari Nora, namun ia tetap setia mendengarkan. Saat ini Permaisuri Thanu butuh teman mencurahkan isi hati.
"Sampai akhirnya kau datang. Saat itu Ibu Ratu masih hidup, beliau sangat menyukai dirimu. Dan yang aku dengar, kau sangat anggun dan baik hati. Di saat itu aku sangat takut Kaisar akan menyukaimu."
Jangan bercerita seolah-olah kedatangan ku merusak kebahagiaanmu, Permaisuri.
"Sejak awal Ibu Ratu memang tidak menyukai ku dan aku tidak tahu mengapa. Sejak bertemu denganmu, Ibu Ratu sering bercerita tentang dirimu dan sepertinya sangat sayang padamu. Akhirnya meminta Kaisar menjadikanmu sebagai Selir ke-enamnya. Namun sebelum itu terwujud, Ibu Ratu telah meninggal dunia. Aku pikir segala ketakutanku sudah berakhir. Setelah dua tahun tidak dibahas, akhirnya kau datang lagi dan Kaisar langsung menepati janjinya pada Ibu Ratu."
Permaisuri Thanu menitikkan air mata. "Sejak kau datang ke sini, Kaisar jadi jarang menemuiku. Aku dengar dari pelayan pribadiku bahwa Kaisar sering menemui dirimu karena kau sangat rusuh. Aku sakit hati, belum lagi penyakitku semakin parah. Dan sepertinya sekarang Kaisar sudah mulai menyukaimu."
Sharma masih diam. Ia bingung harus berkata apa. Mengapa Permaisuri berbicara demikian padanya? Apa maunya Permaisuri.
"Sharma." Tiba-tiba Permaisuri bersujud di hadapan Sharma. "Aku mohon, tolong jauhi Kaisar. Tolong pergi dari kehidupannya. Sudah bertahun-tahun aku mendapatkan kasih sayang dan kelembutan darinya tanpa terbagi. Dan sekarang aku merasa kasih sayang Kaisar mulai terbagi. Aku tidak sanggup, Sharma. Apalagi sekarang aku sedang mengandung anak Kaisar, calon pewaris tahta."
Oh ya ampun. Ternyata ini tujuannya. "Maaf Permaisuri, hamba tidak bisa. Hamba juga sedang mengandung anak Kaisar."
Permaisuri bangun dan kembali duduk. Matanya yang lembut berubah menatapnya dengan tajam. "Bohong. Kau tidak mengandung. Aku tahu itu."
Sebenarnya Sharma sudah panik setengah mati karena ketahuan berbohong, akan tetapi ia berusaha untuk terus berbohong. Siapa tahu Permaisuri Thanu hanya menggertak. "Hamba tidak berbohong, Permaisuri. Untuk apa hamba berbohong?"
Permaisuri terdiam sebentar. Tiba-tiba saja Permaisuri tersenyum menyeringai. Ekspresi seperti ini tidak pernah Sharma lihat sebelumnya. Ia terkejut dengan sisi mengerikan permaisuri kali ini. "Tidak masalah. Tapi mau tidak mau kau akan tersingkir segera."
Sharma kembali mengerutkan kening. Ia tidak mengerti. "Tersingkir?"
Tiba-tiba saja Permaisuri melemparkan sebilah pisau yang telah ternodai oleh darah. Sharma yang terkejut refleks menangkap pisau tersebut kemudian menatap Permaisuri dengan tatapan bingung. Selanjutnya Permaisuri langsung berbaring dan berteriak meminta tolong.
"Tolong!"
Sharma panik dan langsung berdiri. Ia pikir telah terjadi sesuatu pada Permaisuri. Baru akan menghampiri Permaisuri untuk membantu, tiba-tiba pintu kamar Permaisuri terbuka dan masuklah Kaisar. Melihat Permaisuri terbaring dengan perut berdarah dan Sharma yang berdiri sambil memegang pisau, Kaisar sangat terkejut.
"Sharma apa yang kau lakukan!" Kaisar berlari untuk memburu Permaisuri yang pucat.
Sharma masih terkejut dengan situasi sehingga sulit baginya mencerna apa yang terjadi. Ia tidak menyangka ia akan dijebak. "Ya-yang Mul-"
Tanpa bisa dikendalikan, tangannya tiba-tiba terangkat seolah-olah ingin menyerang Kaisar dan Permaisuri. Melihat itu, refleks Kaisar mengeluarkan pedang dan menjatuhkan pisau yang ada di genggaman Sharma.
"Apa yang kau lakukan Sharma! Sadarlah!" Kaisar langsung berdiri, menghadap Sharma dengan posisi siap siaga seolah siap untuk melakukan pertarungan.
Tangan Sharma gemetar. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Jika saja Kaisar tidak cepat menjatuhkan pisaunya, mungkin ia akan melukai atau bahkan membunuh Kaisar. "A-aku."
Kaisar menatap Sharma dengan sangat tajam. "Sudah berani mengatakan 'aku' di depan Kaisar?"
"Ya-yang Mulia ... Selir Sharma ingin membunuh hamba dan anak hamba. Dia bilang, dia ingin menjadi satu-satunya wanita di hati Yang Mulia," ucap Permaisuri Thanu dengan suara gemetar seolah-olah benar-benar sedang terluka.
Sharma menggeleng kuat. "Tidak Yang Mulia ...." Sharma tak dapat meneruskan kalimatnya saat melihat tatapan kecewa dari Kaisar. Kaisar terlihat begitu marah dan begitu kecewa. Apakah pria itu percaya dengan kebohongan yang dilakukan oleh Permaisuri? Sakit sekali hatinya.
Tangan Kaisar yang sedang memegang pedang mengepal kuat. Emosinya tiba-tiba naik tak terkendali. Nafasnya memburu, tatapannya sangat tajam dan gelap. "Sudah cukup dengan kebohonganmu selama ini." Kemudian Kaisar mengangkat pedangnya.
Di belakang Kaisar, Permaisuri Thanu tersenyum licik. Sepertinya inilah akhir dari Amora. Mati ditangan Kaisar. Sedangkan Sharma mundur selangkah. Ia merasakan tangannya mulai ringan. Sepertinya tangannya akan kembali bergerak tanpa diperintah oleh otaknya. Bagaimana ini? Ditambah lagi Kaisar sepertinya ingin mengarahkan pedang itu ke arahnya.
"Kau!"
Tiba-tiba Permaisuri terhenyak kaget saat tiba-tiba Kaisar berbalik dan menghunuskan pedang ke arahnya. Ujung pedang Kaisar menempel dingin di lehernya. Ia tidak dapat bergerak. "Ya-yang Mulia. Apa yang Anda lakukan?"
"Cukup berbohong padaku! Kau ingin menuduh Selir Sharma, kan? Kau sengaja mengundangnya ke kamarmu kemudian menyuruh pelayanmu memanggil diriku dengan dalih kau dalam bahaya. Kau ingin aku datang dan melihatmu terbaring sedangkan Sharma memegang pisau bernoda darah itu. Kau ingin aku salah paham. Kau pikir semudah itu mengelabuhi diriku!"
Permaisuri Thanu terkejut setengah mati. Bagaimana rencana yang ia siapkan bersama nenek tua itu bisa diketahui oleh Kaisar? Tamatlah sudah. Tamatlah sudah riwayat hidupnya.
"Anda salah paham," ucap Permaisuri Thanu sambil meneteskan air matanya. Jika dulu Kaisar sangat tak ingin melihat air mata Permaisuri jatuh, namun kini walaupun Permaisuri menangis darah, Kaisar tak akan peduli.
"Diam! Walaupun kau menangis, itu tidak akan berpengaruh pada ... ku." Kaisar meringis saat merasakan bahunya ditembus oleh benda tajam. Bersamaan dengan itu darah mengalir dari bahunya. Kaisar menoleh tanpa melepas pedang dari leher Permaisuri Thanu.
"Yang Mulia." Sharma menangis. "Maafkan hamba. Ini di luar kendali hamba. Hamba tidak ingin melukai Yang Mulia tapi-"
"Aku tahu. Maka dari itu kau harus diam." Dengan gerakkan cepat, Kaisar menggerakkan tangannya dan menekan titik lemah Sharma. Tok tok. Kemudian tubuh Sharma ambruk ke lantai.
Oh my God. Pada ngira Kaisar akan tertipu oleh Permaisuri lagi kan? Kira-kira apa yang sebelumnya terjadi sehingga Kaisar tahu kebohongan dan kejahatan Permaisuri?
Ada satu episode lagi untuk menjawab rasa penasaran kalian Guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romantik(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...