Akhirnya Kaisar merasa lega setelah Sharma mengatakan padanya bahwa dirinya sudah mengantuk. Kini Kaisar kembali ke istana Kaisar dan membawa Sharma ke kamar. Kaisar membawa Sharma ke kamar pribadi Sharma karena kamarnya sudah dirapikan oleh Nora dan Wenari.
Kaisar membaringkan Sharma. "Istirahatlah. Saat bangun jangan lupa makan siang."
Sharma mengangguk sambil tersenyum lebar. "Baik Yang Mulia."
Baru akan pergi, Kaisar kembali berbalik. "Oh ya. Aku ada urusan penting yang harus aku selesaikan. Aku akan pergi. Aku belum tahu sampai kapan, akan tetapi aku akan cepat pulang. Jika aku belum pulang, jangan merindukanku. Makanlah dengan baik, istirahat yang cukup, dan jadilah Selir yang baik. Jangan membuat keributan." Kemudian Kaisar mengecup kening Sharma. "Aku pergi."
Sharma mengangguk, kemudian Kaisar melangkah pergi.
* * * *
Di tengah hutan yang gelap, seorang pria yang mengenakan jubah hitam berdiri tegak. Di depannya ada seorang pria berjubah hitam lagi yang perawakannya sedikit lebih pendek. Pria itu membungkuk memberi hormat pada pria yang bertubuh tegap.
"Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus," pria tersebut membuka penutup kepala kemudian membungkuk. Ternyata pria itu adalah Ader.
Kaisar mengangguk. "Bagaimana? Sudah tahu keberadaannya?" tanya Kaisar.
Ader mengangguk. "Sepertinya dia belum tahu bahwa kita sudah mencurigai dia, Yang Mulia. Dia masih ada di desa Teh." Kemudian Ader bertanya. "Apakah Sharma tahu Yang Mulia akan menemui Haikal?"
Kaisar menggeleng. "Tidak. Aku tidak akan memberitahu dia. Jika dia tahu, pasti dia akan memaksa untuk ikut. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya dan juga pada anakku."
Ader membungkuk. "Ampun Yang Mulia. Tapi sepertinya Haikal bukan orang yang mudah untuk dikalahkan. Maaf, bukan meragukan kemampuan Yang Mulia. Akan tetapi dengan Sharma, Yang Mulia pasti akan lebih kuat."
Kaisar menggeleng lagi. "Tidak. Aku tetap tidak akan membiarkan Sharma terluka."
Akhirnya Ader mengangguk saja. Mungkin itulah yang namanya cinta. Tidak ingin orang yang dicintai terluka. Sayangnya ia belum menemukan rasa cinta. Ia hanya akan fokus pada tugas dan juga melindungi Sharma.
"Jadi apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia?" tanya Ader.
"Kita akan langsung berangkat menemui Haikal. Untuk keamanan istana, paman Ajoz sedang menjaga istana untuk mengantisipasi datang serangan saat aku sedang tidak ada," jawab Kaisar. Kaisar telah mempertimbangkan semuanya. Walaupun ia tidak tahu Haikal itu siapa, akan tetapi ia yakin Haikal bukan orang sembarangan. Ia harus bertindak dengan penuh pertimbangan.
Ader membungkuk. "Baik, Yang Mulia."
Ader dan Kaisar menunggang kuda. Sebenarnya Kaisar tak memerlukan kuda, akan tetapi karena Ader hanya manusia biasa, Kaisar juga harus menggunakan kuda. Mereka terus menyusuri hutan dan akhirnya hampir sampai di perbatasan hutan Xululun dan Desa Teh. Di sana Kaisar berhenti sebentar.
"Tunggu, Ader."
Ader pun menghentikan kudanya. "Ada apa, Yang Mulia?"
Kaisar mengedarkan pandangan. "Sepertinya aku pernah melewati tempat ini." Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Kaisar mengingat tempat ini. "Ini tempat saat aku, Erlanh, Giler, dan Azoch bertemu dengan Sharma setelah Sharma hilang. Dia bersama Haikal pada saat itu."
Ader mengamati sekitar. Ia mengerutkan kening karena tidak mengerti apa maksud Kaisar mengingat-ingat tempat ini.
"Itu artinya jika buah Sraca itu benar ada, pasti tidak akan jauh dari tempat ini." Kaisar kembali menjalankan kudanya. "Mari kita cari sebentar buah Sraca itu."
Ader mengangguk dan mengikuti Kaisar dari belakang.
Sudah lama Kaisar dan Ader mengelilingi hutan perbatasan, namun pencarian mereka tak kunjung membuahkan hasil. Jangankan buah aneh bernama Sraca, satu pohon buah pun tak mereka temukan. Akhirnya Ader memutuskan untuk memberi usul agar Kaisar menghentikan pencarian itu.
"Yang Mulia, buah itu benar-benar tidak ada. Lebih baik kita pergi langsung mencari Haikal."
Kaisar mengangguk. "Benar. Hanya membuang-buang ...." Kaisar menghentikan ucapannya kemudian memfokuskan penglihatannya pada satu pohon.
"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Ader yang penasaran dengan apa yang sedang diperhatikan oleh Kaisar.
Kaisar menjalankan kudanya untuk menghampiri pohon yang sedang diperhatikan. Kaisar mengulurkan tangan untuk menyentuh batang pohon. "Ini seperti darah yang pernah aku lihat di danau teratai."
Ader ikut menghampiri dan memperhatikan.
"Ini pasti darah manusia jadi-jadian itu. Sosok bayangan yang pernah menyerang Sharma. Dia hanya bisa dilukai oleh pedang bayangan dan juga panah putih suci. Dan yang memiliki pedang bayangan hanya aku dan Azoch," ucap Kaisar.
"Itu artinya mungkinkah Azoch saling menyerang dengan sosok itu?" tanya Ader berspekulasi.
Kaisar mengangguk. "Sepertinya begitu. Tapi ...."
"Ya. Hamba memang pernah bertarung dengan Han di sini. Dan dia telah mati."
Kaisar dan Ader menoleh ke belakang. Di sana ia melihat Azoch kembali dengan menutup kepalanya. Hanya rambut putih Azoch yang terlihat.
"Kau lagi." Kaisar akan mengeluarkan pedangnya dari sarung akan tetapi Azoch sudah lebih dulu berbicara.
"Tenang dulu, Yang Mulia Kaisar. Hamba ke sini bukan untuk mencari masalah. Hamba hanya ingin menyampaikan sesuatu yang mungkin sangat penting."
Ader bergerak ke samping Kaisar. Ia siap melindungi Kaisar jika Azoch tiba-tiba menyerang. Padahal dalam situasi ini, Ader lah yang perlu dilindungi.
"Katakan!" perintah Kaisar.
"Jauhkan Sharma dari Haikal. Jika Sharma dan Haikal bertemu dalam pertarungan, maka dengan mudah Haikal bisa mengendalikan Sharma. Apakah Yang Mulia tahu buah Sraca?" Azoch malah bertanya.
"Aku tahu. Itu hanya buah hasil sihir Haikal. Untuk apa kau berbicara tentang itu. Memangnya apa yang kau ketahui?" Kaisar berbicara dengan nada penuh intimidasi. Kaisar masih menganggap Azoch sebagai musuhnya.
"Asal Yang Mulia tahu, hamba adalah mantan anak buah Haikal."
Ader dan Kaisar terkejut mendengar pengakuan Azoch.
"Hamba sangat tahu apa yang direncanakan oleh Haikal sejak dulu. Dan Yang Mulia harus tahu, seseorang yang dulu mengajarkan ilmu hitam pada hamba adalah Haikal, alias Raja Viath," lanjut Azoch.
Kali ini Kaisar lebih terkejut lagi. Ia ingat cerita Sharma, Raja Viath adalah Raja yang mengincar Sharma dan yang telah membunuh kedua orangtua Sharma.
"Dan orang yang mencari Sharma adalah Haikal," lanjut Azoch lagi. "Dia lah Raja Iblis."
* * * *
Di lain tempat, seorang pria baru merapikan tempat bekas ia meracik ramuan. Gerakan tangannya begitu ringan kesana kemari sehingga tempat tersebut bisa rapi kembali dengan cepat. Namun saat sedang menyusun kendi di dalam rak, ia menghentikan gerakan tangannya. Ia menajamkan semua inderanya. Tak lama kemudian ia tersenyum miring.
"Dia datang? Untuk apa?"
Dia adalah Haikal. Dia bisa mencium keberadaan Phoenix putih walaupun dari jarak jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Lãng mạn(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...