Mentari sudah mulai meninggi. Di rumah sederhana di ujung desa, jendela-jendela sudah terbuka lebar menerima cahaya terang mentari. Hanya ada dua jendela yang sejak tadi malam tak kunjung terbuka. Ada apa di dalamnya?
Tok tok tok
"Sharma, sudah bangun belum? Cepat bersiap kita akan pergi ke istana!" Ader terus mengetuk pintu kamar adiknya. Untuk membangunkan Sharma dari tidurnya memang harus seperti ini. Adiknya itu tidak akan bangun jika dengan suara pelan.
"Ish, lama sekali. Cepat bangun kakak tidak memiliki banyak waktu. Cepat!"
Sharma menyingkap selimut yang menutupi kepalanya. Matanya masih menyipit karena merasa malas untuk bangun. Mendengar suara 'merdu' kakaknya membuat tidurnya terganggu. "Ya ya! Aku bangun!" teriak Sharma tidak senang. "Huft! Mengganggu saja."
Sebenarnya yang membuat mood Sharma berantakan adalah fakta bahwa hari ini ia akan ikut kakaknya pergi ke istana dan bertemu dengan Kaisar. Setelah itu ia akan dijadikan selir. Masih mending dijadikan Permaisuri, memiliki kedudukan yang terhormat. Tapi nyatanya, ia hanya menjadi selir, dengan kata lain 'istri simpanan'.
"Cepatlah. Berpakaian dengan rapi dan cantik. Tidak perlu membawa pakaian karena disana akan ada banyak baju," ucap Ader kemudian menjauh dari pintu kamar adiknya.
Malas sekali pergi dari sini. Aku sudah sangat nyaman tinggal bersama paman di sini. Huaaaaaaaa ... Paman jangan biarkan aku pergi. Pasti Paman juga merasa berat hati melepasku, kan? Kan? Kan?
Itu hanya harapannya. Harapannya Ajoz akan menghentikan dirinya dan menggagalkan perjodohan memuakkan itu. Namun pada kenyataannya, justru Ajoz sangat menyetujui perjodohan ini. Semuanya dilakukan untuk keselamatan Sharma.
Setelah beberapa menit, Sharma keluar dari kamar. Ia memakai pakaian yang paling bagus menurut dirinya. Hari ini ia memakai gaun hijau muda yang cerah. Ia sangat menyukai warna hijau. Menurutnya warna hijau bisa menyejukkan mata.
"Keponakan paman sudah sangat cantik. Kaisar pasti akan sangat menyukai mu." Ajoz yang sedang duduk di kursi favoritnya memandangi keponakannya sambil tersenyum.
Sharma mengerucutkan bibirnya. "Paman memujiku jika ada maunya. Dan sekarang Paman mau aku menerima perjodohan ini, makanya Paman memujiku lagi, kan? Huh, tidak mempan Paman. Paman selalu berkata bahwa kulitku hitam, pendek, dan seperti anak sapi. Itu yang sejujurnya, kan?" Mulut Sharma memang tidak bisa mengerem.
Ader dan Ajoz tertawa bersamaan. Memang benar, Sharma itu berkulit coklat, sedikit berbeda dengan penduduk negeri Alrancus yang memiliki kulit putih susu. Mungkin alasannya karena Sharma memang bukan penduduk asli Alrancus. Sharma juga memiliki tubuh yang terbilang pendek. Lagi-lagi berbeda dengan gadis-gadis Alrancus yang memiliki tubuh semampai bak peri.
Dan fakta satu lagi, Sharma seperti anak sapi. Memiliki tenaga yang kuat dan tidak mau diam, berlari kesana-kemari. Untung walaupun sudah tua, Ajoz masih kuat menjaganya, jika tidak, mungkin Ader yang harus mengundurkan diri dari istana dan fokus menjaga adiknya.
"Kau memang seperti sapi. Begitu sampai di istana, mungkin Kaisar akan mengikatmu di kandang kuda," ucap Ader bercanda. Namun sebenarnya itu benar-benar bisa terjadi jika adiknya membuat masalah. Kaisar tidak menyukai keributan.
Sharma melototi Ader. Mulut kakaknya memang selalu pedas untuk dirinya. Untung kakak kandung, jika tidak, sudah ku buang ke mulut harimau.
Ader menghentikan tawanya. Ia tidak bisa membuang waktu lagi karena ia harus sampai di istana secepatnya. Akhirnya ia dan Sharma pun berpamitan pada Ajoz.
* * * *
Sharma menopang dagunya dengan telapak tangan. Perjalanan yang sangat membosankan. Perjalanan ke kota pusat memakan waktu cukup lama. Sepanjang perjalanan, Sharma hanya bisa melihat pohon-pohon yang berjejer. Mereka semua sama, tidak ada beda, hanya berwarna hijau dan hijau. Sungguh memuakkan. Tidak adakah perbukitan kebun teh seperti di desanya?
"Apakah masih lama?" tanya Sharma pada kusir yang mengantarnya ke pusat kota, tepatnya ke kerajaan.
"Masih Nona. Jika Anda mengantuk, silahkan tidur dahulu."
Huh, mana mungkin aku bisa tidur di kereta kuda yang keras ini. Tidak ada empuk-empuknya sama sekali.
Ini adalah kali pertamanya menaiki kereta kuda. Biasanya ia bepergian dengan jalan kaki. Lagi pula sejak kecil ia tidak pernah keluar dari desa Teh itu. Kini di dalam kereta kuda hanya ada dirinya. Sang kakak menunggang kuda sendiri di depan sana.
"Apakah Nona ingin beristirahat?" tanya kusir itu.
"Tidak, jalan terus. Ini masih jauh dari pemukiman bukan?" Setidaknya ia tidak ingin beristirahat di tengah jalan hutan ini. Ia sering mendengar cerita mengerikan tentang beristirahat di hutan. Baik cerita horor maupun kriminal.
Bruk
"Aaa!" Sharma berteriak kaget. Ia yang tidak pernah ke hutan membuat ia berpikiran aneh.
Apakah ada begal yang menghadang? Atau hantu hutan? Aaaaaa tolong!
Memikirkannya saja sudah membuat kepala Sharma pusing. Seumur hidupnya belum pernah melihat hantu sungguhan. Dan sekarang dirinya malah jadi buruan hantu.
"Darahku pahit. Darahku pahit." Sharma komat-kamit tidak jelas sambil memejamkan mata. Tangannya terkepal di depan dada. Jika terdesak, ia akan meninju wajah pembegal atau hantu itu.
Sret
"Hua! Aku belum menikah! Aku tidak mau mati dulu!"
"Hei, kau ini kenapa?"
Mendengar suara yang tidak asing, Sharma membuka mata. Betapa leganya ia melihat yang duduk di depannya adalah Ader Ghungzi. Eh? Tapi bagaimana bisa Ader naik ke kereta kudanya? Lalu bagaimana dengan kuda sang kakak? Ia sering mendengar cerita hantu yang menyamar menjadi seseorang yang dikenal oleh sang korban. Jangan-jangan di depannya ini ....
Bugh
Bugh
Bugh
"Eh! Hentikan!" Ader menjadikan tangannya sebagai tameng darurat. Sungguh ia baru percaya bahwa Sharma memiliki tenaga badak. Yang diceritakan oleh Ajoz memang benar adanya.
"Kau hantu, kan? Mana kakakku!" Sharma terus berteriak sambil memejamkan mata. Sedangkan sang kusir sejak tadi diam sambil menahan tawa.
"Ini aku Ader, Sharma. Kau melupakan wajah tampan kakakmu ini?"
Sharma berhenti. Jika dari nada bicaranya, sepertinya ini benar-benar Ader. Sharma memperhatikan wajah Ader lekat-lekat. Ini benar-benar Ader. Rambut coklat yang sama, mata hitam yang bercahaya, kulit putih yang glowing, dan postur tubuh yang gagah. Ini benar-benar Ader.
Buk
"Menyebalkan! Kenapa datang tiba-tiba? Aku sangat terkejut tahu!" Sharma terus mengamuk hingga kereta kuda yang mereka tumpangi bergoyang ke sana-kemari.
Dari pada babak belur, lebih baik ia meringkus adiknya ini. Setelah berhasil meringkus Sharma, Ader baru bisa berbicara. "Tadi ada seseorang yang lewat. Orang tersebut tidak boleh melihat ke hadiran kakak di sini. Oleh sebab itu kakak meninggalkan kuda kakak dan langsung masuk ke mari. Lagi pula mengapa kau jadi begitu penakut?"
Sharma menghela nafas lega. Tapi ia tidak bisa menjawab pertanyaan Ader. Entah mengapa sejak keluar dari desa Teh. Ia merasa tidak aman. Entah itu takut pada perompak, atau pada hantu dan lain-lain. Yang jelas, ia lebih merasa nyaman di desa Teh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Romance(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...