Maaf

23.3K 2.7K 18
                                    

Setelah mengetahui Sharma diantar Haikal. Kaisar langsung meminta Erlanh mengantar Ajoz beristirahat, sedangkan Kaisar sendiri langsung melesat entah ke mana. Rupanya Kaisar berjalan cepat ke arah istana Selir. Sesampainya di depan kamar Sharma, para penjaga memberi hormat.

"Mana Sharma?" tanya Kaisar tak ingin basa-basi. Ia bahkan mengabaikan penghormatan yang diberikan.

Kedua penjaga pintu kamar Sharma saling berpandangan. Beberapa detik kemudian mereka membungkuk lagi. "Ampun Yang Mulia. Sejak Selir Sharma pergi ke istana pribadi Kaisar, Selir Sharma belum kembali," jawab salah satu penjaga tersebut.

Kaisar mengepalkan kedua tangannya. Setelah itu Kaisar pergi meninggalkan kamar Sharma.

"Yeay!" Sharma heboh bukan main saat Haikal berhasil mengambilkan bunga teratai yang diinginkan olehnya.

Haikal tersenyum kemudian berbalik badan. Haikal berjalan menghampiri Sharma kemudian memberikan bunga yang dia dapatkan. "Kau ingin yang ini, kan?"

Sharma mengangguk semangat kemudian mengambil bunga dari tangan Haikal. "Terima kasih. Kau memang yang terbaik."

"Ekhm!" Dehaman yang sangat kuat itu mengejutkan Sharma dan Haikal. Mereka berdua menoleh ke belakang dan mendapati Kaisar sedang berdiri dengan tegak. Tak lupa tatapan maut itu tengah terhunus pada mereka berdua. Seketika wajah cerah Sharma luntur.

"Seorang tamu tidak menghadap Kaisar. Bukankah itu tindakan yang tidak sopan?" ucap Kaisar menyindir Haikal.

Haikal membungkuk hormat. "Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus. Ampun Yang Mulia, hamba diperintahkan paman Ajoz untuk mengantarkan Selir Sharma sampai ke istana Selir dengan selamat."

Kaisar berpangku tangan. "Lalu mengapa malah membawa Selirku ke mari?" tanya Kaisar dengan nada tajam.

"Itu terserah kami." Kali ini Sharma yang menjawab.

Kaisar langsung menatap Sharma lebih tajam dari sebelumnya. "Kau Selirku. Tidak sepantasnya berduaan dengan pria lain."

Sharma menatap Haikal. "Dia bukan pria lain. Dia pria yang pernah hamba sukai."

Glek.

Rasanya Haikal benar-benar ingin gantung diri saja. Bagaimana bisa Sharma mengatakan itu di depan Kaisar? Apalagi dalam kondisi Kaisar yang tengah terbakar api cemburu. Oh Tuhan tolong selamatkan nyawa dirinya.

"Sharma perhatikan ucapanmu." Kaisar memperingati. Sepertinya Kaisar sudah berada dipuncak emosi. Kesabarannya sudah sangat tipis.

Bukannya meminta maaf, Sharma malah berlalu pergi. "Hamba sedang tak ingin diganggu. Silahkan Anda mengurus pekerjaan Anda yang menumpuk."

Kaisar menatap Sharma dengan tak percaya. Bisa-bisanya Sharma bersikap seperti itu di depan seorang Kaisar Negeri Alrancus. Jika orang lain yang melakukan itu, di langkah kedua saja kepalanya sudah terpisah dari leher.

Haikal membungkuk. "Maaf Yang Mulia, terkadang Selir Sharma seperti anak kecil."

Kaisar kembali melayangkan tatapan tajam. "Jangan kau pikir aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Kau, pergilah bergabung dengan paman Ajoz." Walaupun Kaisar sangat tidak menyukai Haikal. Namun Haikal adalah pria yang dibawa oleh Ajoz. Tidak mungkin ia memperlakukan pria itu dengan buruk hanya karena rasa tidak sukanya.

"Baik, Yang Mulia. Hamba undur diri." Haikal pun langsung berjalan ke arah kediaman tamu.

Setelah Haikal pergi, Kaisar juga pergi untuk menyusul Sharma. Sepertinya Selir Kecilnya itu harus mendapatkan hukuman yang lebih membuat jera agar selirnya itu lebih tahu sopan-santun.

Sharma telah sampai di istana Selir. Begitu akan masuk ke dalam kamar, para penjaga menghalangi. Sharma mengerutkan kening. Tidak biasanya para penjaga bersikap seperti ini. "Cepat buka pintu. Aku ingin tidur."

Para penjaga itu membungkuk. "Maaf Selir Sharma. Yang Mulia melarang Anda masuk ke dalam."

Sharma langsung melotot selebar-lebarnya. "Apa-apaan dia itu!"

Baru saja penjaga itu mengangkat badan, mereka kembali membungkuk. "Hormat kami Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus."

Sharma menoleh ke belakang dan ternyata Kaisar sudah berdiri di belakangnya. "Bukankah kau merindukan hukumanmu?" tanya Kaisar dengan senyuman yang dipaksakan.

Sharma langsung memberengut. "Yang Mulia selalu bersikap seenaknya. Tadi saat hamba bilang ingin bersama Yang Mulia, Yang Mulia menolak. Sekarang saat hamba ingin sendiri, Yang Mulia datang lagi."

Kaisar mendekat pada Sharma. "Yang bersikap seenaknya adalah dirimu. Kau melupakan tata krama saat berhadapan denganku. Dan yang kedua, kau membela pria lain lagi. Dulu kau membela Pangeran Giler, dan sekarang Haikal."

Sharma sudah sangat kesal sekarang. Kentara sekali Kaisar sebenarnya cemburu. Akan tetapi mengapa Kaisar tidak pernah berterus terang. Jika Kaisar memang tidak menyukai dirinya, maka jangan urusi urusan hatinya. Kaisar yang seperti ini seakan-akan menarik ulur perasaannya. "Baiklah. Apa hukumnya?"

"Berdiri di sini sampai matahari terbit. Dan ucapkan janji yang seperti biasa," ucap Kaisar tegas.

Tanpa banyak protes, Sharma mengangkat satu kaki lalu meletakkan tangan kanan di atas dada sebelah kiri. "Selir Sharma akan menjadi Selir baik. Tidak akan melawan Kaisar dan akan memberi hormat mulai sekarang."

Kaisar menatap Sharma dengan sangat lama. Entah mengapa Kaisar merasa hatinya tidak nyaman. Melihat ekspresi Sharma yang sepertinya benar-benar marah membuat hatinya terusik. Biasanya Sharma akan merengek minta diringankan hukumannya. Akan tetapi sekarang gadis itu tanpa membantah langsung menuruti perintahnya. Bukan ini yang ia inginkan.

"Cukup."

Sharma mengangkat kepala dan menatap Kaisar. "Mengapa?"

Tanpa diduga, Kaisar meraih tangan Sharma kemudian menariknya sehingga Sharma masuk ke dalam pelukannya. Kaisar memejamkan mata sambil mendekap Sharma dengan erat. "Maafkan aku."

"Eh?" Sharma terkejut dengan permintaan maaf Kaisar. Begitu juga dengan dua penjaga kamar Sharma. Ini kali pertamanya mereka mendengar Kaisar meminta maaf.

"Aku tidak bisa menghukummu lagi Sharma. Maafkan aku yang egois. Aku tahu kau berbicara seperti tadi karena kau kesal aku tak meluangkan waktu untukmu," ucap Kaisar lagi. Kaisar memilih berdamai dengan gengsinya. Ia tidak ingin membuat Sharma marah lagi. Ia tidak ingin hubungannya dengan Sharma renggang. Ia tidak ingin Sharma menjauh. Ia hanya ingin melihat Sharma ceria dan sering merengek padanya. Itu yang ia inginkan.

Sharma masih diam. Tak membalas pelukan Kaisar.

"Apakah kau masih marah?" tanya Kaisar.

Berselang beberapa detik, tangan Sharma terangkat untuk membalas pelukan Kaisar. "Jika Yang Mulia sudah meminta maaf, mana mungkin hamba menolaknya."

Kaisar menghela nafas lega. Dalam hati ia tersenyum lega.

Siapa yang mengharap Sharma pergi sama Haikal? Siapa yang mengharap Kaisar menyesal setelah Sharma pergi dan memilih pria lain? Ternyata eh ternyata Kaisar memilih untuk berdamai Guys. Begitu juga dengan Sharma.  Sebenarnya ya Guys, Kaisar itu cuma gak peka sama perasaannya sendiri. Itu doang masalahnya.

A : Kenapa kok Author milih alur seperti ini? Bikin pembaca gregetan terus. Jawabannya, Kaisar sama Sharma gak boleh terpisah Guys. Alur yang tokoh utama perempuan pergi terus sang pria menyesal, kan udah banyak cerita yang seperti itu. Di sini, kalau Sharma dan Kaisar terpisah, ya nanti gak selesai-selesai dong. Inget gak kata pertamal Ramon? Phoenix putih gak bisa terpisah dari Amora. Mereka ditakdirkan bersama. Kalau mereka terpisah, yang ada ilmu sihir hitam semakin kuat. Kan gak lucu kalau nanti endingnya penyihir hitam yang menang 🤣

Oh ya. Masih ada satu episode lagi yang seruu!!

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang