Entah apa alasan Kaisar tidak membeberkan kebohongan Sharma. Mungkin untuk melindungi nama baik Sharma, atau agar Kaisar tidak harus menjatuhkan hukuman yang berlaku di kerajaan Alrancus bagi orang yang berbohong pada Kaisar.
Hari ini adalah hari ketiga setelah kejadian di kamar Sharma. Berita kehamilan Sharma sudah menyebar keseluruh istana bahkan kerajaan. Kerajaan dibuat geger karena baru kali ini ada Selir yang mengandung. Apalagi kabarnya Selir dan Permaisuri memiliki usia kandungan yang sama.
Karena Sharma adalah satu-satunya Selir yang disentuh Kaisar, semua orang sangat menghormatinya, terutama para pejabat kerajaan. Mereka tidak akan berani mengusik Selir mungil yang suka merusuh di sana-sini. Kini Sharma mendapatkan julukan 'Selir kesayangan Kiasar'.
Dengan julukan dan perlakuan istimewa dari semua orang, Sharma memanfaatkan hal tersebut untuk kesenangan sendiri. Tidak jarang ia meminta sesuatu yang mustahil untuk didapat dengan dalih 'anak Kaisar akan mengiler jika keinginannya tidak terkabul'. Pelayan dan prajurit yang tidak bisa mengabulkan permintaan Sharma akhirnya mengadu pada Kaisar. Alhasil Kaisar lah yang akan turun tangan.
Sama seperti hari ini, saat jalan-jalan pagi, tidak sengaja Sharma melihat induk burung yang sedang memberi makan anak-anaknya di sangkar. Tiba-tiba saja Sharma ingin melihat anak burung dan mengusapnya. Sharma menginginkan Nora yang naik ke atas pohon dan mengambil sarang burung itu.
"Mohon maaf, Nona. Hamba tidak bisa memanjat pohon."
Sharma langsung cemberut. "Bagaimana kau bisa mengabdi padaku dengan setia, jika mengambilkan sarang burung untukku saja kau tidak bisa."
Wenari ingin tertawa. Ia membayangkan bagaimana jika Nora benar-benar naik ke atas pohon lalu tidak bisa turun. Jika nona mereka yang tidak bisa turun, maka ada Kaisar yang akan membantu nonanya turun. Tapi bagaimana dengan Nora? Mau tidak mau gadis itu harus terjun bebas.
"Kalau kau tidak mau, aku bisa ambil sendiri." Sharma mulai melepas alas kaki.
"Jangan Nona, Kaisar bisa marah. Ingatlah, Anda sedang mengandung." Ya, Nora tidak tahu kalau Sharma hanya berpura-pura hamil. Hanya Sharma, Kaisar, Wenari dan tabib istana lah yang tahu soal ini. Oh ya, jangan lupakan juga Ader. Entah dari mana dan bagaimana dia bisa tahu tentang kebohongan Sharma.
"Kalau begitu, naiklah." Sharma memang selalu membuat orang lain frustasi.
"Ta-tapi ...."
"Ah, lama." Sharma mengambil ujung roknya di dua sisi lalu mengikatnya di pinggang. Kini gaun kuning yang anggun itu telah berubah menjadi gaun selutut. Dengan tidak elegannya Sharma mulai memanjat pohon.
Nora benar-benar akan mati melihat nonanya memanjat pohon dengan begitu gesit. Jika Sharma jatuh, maka tamatlah sudah riwayatnya. Sedangkan Wenari juga mulai khawatir. Tugas dari Ader adalah menjaga Sharma agar tidak terluka lagi.
"Nona, jangan." Nora ingin menghentikan Sharma namun percuma, Sharma sudah naik ke dahan yang lebih tinggi.
Letak sarang burung itu ada di dahan yang paling tinggi. Kaki Sharma mulai gemetar karena posisinya sekarang semakin tinggi. Tinggi pohon itu setara dengan tinggi atap istana Selir. Namun bukan Sharma namanya jika mudah menyerah dan kapok.
"Hati-hati Nona!"
Tak tahunya dahan yang diinjak oleh Sharma patah. Untuk Sharma berpegangan pada dahan yang ada di atasnya. Sekarang ia bergelantung sambil meminta tolong.
"Huaaa, tolong aku!"
Wenari dan Nora yang bingung harus bagaimana malah bolak-balik di bawah pohon seperti anak-anak yang siap menangkap buah yang dilemparkan oleh temannya.
"Ada apa ini?"
Wenari dan Nora berhenti bergerak kemudian membungkuk setelah melihat Kaisar berdiri tak jauh dari mereka. Kaisar mengenakan jubah hitam bersulam emas, mata elangnya menatap Wenari dan Nora secara bergantian.
"Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Wenari dan Nora memberikan hormat secara bersamaan. Setelah membungkuk, mereka ragu-ragu untuk melihat ke atas.
Melihat Wenari dan Nora yang melihat ke atas, mata Kaisar bergulir ke atas. Di atas sana Sharma tengah bergelantung seperti orang yang siap melakukan pull up.
"Yang Mulia, tolong!" Sharma merasakan tangannya mulai panas.
Kaisar menatap Sharma dengan tajam. Gadis itu tidak benar-benar mengandung, tapi entah bagaimana bisa gadis itu mengidam melebihi wanita yang benar-benar mengandung. Permaisuri saja tetap anggun dan tak banyak keinginan. Lalu mengapa Sharma begitu banyak keinginan.
"Apa yang kau lakukan di sana?" tanya Kaisar.
"Seperti yang Anda lihat, Yang Mulia. Hamba sedang bersenang-senang sambil bergelantung seperti ini. Biasakah Yang Mulia membantu hamba turun?" Di detik-detik yang darurat seperti ini pun Sharma masih bisa berbicara seenaknya.
"Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri-" Elranh yang baru datang dan membungkuk hormat dikejutkan dengan benda tipis yang menahan tengkuk belakangnya. Jika ia bergerak, maka pedang legendaris Kaisar itu akan memutus lehernya.
"Berani tegak, akan ku bunuh kau. Pergi dari sini tanpa melihat ke atas."
Dulu ia sulit memahami, namun sekarang ia langsung paham dengan ucapan Kaisar. Siapa lagi yang sangat gemar memanjat pohon jika bukan Selir kesayangan Kaisar itu. Ia yakin Kaisar tidak ingin ia melihat pemandangan indah yang terpampang di atas sana.
"Baik, Yang Mulia." Setelah pedang Kaisar menyingkir dari lehernya, Erlanh memutar badannya sambil membungkuk, kemudian ia segera pergi dari sana tanpa menoleh ke sana kemari lagi.
"Yang Mulia ...." Sharma memasang wajah memelas.
Kaisar memasukkan pedang ke dalam sarungnya kembali. Mata Kaisar kembali fokus pada Sharma. "Tidak akan." Kemudian Kaisar berbalik dan beranjak pergi. Ia harus memberikan pelajaran pada Sharma agar gadis itu tidak berulah lagi.
"Yang Mulia! Tega sekali Anda meninggalkan hamba seperti ini!" Sharma berteriak dengan suara yang sangat nyaring. Semua orang pun sudah tahu kalau Sharma memiliki kerongkongan yang terbuat dari kaleng, suaranya sangat nyaring saat berteriak.
Tanpa menoleh, Kaisar menjawab, "Terima hasil dari perbuatanmu sendiri."
Wenari dan Nora melongo pada Kaisar yang seolah tak peduli pada Selirnya yang sedang mengandung.
"Yang Mulia! Jika hamba jatuh dan patah tulang, hamba tidak akan memaafkan Yang Mulia! Ingat itu!" Bukannya memohon dengan manis, Sharma malah mengancam Kaisar.
Kaisar tetap tidak peduli. Ia benar-benar harus memberikan Sharma pelajaran. Jika tidak begini, Sharma tetap akan mengulangi lagi. Hal itu tentu saja akan merepotkan orang-orang yang ada di sekitar Sharma. Namun langkah Kaisar terhenti ketika ia mendengar suara benda besar jatuh ke tanah. Kaisar berbalik dan seketika tatapannya berubah menjadi semakin tajam. Tatapan itu siap membunuh siapapun yang ditatapnya.
"Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Pangeran Giler melepaskan pinggang Sharma kemudian membungkuk dengan hormat. Ternyata Pangeran Giler lah yang sudah menyelamatkan Sharma.
Saat menegakkan badan, Pangeran Giler masih melihat tatapan membunuh milik Kaisar, ia pun kembali membungkuk. "Ampun Yang Mulia, bukan maksud hamba untuk lancang. Tadi Selir Sharma benar-benar akan terjatuh. Hamba tidak sengaja melintas dan langsung menyelamatkan Selir Sharma."
"Kebetulan?" Kaisar benar-benar melemparkan tatapan permusuhan sekarang. Dirinya bukan tidak tahu kalau Pangeran Giler menyukai Sharma, hanya saja selama ini ia malas untuk menegurnya. "Jangan kau pikir aku tidak tahu bahwa kau menyukai Sharma."
Sharma langsung menatap Pangeran Giler yang hanya diam saat Kaisar mengatakan hal tersebut. Ia terkejut dengan kenyataan ini.
Wah, pria-pria tampan ini menyukaiku? Woooaaah, beruntungnya aku!
Wah, apa yang akan terjadi selanjutnya ya? Bagaimana reaksi Sharma selanjutnya? Dan apakah akan ada permusuhan di antara Pangeran Giler dan Kaisar? Kuy tunggu episode selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Roman d'amour(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...