Di Hari Pengangkatan Permaisuri

22.2K 2.5K 125
                                    

Kaisar memijat keningnya sambil mendengarkan keributan di luar ruang kerjanya. Sudah hampir satu jam Selir kecilnya itu memaksa masuk walaupun sudah dihadang oleh Elranh. Gadis itu bilang bahwa dirinya sedang unjuk rasa untuk membatalkan keputusan dirinya. Selir kecilnya ini memang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa diam. Seharusnya jika tidak tahu apa-apa lebih baik diam, tapi untuk Selirnya lebih baik tidak tahu apa-apa dari pada harus diam.

"Yang Mulia, jika Yang Mulia tidak mau keluar, maka hamba akan mencium Elranh!"

Ia tahu Sharma hanya menggertak saja. Mana mungkin Selirnya itu menjadi 'liar'. Tapi tak lama kemudian ia dikejutkan oleh teriakan Elranh.

"Yang Mulia, tolong hamba! Selir Sharma akan mencium hamba!"

Saat dirinya keluar, ia disuguhkan dengan pemandangan luar biasa. Elranh tersudut di sudut dinding dan Sharma mencengkramnya dengan kuat sambil memonyongkan bibirnya. Selir kecilnya ini memang nekat.

Dengan sekali tarik Kaisar berhasil menjauhkan Sharma dari Elranh. Elranh langsung bangkit dan membungkuk. "Ampun Yang Mulia, bukan kesalahan hamba. Hamba permisi." Elranh langsung berlari terbirit-birit sambil memegang ujung kerah jubahnya. Elranh seperti gadis yang ketakutan karena akan dilecehkan.

Setelah Elranh menghilang dari pandangan, Kaisar membalikkan badan Sharma agar gadis itu menatapnya. "Seandainya tadi kau menciumnya, maka akan ku bunuh dia," ucap Kaisar dengan dingin dan dengan tatapan menusuk.

Sharma cemberut. "Salah siapa? Yang Mulia tidak kunjung keluar saat hamba telah memberikan peringatan."

Salut, baru kali ini ada seseorang yang memberikan peringatan pada Kaisar. So amazing.

"Aku tidak memiliki waktu untuk membicarakan hal yang tidak penting, Sharma. Pergilah tidur, hari sudah malam." Kaisar hendak kembali ke ruang kerjanya, tapi Sharma menarik jubahnya.

"Yang Mulia benar-benar akan menjadikan Selir Ghauni sebagai Permaisuri?" tanya Sharma kali ini dengan nada serius.

"Hmm. Apa masih kurang jelas?" jawab Kaisar tanpa menoleh ke arah Sharma.

Sharma melepaskan Kaisar lalu berbalik. Sebelum pergi, Sharma berkata, "Itu artinya Yang Mulia harus memiliki anak dari Permaisuri. Baiklah, hamba tidak akan menggangu lagi."

Baru akan pergi, Kaisar menarik Sharma hingga Sharma berbalik menghadap Kaisar lagi. "Siapa yang bilang aku harus memiliki anak dari Permaisuri?"

Sharma cemberut dengan mata yang hampir berkaca-kaca. "Bukankah memang begitu hukum kerajaan?" Sharma tidak bisa menahan lagi. Dulu ia menahan sesak saat Kaisar bersama Permaisuri Thanu. Sekarang ia tidak akan sanggup lagi jika Kaisar bersama Selir Ghauni.

Kaisar menatap mata Sharma dengan dalam. "Tidak akan."

Sharma mengerutkan kening. "Mengapa?"

Kaisar diam tidak menjawab kemudian melepaskan Sharma. "Pergilah. Soal Selir Ghauni jangan kau pikirkan. Aku jamin tidak akan merugikan dirimu." Benar, semuanya telah dipertimbangkan oleh Kaisar. Ia tahu watak Selir Ghauni seperti apa. Mana mungkin ia membiarkan Selir Ghauni berbuat semaunya. Lagi pula ada alasan lain mengapa ia setuju Selir Ghauni menjadi permaisuri. Semua telah ia pertimbangkan dengan matang.

* * * *

Seminggu telah berlalu tanpa terasa. Pengangkatan Selir Ghauni sebagai Permaisuri dilaksanakan hari ini dengan pesta yang meriah. Pemakaian mahkota Permaisuri juga telah selesai dilaksanakan, kini pesta berlanjut dengan acara perjamuan makan malam.

Sharma menopang dagu di depan aula pesta sambil berjongkok memandangi bintang malam. Di sisi kanan kirinya ada Wenari dan Nora yang setia berdiri sambil ikut memandangi bintang. Di sana mereka hanya bertiga, sedangkan yang lain sibuk merayakan pesta pengangkatan Selir Ghauni menjadi Permaisuri.

"Wenari, bagaimana rasanya jatuh cinta?" Mata Sharma menatap kosong pada bintang yang berkelap-kelip dengan indah.

Wenari menunduk untuk melihat kepala nonanya. "Asin," jawab Wenari asal.

Sharma mengangguk. "Bau asam ketiak juga, kan?"

Wenari hanya mengangguk, sedangkan Nora hanya menggeleng mendengar percakapan ngawur dari kedua wanita muda ini. Entah mengapa seminggu terakhir ini Sharma terlihat tidak bersemangat. Dan karena percakapan aneh ini Nora jadi tahu bahwa nonanya sedang putus cinta.

"Nona, lebih baik kita masuk ke dalam. Angin malam tidak baik untuk kesehatan," ucap Nora yang merasakan udara semakin dingin.

Sharma masih dengan pandangan yang sama. "Aku ingin pulang saja jika begini."

Wenari dan Nora menghela nafas lega, akhirnya nona mereka mau untuk pulang. Sejak tadi mereka di sana tanpa melakukan apapun. Tentu saja itu sangat membosankan.

"Aku ingin pulang dan bertemu dengan bebeb Haikal. Aku tidak ingin di sini lagi. Untuk apa aku di sini jika hanya menjadi istri ke-enam Kaisar."

Wenari dan Nora saling pandang. Mereka memilih untuk diam. Menurut Wenari mungkin suasana hati Sharma sedang buruk karena baru selesai datang bulan, sedangkan menurut Nora suasana hati Sharma sedang buruk karena baru saja kehilangan calon bayinya.

"Nona, mari pulang." Nora mengulurkan tangan.

Sharma berdiri namun tidak menerima uluran tangan Nora. Gadis itu menarik nafas kemudian menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Di mana aku bisa mengajukan gugatan cerai?" tanya Sharma sambil berbalik menghadap Wenari dan Nora.

Wenari dan Nora langsung membulatkan matanya. "Nona jangan bicara sembarangan. Jika Yang Mulia tahu, Yang Mulia akan murka."

Tiba-tiba saja Sharma mengeluarkan air mata. Kedua pelayan pribadinya menjadi sangat bingung. Mengapa Sharma menjadi begitu sensitif sekarang? Padahal masa kehamilannya sudah usai. "Dia jahat! Dia tidak mau mendengarkan apa kataku. Dia lebih memilih menjadikan Selir Ular itu untuk dijadikan Permaisuri. Aku tidak suka wanita itu, dia itu jahat."

Sharma mengangkat gaunnya, melepas alas kakinya kemudian berlari secepat yang ia bisa untuk menjauh dari Wenari dan Nora. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia bisa menjadi begitu cengeng. Mungkin karena efek datang bulan yang baru saja selesai. Namun yang pasti, ia sangat kecewa pada Kaisar. Walaupun Kaisar pernah berkata semuanya akan baik-baik saja dan pengangkatan Selir Ghauni tidak akan merugikan dirinya, tetap saja ia kecewa.

"Nona! Mau kemana!"

Wenari dan Nora mengejar Sharma walaupun lari mereka tidak bisa selincah nona mereka. Begitu sampai di jalan yang bercabang, Wenari mengusulkan agar mereka berpencar. Mereka harus menemukan Sharma sebelum keributan ini sampai di telinga Kaisar. Kaisar sedang menemani para tamu kerajaan tetangga, tidak mungkin Kaisar meninggalkan tamu kerajaan demi mencari Selir yang selalu membuat kerusuhan.

"Nona?" Wenari menghentikan langkahnya ketika merasakan ada aura yang berbeda. Ia mengedarkan pandangannya ke pepohonan dan di sana lah ia melihat burung elang hitam yang sedang mengamati sesuatu.

"Elang itu lagi." Ia ingat, elang itu yang keluar dari kamar Sharma saat Ajoz tiba-tiba menghilang saat akan mengobati Sharma.

Tak terlalu peduli, Wenari kembali berlari. Sedangkan elang hitam itu terbang ke arah yang berlawanan dengan Wenari.

Hayo, ada apa ya. Kita masuk dulu ke adegan yang menegangkan ya.

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang