Kaisar berdiri dan melangkah satu langkah. Ia tahu Sharma hanya pura-pura. Jangankan menaruh bibit di perut Sharma, melakukan malam pertama dengan Sharma saja Kaisar belum pernah. Ia hanya terkejut mengapa Sharma bisa mengambil ide seperti itu agar tidak diusir.
"Jangan main-main Sharma," tegas Kaisar.
Sharma juga maju selangkah. "Apakah Yang Mulia tidak percaya?"
"Tidak."
Sharma mengusap perutnya seolah-olah di dalam perutnya itu benar-benar ada calon bayi. "Walaupun Yang Mulia hanya melakukannya sekali, namun anak ini benar-benar ada. Bibit Yang Mulia memang unggul. Akan tetapi jika Yang Mulia tidak percaya hamba sedang mengandung, berarti secara tidak langsung Yang Mulia mengakui bahwa Anda payah dalam hal ini."
Wajah Kaisar memerah hingga ke telinga. Entah otak siapa yang sedang Sharma pinjam sekarang.
"Selir Sharma, jaga bicaramu!" Semua orang terkejut mendengar Permaisuri berbicara dengan nada tinggi. "Ingat yang ada di depanmu adalah Kaisar Negeri Alrancus."
Sharma tidak ingin menyerah sekarang. Dia sudah dihina oleh Permaisuri, ia harus melawan. "Walaupun Yang Mulia adalah Kaisar Negeri Alrancus, namun Yang Mulia tetap suami hamba. Apakah tidak boleh hamba membicarakan tentang kehamilan hamba pada suami hamba?"
Selir Ghauni maju selangkah. "Selir Sharma, kau harus tahu posisimu. Kau sedang berbicara dengan Yang Mulia dan Permaisuri."
Perdebatan mulai muncul, namun Kaisar tetap diam dan hanya memandang mata Sharma yang sibuk memperhatikan lawan bicaranya.
"Aku rasa aku tahu posisiku dan aku masih dalam batas kesopanan. Apakah ada yang salah? Aku hanya mengatakan bahwa aku mengakui bibit Kaisar sangat unggul hingga sekali jadi. Apa aku salah memuji Kaisar?" tanya Sharma sambil menatap sengit pada Selir Ghauni.
"Selir Sharma! Kau hanya Selir! Tetap pada batasanmu!" Permaisuri tidak bisa menahan emosinya lagi. Dirinya yang marah tetapi dirinya juga yang menangis. Itulah bukti betapa lembutnya hati Permaisuri.
"Maaf Yang Mulia, hamba tidak percaya kalau Selir Sharma sedang mengandung. Dan mohon maaf, hamba sulit percaya jika Yang Mulia pernah menghabiskan malam dengan Selir Sharma. Bukankah Yang Mulia tidak ingin menyentuh wanita manapun selain Permaisuri?" ucap Selir Praniva.
Sharma menghela nafas. "Jika tidak percaya, tanyakan saja pada Permaisuri. Bukankah waktu itu Permaisuri masuk ke kamar hamba dan mempergoki Kaisar bersama hamba. Sebenarnya waktu itu Yang Mulia baru akan memulai lagi."
Kaisar tidak menyela ucapan Sharma yang meracau ke sana kemari. Ia ingin tahu seberapa pintar Sharma berdebat dalam kebohongannya sendiri. Tentu saja yang dikatakan oleh Sharma tadi tidak benar. Akan tetapi ada satu yang bisa dianggap benar, yaitu 'akan memulai'. Jika saja Permaisuri tidak datang pada saat itu, mungkin dirinya akan terjebak dalam permainan menggoda Sharma.
"Yang Mulia."
Kaisar menoleh kebelakang untuk melihat Permaisurinya.
"Hamba juga tidak percaya. Yang Mulia pernah berjanji tidak akan menyentuh Selir-Selir Yang Mulia selama hamba masih hidup. Untuk membuktikan ucapan Selir Sharma, kita harus memanggil tabib."
Seketika tubuh Sharma menegang.
Tamatlah sudah riwayatku. Jika tabib memeriksa, maka aku akan ketahuan berbohong. Jika sudah seperti itu, aku yakin kepalaku akan dipenggal."Bagaimana?" tanya Kaisar pada Sharma.
Sharma menarik nafas kemudian mengangguk cepat. "Ya, itu bagus."
* * * *
Selesai diperiksa oleh tabib, Sharma langsung duduk sambil mengusap perutnya. Sedangkan Kaisar, Permaisuri Thanu, Wenari, Nora dan empat Selir lainnya menunggu penjelasan dari tabib istana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaisar & Sang Amora
Storie d'amore(Bukan reinkarnasi ataupun time travel, tapi dijamin seru. Jangan asal ditinggal, baca dulu minimal 10 bab, kalau menurut kalian tidak seru, saya ikhlaskan kepergian kalian wahai readers. Tapi pasti seru kok!) Sharma, seorang Amora atau penyihir put...