🌿🌿🌿Keesokan harinya murid-murid dikumpulkan di Bagan sesuai dengan golongannya masing-masing. Encik Mina berdiri di tengah, menyampaikan pidatonya menggantikan Nyai Romia.
"Aku mengerti, bahwa kepergian Nyai Romia membuat kalian semua sedikit takut untuk tinggal di Archipelagos lebih lama. Siapapun takut akan kematian dan perpisahan. Satu hal yang kusyukuri adalah tak ada satupun murid kita yang meninggal dalam pertempuran dahsyat ini. Hanya luka-luka.
"Satu hal yang harus kalian ketahui adalah Nyai Romia pernah berpesan kepadaku, waktu kami liburan musim panas tahun lalu. Dia bilang, kalau suatu hari dia pergi, dia tidak ingin ada air mata. Dia melakukannya dengan tulus. Mati dalam keadaan melindungi Archipalagos adalah salah satu hal yang diinginkannya. Kurasa Encik Juria pun begitu. Oleh karenanya, mulai hari ini dan seterusnya aku tak ingin ada siapapun lagi yang menangisi kepergian mereka dan membahas soal Engku Tarno... Sekarang kita akan fokus untuk hari ini dan masa depan, pasti kalian tak sabar untuk tahu siapa yang menjadi murid-murid terbaik tahun ini."
Semua orang yang awalnya terlihat muram kini mulai tersenyum, menampakkan wajah-wajah antusias. Mereka berusaha melupakan pertempuran yang membawa trauma itu sejenak.
Untuk pengumuman murid terbaik di tiap tahun banyak diantara mereka bukan berharap namanya disebutkan. Tetapi yang diharapkan adalah semoga ada murid perwakilan mereka yang masuk menjadi murid terbaik itu, karena itu akan menambah nilai golongan. Walaupun hasil akhirnya semata-mata bukan cuma nilai murid perwakilan. Ada juga penilaian lain seperti kebersihan pemukiman, kerapian, kedisiplinan, serta wakil murid berpestasi di cabang esktrakurikuler klub. Serta pelanggaran-pelanggaran yang bisa mengurangi nilai.
Empat Pajaga memasukkan kendi besar ke dalam Bagan. Menaruhnya di depan Encik Mina. Kendi itu bukan kendi biasa. Orang menyebutnya Kendi Maling. Satu hal yang membedakan Kendi Maling dari kendi yang lain yaitu motif hiasannya khas Lombok. Lehernya lebih panjang dari kendi pada umumnya. Selain itu tutupnya tidak bisa dibuka. Di dunia luar Kendi ini berukuran kecil. Tetapi di Archipelagos ukurannya hamper setinggi manusia.
"Kurasa kalian tak sabar..." kata Encik Mina.
Semua orang memandang dengan penuh antusias. Murid-murid tingakatan dua sampai enam tahu apa yang akan terjadi. Sementara murid tingkatan satu tenggelam dalam kebingungannya, bertanya-tanya.
Encik Mina menutup mata. Memasukkan serbuk ke dalam Kendi Maling.
"Cerdang.... Luing..."
Tiba-tiba muncul cahaya dari dalam kendi yang keluar dengan berpencar, mengitari murid-murid. Membuat langit-langit Bagan penuh warna. Semua murid mendongak.
Warna-warna itu mendatangi semua murid berprestasi di bidang sekolah sihir.
Di tingkatan satu, ada Lalu Ije, Fuji Norman dan pria yang membuat semua anak Candi Tellu (kecuali Lexan) bersorak dengan kencang—ya, Tanra.
Mata Tanra berbinar-binar. Ia sudah hampir melupakan impiannya untuk menjadi murid terbaik. Tetapi saat ia sudah tak peduli lagi, impian itu mendatanginya. Tak sia-sia perjuangannya selama ini. Untuk bangun subuh, belajar dan pergi ke perpustakaan pagi-pagi sekali.
Total semua murid berprestasi ada delapan belas. Tiga orang tiap angkatan. Enam dari Wae, empat dari Enau, tiga dari Ranang, dua dari Tanko, satu dari Agni, satu dari Fangin dan satu dari Dolok.
Semua murid berprestasi itu turun ke bawah dan berdiri di tengah-tengah semua orang. Sorak-sorakan diiringi tepuk tangan terdengar semakin jelas.
Para murid berprestasi itu diberi sebuah pin logam berbentuk logo Archipelagos yang ditempelkan di kelat bahu mereka. Disebut dengan pin prestasi. Sementara tiga murid tingkatan satu yang belum memiliki kelat bahu, pinnya dipasang di lengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)
ПриключенияTELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang didirikan pada abad keenam sebelum masehi. Sekolah itu bernama Archipelagos. Sebuah sekolah terleta...