BAB 65

3.6K 673 61
                                    

🌿🌿🌿

Pesta akhir tahun ini diadakan tanpa adanya tarian-tarian, tak ada suara gendang dan alunan musik, juga makanan-makanan di jalan-jalan. Murid-murid hanya memakai pakaian adat dan bernyanyi-nyanyi dengan suara kecil di depan Terhon. Lalu menghamparkan tikar pertiap kelompok candi. Dengan masing-masing tumpeng di tengah juga wedang hangat.

Murid-murid Candi Tellu terlihat menikmati suasana.

Mereka bisa mendengar orang-orang disekeliling mereka bercerita soal manusia-manusia bertopeng yang datang membantu saat pertempuran.

"Hebat sekali si topeng merah yang mengeluarkan api," kata anak di seberang sana.

"Dan apa kau tak lihat si topeng ungu yang mengeluarkan tanaman rambat?"

"Semuanya hebat. Aku penasaran siapa mereka."

"Mereka pasti adalah orang terpilih. Ibuku pernah menceritakannya padaku."

"Ah kau banyak tahu, karena kau Japa."

"Ini pesta yang indah," kata Sanja, menoleh pada teman-temannya yang lain. Membuat mereka kembali fokus.

"Apa kita jadi artis seperti Lexan sekarang?" tanya Bastian.

Lexan tersenyum tipis.

Rasa bangga menghampiri ketujuh anak itu.

Ayu menghirup udara, dan menghembuskannya. "Indah sekali suasana ini. Aku mencium aroma seperti Helianthus annuus."

"Aroma anus? Astaga Ay, jaga mulutmu, anak perempuan kok bicaranya seperti itu," kata Bastian mengikuti gelagat ibu-ibu yang menegur anaknya.

Wajah Ayu yang semula berbunga-bunga langsung masam, senyumnya surut berganti menjadi tatapan tajam, memandang Bastian. Perempuan itu bangkit berdiri, memegang sendok besar. Sementara Bastian mulai mengambil ancang-ancang untuk lari.

Mereka saling kejar-kejaran, membuat anak-anak Candi Tellu yang lainnya tertawa (kecuali Lexan, yang hanya tersenyum tipis).

Encik Mina memperhatikan anak-anak yang bersorak riang di bawah sana. Matanya beralih ke ketujuh anak terpilih yang ikut bahagia. Mereka menikmati gulali nangka yang lezat.

Namun, senyum Encik Mina perlahan memudar. Karena dia tahu semuanya belum berakhir. Dia ingat betul apa yang dikatakan Nyai Romia hari itu.

🌿

Beberapa bulan lalu.

"Kelima anak itu akan selamat karena dia hanya berperan sebagai umpan?" tanya Mina. Dia kebingungan. "Jangan bilang anda percaya pada ramalan bulan?"

Nyai Romia tersenyum, pandangannya beralih dari jendela ke Mina. "Benar. Aku tak percaya. Kau tahu betul aku tak pernah percaya pada yang namanya ramalan Mina.... Waktu kecil ibuku mendatangi seorang peramal dan peramal bilang aku akan hidup bahagia bersama ibuku sampai ia beruban tapi tiga hari setelahnya ibuku meninggal. Ilmu itu adalah ilmu yang paling konyol yang pernah kutemui.'

"Lantas kenapa anda percaya pada ramalan bulan?"

"Aku tak pernah percaya pada ramalannya. Tetapi tiga tahun belakangan ini aku menemukan sesuatu. Sesuatu yang membuatku percaya bahwa kekuatan besar akan kembali."

Encik Mina menghela napas berat. Dia tahu kalau ramalan bulan adalah ramalan yang telah melegenda di antara para guru di Archipelagos. Ramalan itu mengatakan bahwa kekuatan besar akan kembali. Lebih buruk daripada bagaimana kekuatan Berong saat melawan para pendiri Archipelagos beribu tahun silam.

[TERBIT] ARCHIPELAGOS 1 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang