Hari pernikahan.
Tidak ada yang spesial sebenarnya, kecuali tubuh lelahnya yang baru kali ini ia rasakan karena seharian penuh harus berada di luar ruangan-karena pernikahannya outdoor, dan menemui banyak orang yang kebanyakan di antaranya tidak ia kenali. Jihoon yakin, delapan puluh persen tamu yang datang adalah dari kolega dan keluarga Junkyu dan sisanya barulah teman-temannya yang jumlahnya tak seberapa.
Cincin yang kini tersemat jari manisnya berulang kali membuatnya berdecak kagum. Sekarang ia bukan lagi masyarakat jomblo yang maunya disebut single, tapi ia sudah menikah dan memiliki seorang suami yang akan mendampinginya.
Entah kebaikan macam apa yang sudah ia perbuat di kehidupan sebelumya sampai ia bisa mendapat tumpukan emas seperti saat ini.
Ibunya sering bilang bahwa ia masih terlalu kekanakan untuk memulai sebuah hubungan serius apalagi yang semacam pernikahan, tetapi sekarang ia di sini. Memulai bagian baru di hidupnya bersama seorang yang tak pernah ia sangka sebelumnya.
Pikirnya kala itu adalah, ini hanya sebuah pernikahan tak terduga, jadi jika suatu saat nanti Junkyu menyesal telah menikahinya maka Jihoon tidak akan merasakan sakit hati yang sedalam ketika hubungannya dengan Yoonbin berakhir karena ia tidak memiliki perasaan apa pun pada pria itu. Jika suatu hari ia harus menandatangani surat perceraian, maka tidak akan ada penyesalan yang harus ia bawa pulang.
Sore itu, ketika surya sudah kembali ke peraduan. Ketika langit orange sore hari telah menggelap bersamaan dengan binar rembulan purnama yang ganti menerangi Jihoon pulang. Pulang ke rumah barunya yang ukurannya sepuluh kali-bahkan lebih dari ukuran flat tempat tinggalnya.
Rumah itu nampak sepi dari luar ketika ia sampai, namun berubah ramai ketika ia membuka pintunya. Para pelayanan datang berkumpul secara bersamaan untuk menyambut kedatangannya.
Jihoon pernah datang ke rumah ini sebelumnya namun tidak disambut sedemikian ini karena ia datang sebagai pengganti ibunya bekerja di sini. Tapi sekarang? Ini terlalu berlebihan untuknya, dan membuatnya jadi merasa sungkan.
"Kak Sana!" Sapaan riang itu hanya mendapat sambutan sebuah senyum formal, berbeda dengan ketika ia pertama datang ke rumah ini.
"Selamat datang Tuan Jihoon."
Jihoon merengut sedih mendengar sapaan selamat datang yang terasa begitu kaku itu. Sana sudah seperti temannya sendiri sebelumnya walau mereka baru pertama bertemu, tapi kenapa sekarang seperti ada tembok yang begitu besar menghalangi pertemanannya dengan Sana?
"Kak, katanya suruh panggil santai aja, tapi kok sekarang Kakak sih yang panggil aku begitu? Aku gak mau dipanggil begitu."
"Maaf, lain kali kita ngobrol lagi." Sana berbisik pelan agar hanya Jihoon yang dapat mendengarnya. Sekarang ia harus bersikap sopan seperti biasa karena ini adalah saat-saat penting.
"Jihoon."
Jihoon segera berbalik, beralih mengikuti Junkyu yang sudah lebih dulu melangkah menaiki anak tangga menuju lantai dua. Jihoon mengedarkan pandangannya pada sekeliling rumah besar itu. Apa ini membuatnya terlihat norak?
Tapi jujur saja sudah lama ia tidak tinggal di rumah besar-apalagi yang sebesar rumah Junkyu ini. Rumah lamanya saja tidak sampai seperti ini karena ibunya yang memang tidak terlalu suka tinggal di rumah yang terlalu besar, tapi kosong isinya.
"Pak, kita bakal tidur sekamar?"
Pertanyaan itu terlontar begitu saja ketika dilihatnya Junkyu-suaminya sejak beberapa jam yang lalu itu membuka salah satu pintu besar di lantai dua.
Junkyu menunda niatnya membuka pintu, kemudian menoleh pada Jihoon dengan pandangan bingung.
"Memang kenapa? Kamu gak mau? Apa saya harus siapkan kamar lainnya untukmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Love [ kyuhoon ]
FanfictionB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Tujuan awalnya adalah untuk memanfaatkan uang yang dimiliki suaminya untuk pengobatan ibunya dan juga untuk memperbaiki keuangannya yang kian memburuk setelah kepergian ayahnya. Namun kini perasaannya justru terbuai aka...