Meja makan itu biasa dipenuhi oleh atmosfer hangat yang menyenangkan. Namun malam ini justru hanya kesunyian yang menemani setiap suapannya. Jihoon benar-benar menutup mulutnya untuk bicara dan membiarkan Junkyu jadi makain merasa bersalah karena telah hilangkan keceriaannya.
"Kamu tadi telponan sama siapa?" Junkyu akhirnya buka suara untuk hilangkan sunyi.
"Yoshi."
"Ngobrolin apa?"
"Gak ada yang penting sih, dia cuman ngabarin kalau dia udah mau wisuda dan gak tahu bakal balik ke sini atau gak."
Genggamannya pada sendok semakin mengerat menahan setiap rasa kesal yang kembali muncul. Secara tak langsung Jihoon menolak untuk bicara dan jujur padanya karena tak mungkin bagi Jihoon hanya mengucapkan satu kalimat disaat pasti ada banyak hal yang dia obrolkan dengan Yoshi yang biasa dia ceritakan padanya.
Biasanya saja Jihoon bahkan langsung memberitahunya saat Yoshi akhirnya membalas chatnya dan menunjukkan isinya pada Junkyu. Rasanya benar-benar asing melihat sang istri jadi begitu pendiam.
"Apa sesulit itu buat kamu jujur sama saya?"
Jihoon menoleh pada Junkyu yang duduk di sebelahnya. Makan malamnya ia tinggalkan kini walaupun sejak tadi ia memang tak menyentuh sama sekali makanannya selain hanya mengacak-acaknya.
"Kamu mau aku ngomong apa? Mending gak usah dibahas deh kalau ngomongin soal Yoshi cuman bikin kamu cemburu gak jelas." Jihoon kembali menghadap ke depan. Namun kemudian kursinya justru ditarik dan diputar paksa membuatnya kembali menghadap pada Junkyu.
Tubuhnya membeku. Bahu-bahunya kaku dan matanya menatap Junkyu penuh takut dengan pupil bergetar.
"Kita omongin lagi soal ini, kalau kamu emang gak mau ambil cuti, saya udah bilang kamu boleh lanjut aja tapi kamu bilang ke temen kamu itu kalau kamu sebenarnya gak mau cuti? Sebenarnya mau kamu itu apa? Kamu bisa kan ngomong langsung sama saya apa yang sebenarnya kamu mau, kita omongin semuanya baik-baik."
Jihoon menggigit bibirnya rasakan ketakutan mulai menjalari dirinya. "Tapi..., sekarang aja kamu udah marah lagi...," ucapnya berbisik lirih dengan suara bergetar gagap.
Junkyu menundukkan kepala menatap lantai. Nafasnya diatur pelan-pelan. Ia harus bisa mengatur emosinya. Amarahnya yang masih meledak-ledak coba diredakan.
"Kamu..., nguping obrolan aku sama Yoshi ya," Jihoon memberanikan diri bertanya. Keduanya masing-masing berpegangan pada pinggiran kursi erat-erat lampiaskan rasa takutnya.
Samar, tapi Jihoon melihat Junkyu menganggukkan kepala dengan masih menunduk.
Junkyu masih menunduk saat ia berucap, "kenapa kamu mau sejujur itu sama Yoshi tapi milih buat pura-pura baik-baik saja dengan saya dan setuju begitu saja dengan keputusan saya jika sebenarnya bukan itu yang kamu mau."
"Aku..., aku cuman gak mau kita berantem lagi..., aku gak apa-apa kok cuti, jangan dibahas lagi ya, aku gak mau kita berantem terus...," suaranya melirih dan berubah serak.
Junkyu mendongak. Melihat netra istrinya yang mulai berkaca, ia lantas mendekat dan mendekapnya erat. Rengkuhan itu berhasil buat takut di sekitarnya lenyap. Bahunya kembali melemas. Junkyu melepas pelukannya, kemudian mengusap basah di pipi Jihoon akibat air mata yang menetes.
"Maaf ya, maaf kalau saya masih belum bisa jadi suami yang sempurna, maaf karena saya masih sering egois. Tapi saya gak mau kamu ngelakuin sesuatu yang sebenarnya kamu gak mau. Saya tahu saya salah karena saya meninggikan suara, saya minta maaf untuk itu. Kamu bilang aja, kamu beneran mau cuti atau gak?"
Kedua matanya bukannya berhenti menangis, tapi justru meneteskan air mata semakin deras. Kali ini tetesan itu keluar karena haru di hatinya atas seluruh permintaan maaf suaminya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Love [ kyuhoon ]
FanfictionB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Tujuan awalnya adalah untuk memanfaatkan uang yang dimiliki suaminya untuk pengobatan ibunya dan juga untuk memperbaiki keuangannya yang kian memburuk setelah kepergian ayahnya. Namun kini perasaannya justru terbuai aka...