(35) partner of life

2.3K 232 88
                                    

Malam kian bertambah larut. Di atas pangkuannya, Jihoon tertidur berbantal paha sang suami. Gerak nafasnya teratur dan suhu tubuhnya turun dengan cepat. Junkyu tak melepaskan diri. Ia terus mengusap rambut Jihoon dengan sayang, tak lagi pedulikan kantuk yang mungkin menggelendoti kelopak mata.

Pandangannya mengedar, menatap seisi kamar yang kosong dengan hanya ada satu kasur kecil yang kini mereka tempati, juga koper Jihoon yang isinya bahkan tak dipindahkan ke dalam lemari. Jelas sekali, entah karena Jihoon yang malas atau memang Jihoon tak berencana tinggal di sini untuk waktu yang lama.

Jihoon perlahan menggeliat, mengubah posisi tidurnya dan perlahan mulai membuka mata. Keningnya mengkerut, namun senyumnya timbul seketika begitu sadari bahwa suaminya lah yang kini sedang bersamanya.

"Kenapa bangun," tanya Junkyu dengan suara lembut; berbisik.

Jihoon menggeleng. Ia lantas bangkit duduk. "Aku harus minum obat lagi," ucapnya lemas, setengah malas untuk kembali telan pil-pil pahit pemberian dokter tersebut.

"Benarkah," Junkyu beralih menatap jam di pergelangan tangannya; pukul dua belas malam. "Kamu benar-benar bangun di saat kamu harus minum obat," ucapnya, sedikitnya merasa kagum akan bagaimana Jihoon bisa bangun tepat waktu di tengah malam untuk jadwal meminum obatnya.

Obat yang tadi Yoshi berikan padanya lantas ia ambil lagi dari nakas dan berikan beberapa butirnya pada Jihoon beserta segelas air putih untuk membantu Jihoon menelan obatnya.

"Demammu sudah turun, setelah ini kamu gak perlu obat lagi."

Jihoon mengangguk. Ia kemudian mendekat untuk memeluk bahu Junkyu dan daratkan sebuah kecupan singkat di pipi suaminya. Junkyu tersenyum. Tak bisa berbohong akan seberapa bahagia ia karena istrinya akhirnya kembali ke pelukannya. Namun masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Jihoon, saya boleh tanya sesuatu?"

Jihoon melepas pelukannya, merasa adanya hawa tak menyenangkan keluar dari ucapan Junkyu. Ia mengangguk. "Ada apa," tanyanya. Wajahnya kembali murung, takut Junkyu akan mengatakan sesuatu yang tak ia inginkan.

"Mama bilang, dia lihat kamu pelukan sama laki-laki di taman rumah sakit, itu benar?"

Jihoon terdiam sejenak. Ia tak mungkin lupa akan setiap detail yang terjadi hari itu. Sebuah kebodohan yang ia lakukan yang akhirnya membuatnya menangis berjam-jam lamanya di kamar pribadinya sambil mengemasi koper yang akan ia bawa.

Ia mengangguk kaku. "Tapi..., orang itu tuh, Yoshi...," ucapnya menambahkan.

Junkyu tak tampak terkejut. Namun juga tak terlihat begitu puas dengan jawabannya.

"Kamu tahu, Mama bilang kamu pergi ninggalin saya sama laki-laki lain," pernyataannya buat Jihoon otomatis melebarkan mata terkejut. Jihoon cepat-cepat menggeleng.

"Aku enggak, aku..., kemarin tuh aku berantem sama Yoshi, terus kami gak kontakan lagi, gak ketemu lagi, gak saling ngabarin, aku juga gak ngasih tahu dia kalau kamu kecelakaan tapi Yoshi tahu..., dia nyamperin aku buat, yah, ngasih semangat..., aku gak tahu kalau Mama lihat dan jadi salah paham..., maaf...," pelupuk matanya kembali tergenang air mata. Junkyu meraih wajahnya, harus setiap tetes air yang turun perlahan.

"Terus kenapa kamu mau ceraikan saya? Kenapa kamu gak pulang dan jelasin ke saya?"

Jihoon mengulum bibir. Bila matanya menggulir ke arah lain. "Sebenarnya..., itu, surat cerainya palsu..., aku buat supaya aku punya alasan buat datengin kamu tapi Mama gak bolehin aku masuk...," ucapnya sedikit takut. Saat matanya kembali bersitatap dengan manik bening Junkyu, saat itulah ia melihat sebuah kelegaan yang terpancar dari balik binarnya.

Sweet Love [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang