(12) PDKT 3

2.2K 262 53
                                        

Jam dinding telan menunjuk angka sepuluh. Mentari mulai naik ke atas kepala. Namun ruangan yang tak seberapa luas itu masih terasa dingin dengan kedua insan yang kini saling diam memendam kesal dan takut. Satu yang lebih tua duduk di tepi kasur sambil memainkan ponselnya dan kembali membuka beberapa email masuk yang ia abaikan sejak kemarin; yang sebenarnya juga ingin ia abaikan sampai akhir bulan madunya.

Sementara di sisi lain ranjang terdapat Jihoon yang lagi-lagi harus hela nafas berat bercampur takut dan cemas. Dari ekor matanya ia melirik Junkyu yang asyik mendiamkannya sejak semalam. Bahkan sarapan saja mereka belum karena saking tak beraninya Jihoon mengajak Junkyu bicara. Perang dingin ini benar-benar memuakkan baginya.

Jihoon lantas bangkit berdiri. Jika ia tidak bertindak lebih dulu, bisa-bisa bulan madunya ini benar-benar hancur oleh ulahnya sendiri. Maka dengan langkah mengendap ragu Jihoon menghampiri Junkyu. Jihoon melirik layar ponsel Junkyu untuk memastikan bahwa suaminya itu bisa diganggu.

Jihoon berdehem pelan berusaha curi perhatian Junkyu. Namun gagal, Junkyu tetap mengabaikannya seolah keberadaannya tak kasat mata. Jihoon memperkeras dehemannya, lalu semakin keras sampai ia terbatuk karena tersedak ludahnya sendiri. Tapi Junkyu tetap abai. Jihoon berdecak, kagum pada kemampuan Junkyu mengabaikan orang.

"Pak," panggilannya pelan sambil telunjuknya menusuk lengan Junkyu. Namun tetap tak alihkan perhatian Junkyu sama sekali. "Aku minta maaf, aku gak bermaksud gitu, aku cuman," ucapannya terhenti karena tak mampu beralasan.

Semua ini karena kajadian semalam setelah Junkyu menggendong Jihoon sampai kamar mereka. Awalnya Junkyu masih terus khawatirkan keadaan kakinya. Namun seluruh kekhawatirannya seperti berbuah abu. Saat Junkyu sibuk membujuk Jihoon untuk memerikasakan ke dokter Jihoon justru dengan entengnya berdiri dan berlari ke dalam toilet.

Junkyu sempat terdiam kaku menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Perlu waktu baginya untuk mencerna dan sadari bahwa istrinya itu rupanya hanya berpura-pura kesleo di tangga agar Junkyu menggendongnya dan ia tak perlu lagi rasakan lelah berjalan sampai lantai sebelas.

Jadi saat Jihoon keluar dari kamar mandi ia langsung mendapat omelan panjang dari suaminya. Setelah luapkan seluruh kekesalan dan rasa khawatirnya Junkyu justru mendiamkan Jihoon sepanjang malam sampai pagi ini. Junkyu bahkan tidur memunggungi Jihoon dan terus diam walaupun Jihoon sudah berulang kali mencoba mengajak bicara, sama seperti sekarang ini.

Jihoon menjatuhkan lutut ke lantai sampai terdengar suara benturan yang buat Junkyu menoleh padanya dalam sekejap. "Pak, maafin aku, janji gak gitu lagi. Aku gak berniat bercanda, aku cuman mau enaknya aja..., maaf..." Lirih suaranya yang mengalun itu buat Junkyu kembali menghela nafas panjang.

"Kamu tahu kan, selain berbohong, kamu juga buat saya khawatir dan takut! Saya khawatir kakimu terluka parah. Kamu bisa langsung bilang kalau memang maunya digendong atau apa, jangan membuat skenario seperti itu!"

Jihoon memejam saat Junkyu mulai kembali mengomel. Ia lantas mendongak setelah Junkyu selesaikan kalimatnya. "Jadi aku dimaafin gak," tanyanya lirih. Namun Junkyu hanya kembali melengos dan mrngabaikannya.

"Ingatlah untuk tidak melakukannya lagi," katanya dengan intonasi yang lebih lembut.

Jihoon bangkit berdiri. Senyumnya terulas luas saat sadari adanya kemungkinan suaminya sudah tak marah padanya. "Jadi aku dimaafin kan," tanyanya lagi untuk memastikan, dan lagi-lagi Junkyu hanya membisu.

"Ayo, kita mau keluar sekarang kan."

"Ahhhhh, Pak!" Jihoon menghentak lantai dengan kesal. Ia dengan cepat merangkul leher Junkyu dan mendorongnya sampai membuat mereka jatuh ke atas ranjang dengan Jihoon yang menimpai tubuh Junkyu. Dan Junkyu dengan reflek memegangi pinggang Jihoon agar istrinya itu tak jatuh walau mereka tetap jatuh dan mendarat di tempat empuk.

Sweet Love [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang