Malam masih berlangsung. Jam dinding menunjuk pukul dua dini hari. Jihoon terbangun dari tidurnya akibat perut yang tiba-tiba menggerutu. Di sampingnya, Junkyu masih tidur lelap entah sejak kapan tidurnya sang suami. Karena saat ia pergi tidur semalam Junkyu masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Pak...," Jihoon berbisik seraya mengguncang pelan tubuh Junkyu. Suaranya merengek, berulang kali memanggil sang suami. Namun tak segera dapatkan respon.
"Pak..., bangun...."
Junkyu akhirnya hanya menggumam singkat sebagai respon. Namun tetap sama saja. Junkyu tak bergerak, bahkan tidak membuka matanya sama sekali.
"Pak..., suami...," Jihoon makin merengek. Sama sekali tak menyerah berusaha membangunkan Junkyu.
"Hm? Kenapa sayang, sini," Junkyu mengulurkan lengannya; berpikir bahwa mungkin Jihoon ingin dipeluk karena mereka berangkat tidur di waktu yang berbeda.
Tapi Jihoon justru menggeleng. Junkyu masih setengah tidur jadi ia tak terlalu memperhatikan dan kembali jatuhkan lengannya tanpa pedulikan istrinya yang masih merengek.
"Pak, laper...," Jihoon kembali mengguncang tubuh Junkyu, membuat suaminya itu mau tidak mau harus bangun dan mengalihkan fokus padanya. Junkyu melirik jam dinding. Nafasnya dihela keras kemudian, siratkan banyak rasa lelah.
"Sayang, kalau laper ya makan aja, saya belum sampai satu jam loh tidur, saya capek. Makan sendiri aja ya, tinggal panasin aja, ada makanan di kulkas," Junkyu berucap dengan nada penuh lelah yang kentara.
Sementara Jihoon jadi cemberut. "Tapi...," Junkyu sudah tak lagi memperhatikan. Suaminya itu bahkan sudah kembali menarik selimut dan lanjut tidur.
Bukan manja karena tak mau pergi penuhi keinginannya sendiri, tapi sejak hamil ini ia jadi benar-benar bernafsu makan hanya saat ada Junkyu bersamanya. Bukan hanya itu sebenarnya, tapi ia ingin makan nasi goreng yang tidak mungkin ada di dalam kulkasnya.
Jihoon masih menimbang-nimbang, sebelum akhirnya putuskan untuk kembali tidur dan lupakan rasa laparnya. Melihat Junkyu yang benar-benar mengabaikannya membuatnya merasa kesal dan akhirnya pilih tidur membelakangi suaminya.
Meskipun begitu, rasa lapar membuatnya tak bisa tidur nyenyak. Tidurnya bagai diambang mimpi dan dunia nyata. Jika diteruskan, bisa-bisa besok ia tidak bisa berangkat kuliah karena kelelahan. Namun sebelum hal itu terjadi, tubuhnya tiba-tiba diguncang dan suara lembut suaminya terdengar menggelitik telinga.
"Sayang, ayo bangun, katanya laper kok tidur lagi."
Jihoon mengerjap berusaha fokuskan pandangan yang kemudian langsung disuguhkan oleh wajah tampan suaminya yang terlihat begitu lesu, tapi senyumnya yang tetap terpatri menenangkan buat Jihoon jadi sedih.
"Ayo bangun dulu, minum dulu," Junkyu mengulurkan segelas air putih.
Jihoon akhirnya bangkit dan menerima uluran gelas tersebut. Ia hanya minum sedikit, lalu netranya justru teralihkan pada sepiring makanan di atas nakas. Uap hangatnya terasa menghembus ke kulitnya. Kesedihan tiba-tiba menyerangnya dan membuatnya ingin menangis.
"Heh, kok malah nangis, ada apa? Kenapa?" Junkyu beralih duduk di samping Jihoon. Ia panik melihat istrinya yang tiba-tiba meneteskan air mata. Saat ditatao, Junkyu lantas mengusap air mata Jihoon yang menetes ke pipinya.
"Kenapa sayang, katanya laper, ini udah saya bawain makanan kok malah nangis, hm? Ada apa? Ada yang sakit?"
Jihoon menggeleng. Ia bahkan tak tahu pasti mengapa air matanya begitu deras ingin keluar. "Maaf ya, aku bangunin kamu tengah malem gini, padahal kamu belum sempet tidur, tapi..., tapi, huaaaa...," tangisnya bertambah keras. Junkyu jadi makin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Love [ kyuhoon ]
أدب الهواةB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Tujuan awalnya adalah untuk memanfaatkan uang yang dimiliki suaminya untuk pengobatan ibunya dan juga untuk memperbaiki keuangannya yang kian memburuk setelah kepergian ayahnya. Namun kini perasaannya justru terbuai aka...