Pagi itu dimulai dengan sedikit kacau. Sejak mentari belum muncul Jihoon sudah dipaksa bangun oleh perutnya yang tiba-tiba mual. Junkyu turut bangun, tak tenang sejak mendengar ribut suara istrinya di dalam toilet. Jihoon yang mual dan kesakitan, tapi ia juga yang harus tenangkan suaminya agar tidak panik dan agar tidak langsung membopongnya menuju rumah sakit.
Setelah merasa lebih baik usai tumpahkan isi perut yang tidak ada apa-apanya itu Jihoon digendong ke ranjang. "Pak," panggilnya pelan begitu tubuhnya dibaringkan. Tangannya meraih jemari Junkyu, menariknya ke atas perutnya yang bajunya ia singkap ke atas.
Tak perlu dijelaskan lagi, Junkyu mengerti dengan jelas keinginan istrinya. Ia ikut berbaring di samping Jihoon, lalu dengan telaten usap perut istrinya dengan lembut. Jihoon memejamkan mata menikmati usapan suaminya yang berhasil memenangkan gejolak lambungnya.
"Suami," Jihoon kembali memanggil, yang hanya dibalas dengungan singkat oleh Junkyu. "Kamu hari ini kerja gak?" lanjutnya bertanya.
"Kenapa, kamu gak mau ditinggal? Mau saya temani di rumah saja?"
Jihoon membuka mata. Senyumnya merekah penuh arti. Melihat ekspresi itu tentu saja Junkyu sudah bisa mengartikan sendiri jawaban yang akan ia dapatkan. Merasa gemas dengan sikap istrinya, Junkyu lantas mencium pipi Jihoon yang kemudian justru timbulkan tawa di antara keduanya.
"Kayaknya ya, perasaan aku tuh jadi tenang banget setiap kamu di sebelah aku gini," ucap Jihoon kemudian tekankan kata 'tenang' untuk perjelas maksudnya.
"Benarkah? Kalau begitu, apa saya pindah kerja dari rumah saja sepenuhnya jadi saya bisa berada di samping kamu terus?"
Jihoon terkekeh. "Emangnya boleh ya," tanyanya main-main, tak berniat untuk benar-benar menyuruh Junkyu tinggalkan kantor dan bekerja dari rumah.
"Saya rasa, saya bisa kabulkan itu kalau kamu mau. Tapi mungkin akan sulit," jawabnya ditambah nada tak yakin. Pun tak ingin berikan janji yang dikhawatirkan tak bisa ia tepati. Jihoon mengangguk-angguk saja, paham dengan banyaknya pekerjaan sang suami yang bisa sampai terkadang membuatnya tak tidur semalaman.
Seperti tadi malam. Meskipun tak melihat langsung tapi ia yakin suaminya pasti kembali bekerja lagi setelah memastikan ia tertidur lelap dan tak terganggu saat pelukannya dilepas. Terbukti dari laptop Junkyu yang sekarang saja masih terbuka di atas nakas. Suaminya itu mungkin baru saja tidur sebentar saat perutnya tiba-tiba mual tadi. Tapi sayangnya, sekarang pun ia tak bisa izinkan suaminya untuk tidur karena perutnya benar-benar tak enak setiap Junkyu berhenti mengelusnya.
Mentari mulai timbul. Namun sepasang suami-istri itu masih betah membuka mata dan saling balas percakapan. Meskipun lelah dan kantuk sudah berulang kali berikan alarm, tapi Junkyu tetap mempertahankan diri agar Jihoon tak perlu lagi rasakan mual. Padahal sejak awal kehamilan Jihoon tak pernah mual atau dapatkan morning sickness, baru kali ini saja mual itu muncul.
"Em, Pak, nanti siang temenin aku yuk," ucapnya tiba-tiba setelah selesai bahas mengenai menu apa yang akan mereka nikmati nanti saat sarapan.
"Kemana?" Junkyu bertanya balik sebelum menyetujui.
"Ke Yoshi—ah, Yoshi kan hari ini bakal berangkat buat kuliah lagi, jadi aku mau ikut anterin dia...," ucapnya sedikit terburu dengan nada sendu. Kedua bola matanya berbinar menanti persetujuan.
Sementara Junkyu sudah pasang wajah malas. Sungguh tak ingin berurusan lagi dengan sahabat istrinya yang satu itu, tapi melihat bagaimana Jihoon memohon padanya juga membuatnya kesulitan untuk menolak.
"Jangan cemburu teruss," ucapannya ditarik panjang. Kedua telapak tangannya meraih pipi Junkyu, menekannya dengan gemas dan lantas mencium bibirnya. Junkyu mendesis malas. Tubuhnya dijatuhkan ke samping.
![](https://img.wattpad.com/cover/315634225-288-k31676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Love [ kyuhoon ]
ФанфикB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Tujuan awalnya adalah untuk memanfaatkan uang yang dimiliki suaminya untuk pengobatan ibunya dan juga untuk memperbaiki keuangannya yang kian memburuk setelah kepergian ayahnya. Namun kini perasaannya justru terbuai aka...