(03) just want him

2.2K 231 72
                                    

Suara ketukan yang timbul karena pertemuan antara meja kayu mahal dengan kuku panjang yang diwarna merah itu membuat seorang remaja yang duduk di seberangnya jadi semakin diaduk perasaannya. Ia kembali menengok pada jam tangan mewah di pergelangan tangan kirinya, sudah lewat pukul 9 malam.

Nafasnya kembali dihela gusar. Takut wanita cantik yang sudah melahirkannya itu marah besar pada kakaknya yang sampai saat ini belum juga muncul batang hidungnya. Meskipun ia belum pernah benar-benar kena marah oleh ibunya namun tetap saja mengerikan menyaksikan langsung kakaknya dimarahi di tempat umum seperti ini nantinya.

Bayangannya mulai kacau dengan berbagai macam adegan pertengkaran yang mungkin akan terjadi di anatara ibunya dengan sang kakak.

"Doyoung."

Panggilan itu membuatnya tersentak dari lamunannya. Ia dengan cepat mengangkat wajahnya dan menatap sang ibu yang sudah memasang wajah kesal.

"Telepon Kakakmu, suruh dia mempercepat diri. Dia sudah terlambat selama dua jam!"

Doyoung mengangguk dengan segera. Ia raih ponselnya yang berada di atas meja untuk menghubungi kakaknya. Namun sebelum niatnya sempat terealisasikan sosok tinggi kakaknya itu sudah muncul dari pintu masuk restoran.

Pertama kali sejak empat ham terakhir, akhirnya Doyoung menghela nafas lega lagi. Sangat lega bagai dirinya baru bisa bernafas dengan benar setelah melihat kedatangan kakaknya.

"Selamat malam, Mama." Sapanya dengan tanpa beban. Seolah membuat ibunya menunggu kedatangannya selama dua jam bukanlah apa-apa.

"Bisa-bisanya kamu masih bisa tersenyum seperti itu setelah mengacaukan acara makan malam ini!?" Sentaknya dengan kesal.

Setiap pasang mata yang menatap ke arah mejanya kini sepenuhnya ia abaikan. Ibu dua anak itu justru lebih tertarik pada putra sulungnya yang sepertinya benar-benar berniat untuk menghancurkan rencananya untuk menjodohkannya dengan anak dari teman dekatnya.

Si putra bungsu yang duduk di seberang ibunya kembali melunturkan senyumnya yang tadi sudah sempat terukir karena senang akan kedatangan sang kakak, sepertinya hanya ia seorang yang merasa senang melihat kakaknya tetap hadir walau terlambat.

"Mama tahu sendiri, jika ini masih soal perjodohan konyol itu, maka saya tidak akan pernah datang." Jawabnya dengan ringan. Membuat desisan kesal kembali terdengar dari ranum berhias lipstik merah ibunya.

"Kamu tahu kan, Mama cuman gak mau kamu hidup melajang seumur hidupmu!" Ucapnya lagi dengan suara yang semakin tinggi.

Ibunya kembali menarik nafas dalam untuk menahan emosinya yang sudah naik ke ubun-ubun karena melihat tingkah putranya ini.

"Junkyu dengar, Mama gak mau kamu terlalu ngurusin kerjaan dan sampai lupa kalau kamu itu juga perlu pendamping hidup, itu aja. Gak susah kok. Mama cuman minta kamu untuk kenalan saja dulu dengan mereka, kalau cocok baru kita lanjut." Jelasnya berusaha setenang mungkin agar tidak menimbulkan keributan yang tidak perlu.

"Ma, lagi pula saya juga baru 29 tahun, itu tidak terdengar buruk untuk masih hidup sendiri tanpa pendamping."

"Dan adikmu juga baru 17 tahun," ucapnya seraya menunjuk pada Doyoung yang sejak tadi diam. "Tapi dia udah punya pacar, sedangkan kamu? Pacaran aja kamu gak pernah."

"Hah!? Do-Doyoung gak pacaran kok, aku gak punya pacar. Beneran!" Sanggah Doyoung dengan segera begitu melihat kakaknya yang sudah menatapnya galak seperti siap menyemburkan amarah kepadanya kapan saja jika sampai ketahuan punya pacar.

"Ma, saya punya keinginan sendiri, dan lagi, saya hanya akan menikah dengan orang yang saya mau." Tegasnya sekali lagi.

"Wah, Kakak udah punya pacar?!"

Sweet Love [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang