(27) mengadu

1.7K 221 44
                                    

Langit-langit kamarnya jadi satu-satunya pemandangan yang ia pandang sejak pagi tadi setelah suaminya berpamitan untuk pergi bekerja. Jihoon memutar tubuh beralih menatap dinding bercat putih tulang. Berat nafasnya dihela seolah ada beban besar yang memberatkan dadanya yang ringkih.

Saat ayahnya pergi dulu ia bisa tegar karena ada ibunya. Sekarang, walaupun ada suaminya yang setia berusaha menghiburnya rasanya tetap ada ruang yang kosong di sudut hatinya. Detak jantungnya terdengar nyaring saat matanya terpejam.

Klang!

Matanya sontak terbuka dan tubuhnya bangkit dengan otomatis. Bola matanya bergulir gelisah menatap sekitar kamarnya. Tak ada yang berubah. Suara bising tersebut jelas berasal dari luar kamarnya.

Jihoon lantas beranjak turun dari ranjang dengan gerakan pelan mengendap. Di siang bolong begini tak mungkin ada maling masuk, apalagi rumah ini tidaklah sepi. Jihoon menatap ke seluruh penjuru rumah dari atas. Ia melihat beberapa pelayan rumah yang berlarian menuju dapur. Jihoon akhirnya turun untuk melihat ada apa di dapur sana.

"Mama?" suaranya berbisik pelan saat melihat Jisoo yang tampak terkekeh bersama pelayan yang membantunya membersihkan kekacauan yang tak sengaja Jisoo ciptakan.

Yang merasa dipanggil lantas menoleh, ulas sebuah senyum tipis saat melihat Jihoon yang muncul masih mengenakan piyama. Omelannya yang sudah berada di ujung lidah ia telan kembali. Matahari sudah tinggi dan menantunya itu justru terlihat masih nyaman dengan piyamanya.

"Baru bangun?" tanyanya dengan suara lembut, berusaha menahan diri agar tak menggurui Jihoon saat ini juga.

Jihoon tersentak, baru sadar bahwa ia masih mengenakan piyama. Kekehannya menguar canggung. Jihoon tahu, di balik senyum manis yang Jisoo ulas itu pasti terdapat banyak omelan yang siap menghantamnya, namun ajaibnya ibu mertuanya itu tak mengatakan apa pun lagi tentang penampilannya.

"Kemarilah, kamu sudah sarapan?" Jisoo bertanya dengan lembut, buat Jihoon akhirnya mau menghampirinya tanpa rasa takut.

Jihoon sempat berjengit, terkejut saat Jisoo tiba-tiba mengusap kepalanya dengan lembut pula. "Kamu mau makan apa untuk makan siang?" tanyanya lagi.

Jihoon nampak berpikir sejenak sebelum menjawab. "Mama, mau masakin buat aku?" Jihoon bertanya dengan ragu dan hati-hati, takut akan menyinggung ibu mertuanya. Namun Jisoo justru hanya mengangguk.

"Kamu kan gak bisa masak jadi, kamu sedang ingin makan sesuatu?"

Matanya berbinar mendengar jawaban tersebut. Ibu mertuanya tiba-tiba baik padanya begini mungkin karena merasa simpati padanya yang baru saja alami duka. Namun sifat Jisoo yang ini benar-benar meneduhkan hati.

"Tapi aku boleh bantuin gak Ma?"

Jisoo menoleh, manatap Jihoon dengan mata menyipit. Hanya ada dua kemungkinan, antara masakannya selesai lebih cepat karena mendapat bantuan atau justru selesai lama karena Jihoon akan mengacaukan sisanya. Namun Jisoo akhirnya hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Ngomong-ngomong, lusa nanti kamu tidak sibuk kan," kembali Jisoo bertanya sambil mengeluarkan beberapa sayuran dari dalam kulkas dan memberikannya pada Jihoon untuk dicuci.

"Kayaknya gak ada, belum ada," jawab Jihoon.

"Kalau begitu lusa nanti kamu ikut saya."

Jihoon terdiam. Ia melirik ke arah ibu mertuanya yang sedang menyiapkan bumbu halus. Pikirannya berkecamuk dengan cepat memikirkan apa yang ibu mertuanya itu inginkan darinya sampai mengajaknya begitu dan kemana Jisoo akan membawanya pergi?

"Eum, sama Junkyu juga ya Ma?"

"Gak, kamu aja. Ini bukan acara gede kok."

Jihoon meringis. Dalam hati memikirkan segala macam kemungkinan yang bisa terjadi jika ia ikut dengan Jisoo nanti. Tanpa Junkyu apa akan terjadi. Ia begitu takut sampai bahkan tak berani bertanya ada kegiatan apa sampai Jisoo hendak membawanya ikut bersamanya.

Sweet Love [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang